Niringar ch0 6

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

Elvi mulai menceritakan kenapa dulu dia dijauhi oleh teman kelas yang lain.

Kejadian di depan kelas itu ternyata adalah Surya yang tengah menyatakan perasaannya kepada Elvi, dan berharap ingin menjadi pacarnya. Namun Elvi menolak Surya, dengan alasan tidak punya waktu untuk itu. Karena itulah Surya mengancam Elvi akan menuduhnya melakukan kecurangan saat ujian dan melaporkan itu ke ayahnya, Kepala Sekolah ini.

Elvi yang tidak takut ancaman tidak menyerah, dia bahkan bilang kalau dirinya malah jadi membenci Surya. Oleh sebab itu, keduanya jadi beradu mulut hingga berakhir pada Surya yang mengancam teman kelas lain untuk tidak berteman dengan Elvi.

Jadi dari situlah Elvi mulai mengatakan kalimat itu.

“Aku nggak butuh teman selain Arlina.”

Ceritaku tersebut cukup membuatku malu sekaligus merasa lucu akan diriku sendiri pada saat itu. Dan kurasa, sih, cukup wajar untukku yang tidak tahu apa-apa. Aku memang selalu melakukan semuanya secara spontan tanpa pikir panjang. Kalau tidak, aku hanya akan berpikir terus tanpa melakukan apa-apa.

Meski begitu, sekarang semuanya tak masalah lagi bagiku. Ya, tak perlu kupedulikan lagi masa lalu. Saat ini aku sudah berteman lagi dengan Elvi. Dan yang mengejutkan adalah, ternyata teman yang lain juga mulai akrab dan tidak enggan lagi denganku. Kalau mereka butuh sesuatu, mereka akan berbicara padaku dengan santainya. Hingga aku mulai bisa mendefinisak apa itu ‘teman sekelas’ setelah peristiwa tersebut.

Semua berkat blog itu.

Ya, semua berkat penulis blog itu.

Duniaku mulai berwarna dan penuh ingar bingar kebisingan hidup. Sekalipun aku tak bisa mendengar. Aku seolah bisa mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh orang meski mungkin hanya dalam imajinasiku saja. Tapi rasanya lebih ringan dari sebelumnya. Seolah-olah aku baru saja melepaskan beban terberat dalam hidupku.

Sekali lagi, semua berkat blog itu.

Sejak kejadian tersebut, aku setiap hari selalu mengecek halaman-halaman baru blog itu. Aku ingin lebih jauh lagi memahami diriku sendiri. Aku ingin lebih bebas dan leluasa lagi menggapai keinginan dan harapanku.

Terlebih, aku ingin mengenali sang penulis lewat blognya ini.

Aku ingin tahu, seperti apa orang yang membuat tulisan tersebut? Seperti apa orang yang mampu mengerti aku yang bahkan tidak memahami diri sendiri ini? Seperti apa orang yang mampu menulis di tengah-tengah banyak tuduhan dan cercaan ini?

Seperti apa, orang yang mampu mengubah kehidupanku menjadi lebih berwarna ini?

Semakin aku membaca halaman baru yang dia terbitkan, semakin aku penasaran dengannya. Aku bisa merasakan kalau dia orang yang sedikit canggung, lucu, dan mungkin mirip denganku, mempunyai sedikit teman.

Aku ingin tahu.

Aku ingin mengenalnya.

Aku setidaknya ingin berterima kasih kepadanya.

Karena itu aku mulai menanyakannya pada teman-temanku di dunia maya.

[Lilin: Ada yang tahu nggak siapa penulis blog World of Coin?]

[Dearno: Eeeeh? Ngobrolin blog sesat itu lagi?]

[Yulin: Hmm, kurang tahu sih. Emang kenapa?]

[Jajang: Wah, susah kali ya? Ga semua orang kasih informasi pribadi di internet juga sih.]

[Lilin: Cuma pengen tahu aja, sih. Hehe.]

Jadi tidak ada yang tahu, ya? Apa boleh buat.

[Pangeran_Tjinta: Hei, ini Gue, Ryo.]

Tapi sebelum aku sempat menutup aplikasi tersebut, Pangeran_Tjinta mengirim pesan privat kepadaku.

[Lilin: Ryo?]

Siapa?

[Pangeran_Tjinta: Ini Gue, Ryo. Handaryo, lupa?]

[Lilin: Ah.]

Aku ingat Handaryo. Dia adalah tunangan yang dijodohkan denganku oleh Ayah dan ayahnya sejak kecil. Kami beberapa kali bertemu, tapi tak banyak yang dibicarakan karena kami masih belum mempunyai ketertarikan akan hal tersebut. Atau aku saja yang mungkin tidak tertarik.

Jadi dia yang selama ini menggunakan nama Pangeran_Tjinta? Kenapa tiba-tiba mengirim pesan privat seperti ini?

[Pangeran_Tjinta: Gue pengen mastiin aja. Lo tertarik sama yang nulis blog ini?]

[Lilin: Emang kenapa?]

[Pangeran_Tjinta: Engga ada, kalo emang Lo tertarik, Gue bisa bantuin Lo cari info tentang dia.]

Eh? Eeeeeeeeeeeeeeeh?

[Lilin: Kamu serius?]

[Pangeran_Tjinta: Serius lah. Mungkin Lo ga tau aja tapi gini-gini Gue udah mahir cari informasi tentang banyak orang loh. Gue bahkan punya catatan data pribadi orang di ponsel.]

[Lilin: Waaah, hebat. Tapi kenapa kamu mau bantu gitu?]

Aku cukup penasaran akan hal itu.

[Pangeran_Tjinta: Hmm, jangan marah dulu ya. Gue pikir sih, kalo misalnya Lo tertarik sama orang lain, kita bisa putus dari tunangan ini. Selama ini kan kita masih tunangan juga gara-gara Lo ga tertarik sama cowok lain. Kali aja kalo Lo ada pacar, Gue bisa bebas dari Lo.]

[Lilin: Kamu segitunya pengen lepas dari aku ya?]

[Pangeran_Tjinta: Tuh kan marah. Maksud Gue bukan gitu, tapi kalau bisa Lo ga terpaksa nikah sama Gue karena orang tua kita yang bego!]

[Lilin: Ayah engga bego ah.]

[Pangeran_Tjinta: Ya terserah Lo mau bilang apa. Jadi gimana? Mau apa engga? Kalau Gue liat2 sih kayaknya penulisnya cowok, ketahuan dari cara nulis dan komen2nya.]

Tentu saja.

[Lilin: Boleh. Tolong ya?]

[Pangeran_Tjinta: Beres!]

Entah mengapa, entah sejak kapan, dan entah bagaimana, saat itulah jantungku mulai berdegub lucu yang tidak seperti biasanya.

Menyenangkan.

Hal yang baru.

Aku… mengharapkan sesuatu pada ini.