Remount Earth:Volume00 Chap.01

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

1st Tale : A Day Equals A Season

Kalian tahu kenapa aku – Elisa Rimm, yang biasa kalian sebut dengan nama ‘Bumi’ - memiliki empat musim?

Sederhananya, kalau manusia memiliki pagi, siang, sore, dan malam dalam satu hari mereka, maka satu tahun dengan empat musim memiliki arti yang sama bagiku.

Di musim semi, aku akan bangun, dan semua yang hidup di dalamku bagai memulai sebuah hari yang baru. Bunga-bunga bermekaran, es dan salju mencair, binatang dan serangga keluar dari tidur panjang mereka dan kembali ke berkeliaran di alam bebas.

Di musim panas adalah sama halnya seperti tengah hari bagi mereka yang hidup di atas diriku. Mungkin karena saat ini aku sedang dekat dengan Matahari, jadi panas yang menyengat membuat siapapun lebih terjaga...kalau tidak malas bergerak. Tapi hei, bukankah justru siang adalah saat-saat dalam satu hari di mana mahluk hidup harusnya paling sering beraktivitas?

Di musim gugur, aku mulai berbenah diri untuk tidur dan merapikan apa-apa yang ada di atasku. Kulihat juga manusia punya kebiasaan untuk berhenti bekerja dan pulang ke rumah mereka masing-masing bila sore hari menjelang, jadi kurasa analoginya sama denganku yang bersiap untuk beristirahat dan menutup hari.

Di musim dingin, aku lebih banyak terlelap. Mungkin sesekali aku bangun, hanya untuk melihat apa yang dikerjakan oleh mereka di atasku. Selama aku tertidur, tidak banyak kehidupan yang bisa kubantu, karenanya banyak tempat yang membeku dan banyak mahluk hidup memilih untuk mengurangi aktivitas mereka dibanding musim lainnya. Sesuai denganku, ini adalah musim istirahat.

Nah, seperti itulah empat musim yang kujalani setiap tahun.

Kenapa aku menceritakan soal musim-musim ini di awal?

Itu karena, tanpa musim-musim ini, tidak akan ada yang hidup di atasku.

Hmm..mungkin aku harus menjelaskannya lebih rinci biar mudah dimengerti, ya...

Mari kita mulai dari sejak awal aku menyadari kalau aku ada di dalam semesta ini.

Aku tidak tahu bagaimana alam semesta ini tercipta, atau bagaimana aku bisa ada di ruang angkasa seperti ini. Aku, sebuah benda bulat yang cukup besar bila dibandingkan kepingan-kepingan batu tak bernyawa yang terbang di mana-mana atau bintang yang bertaburan di sana-sini, pada awalnya bergerak tanpa arah.

Sampai aku akhirnya menemukan rekan-rekan planet yang kira-kira seukuran denganku (memang ada yang lebih besar atau kecil, tapi setidaknya kami semua tampak sepantaran), dan mereka menawarkan diriku untuk ikut berbaris dengan mereka.

Kami berbaris, dan dengan demikian kami saling menjaga satu sama lain dalam keteraturan dan tidak lagi terombang-ambing dalam kebimbangan di tengah ruang hitam raksasa bernama galaksi ini.

Karena acuan kami adalah sang Matahari (dia baik sekali mengizinkan kami berputar di sekelilingnya, padahal dia bintang yang sangat besar dan mengintimidasi), kami menyebut diri kami sebagai Tata Surya. Dan karena sejak awal ‘menetap di satu tempat’ adalah tujuan masing-masing dari kami, aku sangat berterimakasih bisa tergabung dalam Tata Surya ini.

Maka kami mulai berputar, mengelilingi sang Matahari dalam sumbu kami.

Seiring berjalannya waktu, aku menyadari kalau aku memiliki perbedaan yang cukup istimewa dibandingkan rekan-rekanku. Entah mengapa, semakin lama aku berputar dan mengelilingi Matahari, semakin banyak perubahan yang terjadi pada diriku.

Lintasan putaran kami berbentuk elips dan bukan lingkaran, jadi ada masanya di mana aku akan berada dekat Matahari, dan kadang jauh dengan Matahari. Perubahan posisi dalam setiap putaran itu memicu perubahan di atasku, di mana melalui serangkaian peristiwa---

---aku menciptakan empat musim.

Ah, sebenarnya bukan aku yang menciptakan. Lebih tepatnya, aku ‘mengembangkan’ musim karena cocok dengan isi dari diriku.

Saat aku berada di dekat Matahari, aku merasa hangat dan terjaga. Saat aku mulai menjauh, perlahan kesadaranku seolah mulai menurun....sampai aku bergerak mendekatinya lagi dan terbangun kembali.

Seperti itulah dasar terbentuknya empat musim.


Sejujurnya aku tidak pernah menyangka kalau terbentuknya empat musim ini pula yang kemudian membentuk kehidupan di dalam diriku.

Bagaimana itu bisa terjadi? Hehe, aku juga terkejut saat tahu, tapi kira-kira begini yang bisa kusimpulkan :

Karena adanya perubahan terus-menerus di atas diriku, beberapa unsur di alam (aku tidak yakin, karena unsur itu tidak selalu terlihat saking kecilnya) kemungkinan besar saling bertabrakan dan berikatan, kemudian berkembang menjadi satu bentuk setelah sekian lama melalui proses berulang-ulang, Mungkin juga karena aku memiliki kesadaran, ada semacam ‘energi kehidupan’ (yang ini cuma anggapanku sendiri) yang membuat bentukan tak teratur dari unsur itu menjadi bergerak...dan jadilah ‘mahluk hidup’ pertama di dunia!

Eh, tapi proses sebenarnya tidak semudah yang kau bayangkan lho. Itu tadi kan cuma penjelasan singkatnya saja.

Sebenarnya, karena terbentuk dari fenomena dengan sifat acak, ‘mahluk pertama’ yang tercipta dari tumbukan unsur-unsur di alam bebas ini tidak bisa dikatakan sempurna. Maksudku, bahkan dari bentuknya saja terlihat kalau dia itu berantakan. Tapi karena ini awal, dia juga jadi mudah sekali berkembang. Hanya perlu sekian waktu bagi mahluk ini untuk membelah, mungkin karena unsur bebas di atasku masih tidak stabil dan mudah bertumbukan dengannya. Dan kejadian ini ternyata tidak terjadi hanya di satu sudut diriku, tapi di berbagai tempat.

Maka lahirlah variasi ‘mahluk hidup’ dengan berbagai bentuk (berantakan) mereka.

Seiring berjalannya waktu, mereka berkembang...meski dalam ukuran waktu mereka yang hidup di atasku, itu pasti waktu yang sangat lama. Ah, saat kubilang berkembang, yang kumaksud adalah mereka menjadi lebih rapi dan enak dipandang.

Kalau tidak salah, sebutannya adalah ‘evolusi’.

Mahluk-mahluk itu berkembang dengan sendirinya. Tanpa kusadari, banyak dari mereka yang memenuhi lautan – bagian berair yang memenuhi permukaan diriku – dan berenang-renang bebas di dalamnya.

Kupikir mungkin kehidupan pertama tercipta di air karena semua mahluk hidup yang kulihat perlu air. Lagipula saat itu di darat belum ada apa-apa (cerita ini kusimpan untuk belakangan).

Hmm...sampai di mana kita?

Ah ya, kehidupan yang tercipta karena musim.

Kurasa ceritanya sudah selesai sampai di situ kalau sekedar soal penciptaan mahluk hidup di atasku. Sekarang kita akan sedikit melompat ke depan dan melihat apa yang kemudian terjadi jutaan tahun setelahnya.


Tak bisa kupungkiri kalau mahluk paling menarik yang hidup di atasku adalah manusia.

Aku akan membahas tentang manusia itu sendiri belakangan, tapi mari kita lihat kenapa manusia menarik dari sudut pandang keseharian dan tahunan mereka.

Manusia itu mahluk yang inovatif, dalam arti mereka bisa menciptakan sendiri hal-hal baru di dunia. Mereka tidak lagi berevolusi selama puluhan ribu tahun sejak kaum mereka pertama muncul di atasku, tapi mereka sendiri berkembang dengan menciptakan hal-hal baru. Seperti bangunan, pakaian, kebudayaan, dan lain-lain.

Dalam setiap hari, setiap manusia yang tinggal di seluruh belahan dunia nyaris tidak ada yang melakukan hal yang sama. Dan begitu pula dalam setahun. Pasti kegiatan manusia di satu tempat berbeda dengan di tempat lain.

Dan karena itulah setiap harinya selalu terjadi hal yang baru.

Setiap tahun juga tercipta hal yang baru.

Aku senang, karena semenjak mereka ada, aku tidak pernah bosan mengamati apa yang mereka lakukan.

Mungkin itu juga yang kuharap dapat kurasakan sekarang.


Musim Semi

Aku menghabiskan hari-hari pertamaku di atas diriku sendiri pada musim semi. Yang pertama kurasakan adalah ‘Aaah, ternyata musim semi ini memang saat yang dingin, namun mulai menghangat’!

Istilah yang tepat menggambarkan perasaanku menikmati musim semi ini adalah ‘segar’.

Sama seperti halnya melihat pagi hari, semua seolah dimulai dari saat ini.

Sekalipun dunia di atas diriku sudah sepi dari penghuni, setidaknya aku jadi tahu kalau pemandangan seperti ini memang lebih menyenangkan dilihat dari dekat. Aku melihat langsung bagaimana es dan salju mencair di berbagai tempat, binatang keluar dari tempatnya, dan bunga-bunga bermekaran kembali seperti baru saja bangun tidur.

Semua suasana itu seolah meneriakkan ‘Musim semi sudah tiba~!’ kepadaku. Dan aku hanya bisa tersenyum memikirkannya.

Padahal sudah tidak ada manusia lagi di atasku, tapi sekarang malah aku sendiri yang mencoba bagaimana rasanya menjadi seorang manusia.

Oh ya, meski di sini sudah tidak ada manusia lagi, beberapa hewan dan tumbuhan masih ada, meski dalam jumlah yang sedikit (mungkin mereka baru bermunculan lagi setelah manusia pergi dari muka bumi). Sayangnya, mereka tidak dihitung sebagai mahluk hidup yang memiliki ‘jiwa’, jadi pikiran dan kesadaran mereka sangat sederhana. Aku memang bisa mencoba untuk berkomunikasi dengan mereka, tapi rasanya tidak sama seperti mengobrol dua arah.

Kembali lagi ke topik musim semi.

Karena ini baru awal tahun, belum banyak hal yang bisa dikatakan berubah. Tumbuhan yang jumlahnya masih sedikit dan binatang yang seolah masih malu-malu untuk memulai hidup lagi belum memenuhi daratan kosong ini. Tapi aku yakin kalau mungkin rausan tahun lagi tempat ini akan menjadi rimbun dan ramai, jadi aku merekam baik-baik pemandangan kosong ini untuk mencatat di dalam pikiranku perkembangan apa yang akan terjadi setiap tahunnya.

Sekalipun aku menyebutnya sebagai awal, tidak banyak yang bisa kulakukan untuk membantu kehidupan berkembang lebih cepat. Akan membosankan kalau aku memaparkan hari-hariku di musim semi pertama, jadi kita lanjutkan saja ke musim berikutnya.


Musim Panas

Sesuai dugaanku, musim panas ternyata memang benar-benar panas.

Kalau bukan karena wujud ini, aku mungkin tidak akan menyadari Matahari punya pengaruh sebesar ini pada permukaan diriku. Air di lautan menguap lebih cepat, serangga jadi lebih banyak berbunyi (apa mereka tidak merasa kepanasan?), dan yah, bisa dibilang kalau siang adalah puncaknya hari, musim panas adalah puncaknya waktu dalam setahun.

Setidaknya yang kurasakan sih begitu.

Yang kontras adalah suhu di malam hari dan frekuensi turunnya hujan. Musim panas ini senang sekali membuat perubahan yang tiba-tiba, seperti ketika malam hari suhunya mendadak jadi lebih dingin dari biasanya, dan hujan turun saat kau bahkan tidak menyangka hujan akan turun.

Ngomong-ngomong, aku sebenarnya bisa saja memprediksi kapan hujan turun, tapi karena sedang berada dalam wujud manusia, aku lebih sering tidak menghiraukan perubahan-perubahan yang konstan terjadi di atasku supaya bisa lebih menikmati apa yang terjadi di sekitar aku yang berbentuk manusia.

Secara singkat bisa kukatakan kalau perubahan yang paling banyak terjadi adalah di saat musim panas.

Tumbuhan menjadi lebih giat tumbuh, mungkin karena bantuan hujan dan Matahari. Hewan juga lebih giat beraktivitas, mungkin karena semakin panas semakin banyak energi yang mereka perlukan untuk bergerak. Intinya, musim panas adalah musim yang meninggalkan kesan bersemangat!

Aku juga mencoba untuk melakukan hal baru di musim panas ini.

Didorong oleh rasa kepanasan, aku mencoba untuk menyelam ke dasar laut. Perlu kuberitahu kalau sekalipun aku bisa berwujud seperti manusia, bukan berarti aku perlu makan dan bernafas seperti mereka, makanya aku bisa hidup begitu saja di daratan yang kosong atau menyelam seperti ini.

Di dalam lautan yang luas, rasanya memang lebih sejuk ketimbang berada di luar. Mungkin Matahari tidak cukup kuat untuk membuat seisi lautan jadi panas, ya?

Di dalam laut juga kulihat masih banyak ikan yang berenang, walau jumlahnya tidak banyak, tapi aku senang mereka masih ada dan berkembang. Soalnya saat ini lautan lebih luas dari daratan dengan perbandingan kira-kira 1000 : 1, jadi aneh kalau laut sepi.

Setelah puas mengamati, aku kembali ke daratan. Beberapa pohon ada yang sudah mulai meninggi, dan beberapa hewan mulai berkembang biak.

Kurasa tidak perlu menunggu waktu lama untuk melihat perubahan-perubahan seperti ini.


Musim Gugur

Musim gugur adalah waktunya menyelesaikan apa yang belum selesai dan bersiap untuk istirahat panjang.

Setelah cukup bermain di musim semi dan musim panas, aku sendiri juga merasa musim gugur adalah saat yang tepat untuk lebih banyak menghabiskan waktu diam berpikir sambil menikmati alam daripada bergerak ke sana-sini. Kenapa ya?

Bisa kulihat beberapa pohon mulai menggugurkan daun-daun mereka, kelihatannya bersiap untuk menyambut musim dingin. Binatang juga mulai menyiapkan cadangan makanan, berburu tempat untuk didiami di musim mendatang, dan mencari hal-hal yang masih bisa mereka kerjakan sebelum musim berganti.

Dari sini aku jadi mengingat lagi soal manusia.

Meski mereka sudah tidak ada lagi di dunia ini, aku masih ingat kalau manusia sering mengaitkan musim gugur dengan seni dan keindahan. Kalau kupikir lagi, apa yang indah dari pemandangan di mana daun-daun berguguran?

Tapi kemudian aku berpikir kalau bukan itu makna yang mereka maksud.

Ini cuma menurutku sih, tapi mungkin musim gugur dikaitkan dengan keindahan karena musim gugur melambangkan sesuatu yang ‘akan berakhir’. Segala sesuatu yang memiliki usia pasti akan sampai ke titik di mana mereka menutup usia dan berakhir perannya di dunia ini.

Musim gugur cocok dengan hal tersebut.

Bagaimanapun juga, tak ada yang abadi di dunia ini. Memang ada yang bilang keindahan yang sebenarnya adalah yang berlangsung selamanya, tapi toh tidak akan ada orang yang bisa menikmati sesuatu selamanya, jadi mereka menghargai nilai-nilai keindahan dalam waktu mereka yang terbatas.

Hmm...apa memang benar seperti itu ya kaitannya?

Kurasakan semakin hari berganti, udara terasa semakin dingin, dan angin juga berhembus lebih kencang. Semakin kencang angin berhembus, semakin cepat pula dedaunan berguguran, hingga kini mulai terlihat beberapa pohon telah kehilangan daun mereka seluruhnya.

Aku pasti sudah menjauhi sang Matahari sekarang.


Musim Dingin

Dan sampailah aku ke musim terakhir dalam satu tahun.

Meski disebut terakhir, sebenarnya setelah ini masih ada lagi musim semi...tapi yah, intinya musim ini adalah penanda tahun akan segera berganti.

Apa yang paling menggambarkan musim dingin?

Tentu saja, suhunya yang dingin!

Berbeda dengan musim panas di mana masih ada panas dan dingin, di musim dingin sepanjang hari selalu dingin. Aku sama sekali tidak bisa menemukan kehangatan kecuali dengan menumpuk tanah dan bebatuan menjadi satu kubah atau membuat api – itupun tidak sepenuhnya menghilangkan rasa dingin yang ada.

Kurasa aku jadi mengerti kenapa aku biasanya malas mempertahankan kesadaran di musim ini. Aku yang sekarang saja sudah lebih malas bergerak ketimbang di musim-musim sebelumnya.

Yah, aku yakin musim semi akan datang, jadi meski harus melawan rasa dingin, terkadang aku keluar juga dari kubah buatanku untuk melihat keadaan sekitar.

Selain udara dingin, salah satu hal yang mendominasi musim dingin adalah warna putih. Salju memang tidak turun tiap hari, tetapi beberapa kali turun saja sudah cukup untuk memenuhi daratan tunggal di atasku ini menjadi putih.

Dan ternyata musim dingin tidak seburuk yang kukira.

Gunungan salju ini bisa kupakai untuk bermain dan melakukan banyak hal : meluncur dari ketinggian, membuat boneka atau rumah salju, dan bahkan aku sempat membuat semacam replika hutan di tanah kosong hanya dengan salju. Untungnya, banyak bermain juga membuatku melupakan rasa dingin, jadi kelihatannya aku memang harus mengalihkan pikiranku ke hal-hal lain sepanjang musim dingin ini kalau tidak mau dikalahkan oleh suhu.

Oh ya, sebelumnya kukira lautan akan membeku, tapi ternyata tidak. Mungkin sama seperti musim panas, dingin di atas diriku ini tidak cukup untuk membekukan seisi lautan yang luas. Lagipula kalau seluruh lautan beku, apa ikan-ikan di dalamnya baik-baik saja?

Kulihat di danau dan sungai yang membeku (mungkin karena lebih kecil dari laut, mereka bisa beku), ikan-ikan berenang di bawah es. Setelah mengamati beberapa saat, akhirnya aku tahu kalau yang membeku cuma bagian atas dari danau dan sungai, sementara bagian dalamnya masih berupa air.

Pantas mereka tidak kenapa-kenapa.

Beberapa binatang lain kadang terlihat berkeliaran di tengah musim dingin, tapi tidak banyak. Lebih banyak yang tidur dan menunggu musim datang lagi, persis seperti orang-orang yang tidur di malam hari sampai dibangunkan oleh Matahari di pagi hari.

Setelah puas menjelajahi isi dunia di musim ini, aku juga ikut tidur sampai musim semi datang lagi.


Demikianlah garis besar pengalamanku di empat musim~!

Apakah ini cukup menggambarkan soal pentingnya satu tahun dalam setiap putaran aku mengelilingi Matahari? Apakah ini cukup menggambarkan soal analogi musim dan hari?

Hm...aku tidak bisa meminta pendapat siapa-siapa...

Mungkin sebaiknya kusimpan dulu cerita ini...siapa tahu ribuan tahun lagi akan ada yang bisa menangkap pengalamanku ini sebagai sebuah pelajaran.

Earth Theatre #01

Pada suatu ketika, Musim Semi berkata pada Elisa Rimm, “Elisa, kenapa kau tidak berhenti mengitari Matahari di titik ketika giliranku hadir di atasmu tiba? Bukankah dengan begitu dunia akan mendapatkan musim semi sepanjang tahun? Aku yakin orang-orang pasti akan senang.”

Elisa pun menyanggupi karena Musim Semi berkata hal ini baik bagi mereka yang hidup di atasnya.

Waktu pun berlalu, dan orang-orang mulai menyadari kalau musim tidak berganti selama apapun waktu telah berlalu.

Seperti yang dikatakan Musim Semi, orang-orang pada awalnya memang senang karena musim yang paling menyenangkan bagi kebanyakan orang kini berlangsung untuk waktu yang lebih lama.

Namun ternyata semua itu hanya sementara.

Setahun berlalu, namun karena sepanjang tahun terus-menerus diisi dengan musim semi, orang-orang menjadi lupa akan waktu. Mereka tidak sadar kalau setahun telah berlalu, dan bahkan kini tidak lagi merasa musim semi sebagai sesuatu yang istimewa dan pantas untuk ditunggu-tunggu kedatangannya.

“Ternyata mereka tidak membutuhkanku sepanjang tahun,” keluh Musim Semi. “Aku jadi sedih karena mereka tidak lagi merindukan kedatanganku di awal tahun. Kukira mereka akan senang kalau aku hadir setiap saat, tapi ternyata itu hanya membuatku menjadi mudah terlupakan dan kehilangan kesan istimewa di hati mereka.”

Melihat Musim Semi bersedih, Elisa pun bergerak mendekat Matahari seraya memanggil Musim Panas untuk datang ke atasnya.

“Elisa, aku juga punya permintaan,” ujar Musim Panas sebelum menggantikan Musim Semi. “Aku ingin tahu mana yang orang lebih senangi, musim semi sepanjang tahun atau musim panas sepanjang tahun. Biarkan dirimu berhenti di titik ini dulu supaya musim tidak berganti.”

Merasa Musim Panas akan menolak muncul kalau Elisa menolak permintaannya, ia pun menyanggupi dan berhenti bergerak sekali lagi.

Akhirnya musim pun berganti, dan orang-orang menyambutnya dengan suka cita.

Namun semua itu tidak berlangsung lama, karena sejarah kembali terulang.

Kali ini tidak hanya orang lupa waktu, tapi juga mengeluh karena sepanjang tahun cuaca menjadi lebih panas dan lembab dari tahun sebelumnya. Menyadari kesalahannya, Musim Panas pun undur diri, dan mempersilakan Elisa untuk bergerak lagi.

“Kelihatannya mereka berdua terlalu menginginkan perhatian, ya,” ujar Musim Gugur ketika menghampiri Elisa yang kini bergerak menjauhi Matahari. “Tenang saja, aku tidak akan meminta hal seperti itu. Kurasa Musim Dingin juga setuju, karena tidak ada yang suka sesuatu yang berlangsung selama-lamanya. Justru karena semua itu bersifat sementara, maka kita bisa menghargai waktu di dalamnya.”

Elisa merasa kata-kata Musim Gugur ada benarnya, dan mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak lagi berhenti bergerak di satu musim.

Elisa terus berputar sehingga hari terus berganti, dan terus bergerak hingga berpindah posisi dari lintasannya dan dengannya musim ikut berganti.

Kini giliran Musim Dingin yang muncul di atas Elisa.

“Dibanding tiga musim lainnya, kelihatannya orang-orang lebih tidak menyukaiku,” katanya dengan nada sedih. “Meminta agara aku ada sepanjang tahun pun pasti cuma membuat semua orang menderita. Aku heran, kenapa kau tidak membuat adanya tiga musim saja? Kenapa aku harus ada?”

Musim Semi, Musim Panas, dan Musim Gugur melihat ke arah satu sama lain, kemudian sepakat untuk menjelaskan pendapat mereka masing-masing.

“Tanpa dirimu, aku tidak akan ada,” jelas Musim Semi. “Justru karena orang-orang melalui dirimu, mereka belajar bagaimana rasanya bertahan dalam situasi sulit, dan merasa mendapatkan balasan berupa kemudahan saat aku hadir.”

“Tanpa dirimu, orang tidak akan mengenal salju,” tambah Musim Panas. “Lagipula, mereka perlu beristirahat setelah beraktivitas sepanjang tiga perempat tahun, kan? Aku malah iri melihat orang lebih bersantai saat kau datang ketimbang saat aku datang.”

“Tanpa dirimu, kita tidak sempurna,” Musim Gugur menutup penjelasannya. “Dari apa yang sudah Musim Semi dan Musim Panas lakukan, kau seharusnya sadar kalau kita saling melengkapi, dan Elisa juga tidak bisa tidak melewati salah satu dari kita kecuali kalau ia berhenti.”

“...uuuuh,” Musim Dingin terisak-isak, namun bersyukur mendengar kata-kata dari ketiga musim lainnya. “Terima kasih, semuanya! Aku tidak akan berpikir seperti itu lagi!”

Dan keempat musim pun kini terus datang dan berganti sepanjang tahunnya.