Palatial Palover:Volume00 03

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

Chapter 03 – Shiroyanagi Shion (May)

Part 1

Aku tidak mengerti mengapa manusia tidak bisa menerima hukum rimba sebagai sesuatu yang benar secara sosial.

Bagaimanapun juga, pada dasarnya mahluk yang dikatakan beradab seperti manusia sekalipun berasal dari alam. Alam telah diciptakan sedemikian rupa sehingga kehidupan di dalamnya berjalan dengan sempurna, membentuk ekosistem yang sehat. Justru karena manusia menetapkan macam-macam budaya yang biasanya irelevan dengan kehidupan, manusia lebih rapuh secara sosial ketimbang binatang.

Setidaknya, masyarakat sosial memerlukan kesadaran akan hierarki. Dan itulah yang kutekankan sebagai seseorang dengan posisi tertinggi di SMA Kaminokuni ini.

Akan tetapi...

Di hadapanku berdiri seorang bocah yang tampak belum umurnya untuk duduk di bangku SMA, dengan rambut hitam mengkilap dan baju kebesaran. Bocah ini baru saja pindah ke SMA Kaminokuni sebagai murid kelas 2 sejak tahun ajaran baru dibuka di bulan lalu. Murid pindahan bukan hal baru di Kaminokuni, jadi bukan itu yang membuatnya begitu menarik perhatian banyak orang. Yang membuatnya begitu berbeda adalah karena dia berani berselisih pendapat denganku, orang nomor satu di sekolah ini!

Kalau dia hanya sendiri, mungkin aku bisa menggunakan kuasa penuh untuk memaksanya menuruti aturan yang berlaku.

Masalahnya...

Bocah ini entah kenapa dilindungi oleh Sumeragi Sakuya, malaikat – maksudku, orang nomor dua di sekolah ini. Sejatinya, aku dan Sakuya-san haruslah berdampingan sebagai sosok dengan posisi yang tinggi dan terhormat, karena bila para siswa melihat kami berseteru, tentu itu akan menimbulkan perpecahan dalam struktur esensial sistem sekolah berbasis independensi siswa ini. Ini merupakan hal serius yang tidak akan kubiarkan terjadi!

Tapi, kenapa?

Kenapa bocah ini begitu dilindungi oleh Sakuya-san?

Tidak, aku tidak cemburu karena waktu yang dihabiskan Sakuya-san bersamaku jadi berkurang sejak kemunculan bocah itu... Tidak!

Aku hanya ingin menegakkan aturan yang berlaku!

Bila para siswa memandang rendah aturan sebagai sesuatu yang bisa seenaknya dilanggar, maka aturan seperti apapun akan hilang makna keberadaannya. Aku adalah sosok penuh tanggungjawab yang senantiasa menjaga supaya aturan berjalan sebagaimana mestinya, dan selama setahun pertamaku di sekolah ini, aku bisa menegakkan seluruh aturan dengan baik, menghukum dan memperingatkan mereka yang melanggar, dan membuat kehidupan bersekolah di sini menjadi lebih tertib.

Karenanya, aku tak mengerti.

Bocah bernama Zork Nateromancer yang berdiri di depanku ini sudah melanggar aturan dengan menggunakan nama yang absurd sebagai namanya! Aku yakin itu bukan nama aslinya, karena dia berambut hitam, jadi pasti dia orang Jepang! Ini pelanggaran pertama.

Pelanggaran kedua, matanya begitu putih bersih, seolah-olah tidak memiliki susunan iris-pupil yang sama seperti manusia pada umunya. Ini pasti karena dia memakai lensa kontak berwarna, dan ini adalah hal yang tidak diperbolehkan di sekolah bila hanya untuk gaya dan bukan karena masalah kesehatan mata!

Dia juga memakai rompi penuh kantung berwarna kuning kehijauan yang sejak hari pertama aku melihatnya di sekolah ini tidak pernah ia lepas sepanjang hari, mulai dari tiba di sekolah hingga waktunya pulang. Ini bukan musim dingin, dan jelas ini pelanggaran ketiga karena mengenakan seragam yang tidak sesuai dengan aturan!

Dan yang paling penting adalah...

“Tidak bisakah kau membiarkanku lewat, atau aku harus menghadapimu dulu baru bisa lewat?”

...sebuah pisau lipat yang ia acungkan ke arahku.

Ini jelas pelanggaran berat. Membawa senjata tajam yang jelas-jelas tidak memiliki fungsi lain selain untuk melukai tidak akan pernah bisa kuterima!

Kalau bukan karena Sakuya-san yang selalu saja mengatakan untuk membiarkan anak ini melakukan apa yang ia suka, aku tidak akan menahan diri.

Tidak, lebih tepatnya saat ini aku tidak ingin lagi menahan diri.

Kalau dipikir lagi, semua ini terlalu aneh. Kenapa hanya dia, setelah selama ini, yang mendapat perhatian lebih dari Sakuya-san?

Bocah ini pasti sudah melakukan sesuatu pada Sakuya-san, dan mengancamnya supaya ia bisa mendapatkan berbagai macam pengecualian selama ada di sini!

Sungguh perbuatan tercela! Jangan harap aku masih punya kadar toleransi bila memang seperti itu yang sebenarnya terjadi!

“Aku tidak bisa membiarkanmu merusak aturan lebih jauh dari ini!” seruku lantang seraya membalas acungan pisau lipatnya dengan shinai di tanganku. “Bila memang bahasa yang kau kenal hanyalah kekerasan, maka dengan kekerasan pula aku akan menegakkan aturan bagi jiwa dan ragamu!”

“...aku tak mengerti, tapi intinya kau ingin bertarung denganku. Baiklah kalau begitu.”

Zork Nateromancer memasang sebuah kuda-kuda, masih dengan pisau di tangannya teracung mantap ke arahku. Aku sendiri kini menggenggam erat shinai dengan kedua tangan, bersiap menyambut apapun serangan yang akan ia lancarkan.

Di sekeliling kami, para murid berkeliling menonton pertarungan yang sebentar lagi akan berlangsung antara aku dan si bocah berpisau.

Jangan kira aku seperti bocah kaya yang terlalu dimanja dengan posisi nyaman dan tidak bisa melakukan apa-apa. Dengan shinai ini, sudah puluhan berandalan aku tertibkan selama kehidupanku di tahun pertama SMA, dan aku akan terus melakukannya. Ditambah dengan adanya penonton sebanyak ini, semua akan menjadi saksi untuk tidak sekali-sekali melawanku, dan mengambil pelajaran moral yang baik di pagi ini.

“5 menit. Aku akan melayanimu selama itu. Lebih dari 5 menit, aku harus menghentikan pertarungan kita karena bel akan berbunyi dan tidak ada siswa yang boleh terlambat menghadiri pelajaran pertama.”

“...jadi kau meminta aku menyelesaikannya dalam waktu singkat? Baiklah kalau begitu.”


Mendadak Zork Nateromancer menghilang dari pandanganku.

“Eh?”

ZRAAKKK!!

“Guh!?”

Dan mendadak pula ia muncul kembali tepat di depanku, menusukkan pisau lipatnya sekuat tenaga hingga menembus shinai yang kupegang di depan badanku.

“—kau gila!? Apa kau mau membunuhku!?”

“...? Jadi kita tidak boleh saling membunuh?”

“Tentu saja tidak, bodoh! Mana ada sekolah yang mengizinkan siswanya saling bunuh!?”

“Baiklah kalau begitu.”

Sekilas aku melihat Zork Nateromancer memutar arah pisaunya seperti memegang belati tentara terbalik, dan setelahnya ia mengayunkan pisau itu dalam posisi rendah, seperti hendak menghujamkan tinju ke arah perutku.

Tentu saja aku tidak membiarkannya. Secepat mungkin kuayunkan shinai, menepis laju tangannya sebelum sampai ke perutku. Ayunan kedua kuarahkan langsung ke pergelangan tangannya, dan berhasil melepaskan pisau tersebut dari genggaman tangannya.

Heh. Karena inilah senjata dua tangan selalu lebih superior!

Aku melancarkan ayunan ketiga ke arah pundak, namun Zork Nateromancer segera menunduk, mengambil kembali pisaunya yang terjatuh, lalu berguling menjauh.

Kembali jarak tercipta di antara kami berdua, sementara para siswa terlihat berdecak kagum, bahkan beberapa bertepuk tangan.

Hmph, mereka pasti mendukungku untuk memenangkan pertarungan ini.

“Mari kita selesaikan ini!”

Menjawab dukungan para siswa di sekelilingku, aku mengambil inisiatif untuk melakukan serangan balik. Dengan satu langkah besar, aku melompat ke depan menerjang Zork Nateromancer yang belum memperbaiki posisinya. Shinai di tanganku terayun tepat mengincar kepalanya, memastikan satu serangan ini akan mengakhiri semuanya!


“...selesai? Baiklah kalau begitu.”

Apa yang berikutnya terjadi sampai saat ini tak bisa kupahami.

Semuanya terjadi begitu cepat.

Tidak seperti saat pertarungan ini dimulai, Zork Nateromancer tidak menghilang dari pandanganku...

Namun sebaliknya...

Entah apa yang dia lakukan, namun aku merasa seolah Zork Nateromancer memenuhi pandanganku.

“Uwaaaaah!?”


DUGH

“--!?”

Segalanya mendadak berubah menjadi hitam.

Aku tak mengerti apa yang sedang kualami, tapi aku tahu apa yang terjadi.

Aku kehilangan kesadaran.


Part 2

“—begitulah ceritanya. Bagaimana pendapatmu, wahai temanku?”

Waktu saat ini menunjukkan jam istirahat bagi seisi SMA Kaminokuni.

Normalnya, aku akan ada di samping Sakuya-san dan sepupunya Hasuragi Mahiru untuk menyiapkan apapun yang Sakuya-san minta sebagai menu makan siang. Namun selepas kekalahanku yang begitu memalukan pagi tadi, aku merasa perlu mengembalikan harga diriku sebelum pantas bertatap muka lagi dengan sesama petinggi sekolah ini. Baru kali ini dalam kehidupanku aku terbangun di ruang kesehatan tanpa kuketahui bagaimana aku bisa berakhir di kasur untuk orang lemah seperti itu, dan ini jelas merupakan sebuah penghinaan bagi aku yang merupakan simbol kekuasaan.

Untuk itulah, aku mengutarakan masalah ini pada seseorang yang kuanggap sebagai penasihat, Rairumu Danzo.

“...kau bilang namanya Zork Nateromancer, bertubuh kecil, rambut hitam, mata putih, memakai rompi bertudung warna kuning kehijauan, dan selalu membawa pisau lipat?”

“Benar sekali. Apa kau mengenalnya?”

“...sejak tahun ajaran baru dia tinggal di rumahku.”

“PENGKHIANAT!”

Aku naik pitam. Tak kusangka...tidak cukup dengan Sakuya-san, dia merebut pula orang yang sudah kuanggap sebagai tangan kananku sendiri?

“Keterlaluan... Katakan padaku, kau dipaksa untuk menerimanya di rumahmu, kan?!”

“Ng, yah, bisa dibilang begitu.”

“Sudah kuduga!” Akhirnya aku mendapatkan kesimpulan tentang apa yang sebenarnya terjadi di sini. “Sosok jahat bernama Zork Nateromancer ini ingin menguasai sekolah dengan menggulingkan aku – yang merupakan penguasa tertinggi di sini – dari puncak hierarki, dan langkah pertama yang ia gunakan adalah merebut orang-orang terdekatku untuk menjatuhkan mentalku, lalu membuatku tampak memalukan di depan umum untuk menghilangkan kepercayaan publik! Sungguh rencana keji yang begitu terencana dengan rapi!”

“Uuuh... Kurasa kau terlalu berlebihan memikirkannya...”

Danzo berusaha menenangkanku, tapi ini jelas sesuatu yang tidak boleh ditanggapi dengan tenang-tenang saja seolah ini semua bukan masalah besar.

Bayangkan saja. SMA Kaminokuni ini merupakan satu-satunya SMA di kota Kaminokuni, yang artinya tempat ini menampung seluruh remaja di kota. Remaja adalah masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa, dari mereka yang bergantung pada orangtua menjadi bertanggungjawab dan mandiri terhadap diri sendiri. Singkatnya, tempat ini telah, sedang, dan akan selalu menjadi pusat pencetak generasi baru!

Kalau lingkungan SMA ini sampai tercemar barang sedikit saja...siapa yang tahu masa depan kota ini dan Jepang di masa yang akan datang?

“Shion, kukatakan saja sekarang. Jujur mungkin seharusnya aku merasa terhormat menjadi orang yang dekat denganmu (meski kau yang mendekatiku hanya karena Sakuya dekat juga denganku). Namun perlu kuberitahu, kau kadang terlalu serius menanggapi segala sesuatu. Aku mengerti kau orang dengan posisi tertinggi di sekolah ini...tapi kalau seperti ini, kau tampak seperti robot yang terpaku pada sistem. Ingatlah bahwa sebelum kau merupakan penegak aturan, kau juga seorang siswa. Kenapa tidak menikmati kehidupan sekolahmu yang tidak akan bisa kau ulang lagi? Dengan bermain bersama teman-teman di waktu kosong, misalnya. Atau mencari pacar (selain Sumeragi Sakuya) untuk mewarnai masa mudamu, misalnya.”

“Apakah aku salah menilaimu, atau kau sedang mengujiku?”

Sungguh pernyataan yang naif.

Kalau seorang sepertiku menempatkan diri pada posisi yang sama dengan murid biasa, apa yang terjadi pada keseimbangan hierarki ini nantinya? Jelas ini bertentangan dengan visiku untuk mewujudkan ekosistem sekolah yang sehat.

“Apapun saranmu, aku tetap merasa bibit kejahatan yang ditanamkan oleh Zork Nateromancer perlu diberantas secepatnya. Katakan Danzo, apakah kau sudah menjadi kaki tangannya?”

“Err, tidak?”

“Bagus! Kalau begitu jadilah double agent bagiku untuk mencari tahu kenapa dia bisa disukai oleh Sakuya-san, dan kalau-kalau dia punya kelemahan.”

“Kenapa orang sepertimu egois sekali, ya... Dengar, kau ini sebenarnya punya banyak pengagum karena kemampuanmu mengurus satu sekolah sebesar ini, dan aku tahu kau sebenarnya punya pengikut yang bisa digerakkan apapun yang kau perintahkan bila kau mau. Jadi, kenapa kau suka sekali membatasi diri?”

“...? Aku tak mengerti. Apa maksudmu membatasi diri?”

“Duniamu terlalu sempit. Di kepalamu cuma ada aturan dan sekolah ini. Dan kau seolah tidak mengenal perempuan lain selain Sumeragi Sakuya. Coba kau pikirkan dulu soal kalimatku ini, dan bicaralah denganku lagi lain kali. Kita sudah menghabiskan setengah waktu jam istirahat dan aku sebenarnya ada janji dengan pacarku. Sampai nanti!”

“...tunggu, kau sudah punya pacar?”

“Kami baru jadian akhir bulan Maret lalu. Aku belum cerita ya?”

“PENGKHIANAT!”


Rairumu Danzo telah menghilang dari penglihatanku beberapa menit lalu, namun semua interaksi yang baru saja berlangsung dengannya masih membekas dengan jelas di kepalaku.

Bila kulihat, ada beberapa poin penting yang dapat kutarik dari percakapan kami. Pertama adalah fakta kalau Zork Nateromancer memang tengah melakukan sebuah manipulasi tak terlihat di balik layar. Kedua adalah pernyataan Danzo kalau duniaku terlalu sempit. Dan ketiga adalah fakta kalau seorang Rairumu Danzo sekarang memiliki seorang kekasih.

—seorang kekasih. Seorang pendamping. Seorang dengan posisi sejajar.

“..........................”

Kini aku benar-benar geram.

Tak pernah kurasakan dalam satu hari kesabaranku diuji sedemikian rupa. Berani-beraninya....seseorang yang kusebut sebagai teman melangkahiku dalam hal hubungan seperti ini?!

Aku ingin membuat diriku menjadi lebih tinggi darinya lagi, tapi jelas tidak ada wanita yang pantas bersanding denganku selain Sumeragi Sakuya. Sementara saat ini, Sakuya-san bisa dibilang merupakan tawanan dari Zork Nateromancer. Artinya...bila aku menginginkan status yang sama seperti Danzo, aku tidak punya pilihan lain selain merebut kembali Sakuya-san dari cengkraman si biang kejahatan!

Oh? Setelah kupikirkan lagi, semua arah pembicaraan tadi sebenarnya mengarah padai satu garis lurus yang begitu jelas. Ternyata Danzo memang bisa diandalkan sebagai seorang penasihat.

Tak salah lagi. Yang perlu kulakukan memang hanya satu, yaitu mengalahkan Zork Nateromancer.

Dengan mengalahkan Zork Nateromancer, ia tidak akan bisa menguasai sekolah ini, duniaku tidak akan terkekang oleh bayang-bayangnya, dan Sakuya-san pasti berterima kasih karena telah kuselamatkan... Semua poin dari Danzo dapat kuatasi dalam satu tindakan nyata!

Sudah kuputuskan. Shiroyanagi Shion tidak akan jatuh sebelum Zork Nateromancer berhasil ia kalahkan!


Sore di hari yang sama, aku secara resmi namun rahasia membentuk ‘Komite Khusus Penanggulangan Pemberontakan SMA Kaminokuni’.

Aku memilih orang-orang terbaik dengan tingkat kepedulian dan kecintaan yang tinggi terhadap sekolah ini sebagai anggota, dan segera saja kami melakukan rapat perdana di saat yang sama dengan terbentuknya komite ini.

Tentu saja, materi program pertama kami adalah mengenai ‘bagaimana cara mengalahkan Zork Nateromancer’.

“Pertanyaan,” sahut seorang siswi yang tidak kuingat namanya. “Mengapa kita mengincar satu siswa, dan mengapa siswa ini mengancam stabilitas sekolah kita?”

Kepadanya kujelaskan segala hal mengenai skema terselubung di balik masuknya Zork Nateromancer ke sekolah ini, dan seisi komite segera terperangah mendengarnya.

“Benarkah itu? Kalau memang demikian, kita harus bertindak cepat!”

“...aku tidak menyangka sekolah kita mendapat ancaman seserius ini...”

“Aku sekelas dengan dia, apa aku harus memperingatkan teman-teman sekelasku tentang hal ini?”

“Kita perlu tahu semua hal tentang latar belakangnya – seingatku di antara seluruh siswa SMA ini ada seorang detektif remaja yang biasa dimintai tolong oleh polisi.”

“Shion-sama memang hebat, bisa menyadari pertanda buruk dan bergerak cepat membetuk komite seperti ini!”

“Demi SMA Kaminokuni!”

“Demi generasi muda Kaminokuni!”

Semangat seluruh anggota komite menjadi berkobar-kobar. Kami semua kini telah memiliki visi yang jelas dan misi pertama yang jelas pula, maka bagi kami sudah jelas apa yang masing-masing dari kami harus lakukan begitu rapat ini selesai nanti. Akupun selaku ketua membagi tugas. Peran dari seluruh anggota komite sangat bervariasi – mulai dari mengintai keseharian Zork Nateromancer, meneliti catatan kehidupannya, mencari kelemahannya, mengontak pihak-pihak terkait di dalam sekolah untuk bekerjasama menjatuhkan Zork Nateromancer, dan sebagainya.

Aku tersenyum puas.

Sebentar lagi, bocah itu akan merasakan betapa menakutkannya kekuatan pihak otoritas!


Part 3

“—begitulah ceritanya. Bagaimana pendapatmu, wahai temanku?”

Beberapa hari telah berlalu sejak aku membentuk Komite Khusus Penanggulangan Pemberontakan SMA Kaminokuni.

Saat ini, kembali aku meminta pendapat dari penasihatku, Rairumu Danzo. Aku sengaja tidak melibatkannya di dalam gerak-gerik anggota dalam komite menimbang dia akan menghabiskan banyak waktu bersama Zork Nateromancer selama tinggal dengannya, jadi akan sangat mencurigakan bagi target kami bila Danzo juga memegang misi yang sama dengan yang diemban oleh setiap anggota komite saat ini.

Di luar dugaan, respon yang kudapat kali ini tidak langsung berupa kalimat, melainkan sebuah gestur yang menunjukkan Danzo menutup wajahnya dengan telapak tangan.

“...kau, tidak pernah dengar istilah bullying, ya?”

“Tidak sopan sekali kau mengasumsikan orang yang berpendidikan tinggi sepertiku untuk tidak mengetahui istilah dalam bahasa Inggris seperti itu.”

“Pendidikanmu sama dengan pendidikanku di sekolah ini, kau tahu.. Tapi baiklah, jelaskan padaku apa menurutmu yang dimaksud dengan istilah bullying?”

“Hmm. Sebuah aksi penindasan yang dilakukan pihak opresif dengan semena-mena pada satu pihak kecil yang tidak punya kekuatan untuk melawan? Bagiku istilah itu tidak lebih ajang unjuk kekuatan, digunakan untuk menunjukkan siapa yang berkuasa di dalam satu wilayah – seperti halnya hukum rimba, ‘yang kuat yang berkuasa’.”

“Terkadang aku heran kenapa orang sepertimu bisa memegang posisi nomor satu di sekolah ini...”

Danzo tampak mengerutkan kening dan menaruh tangannya di dahi, kelihatannya tengah berpikir sebelum memberi masukan yang tepat seperti biasanya padaku.

“Shion, dengar. Sekolah ini – sejauh yang kutahu – menampung sekitar lima ribuan siswa, dengan luas wilayah yang bisa menandingi sebuah desa. Ada yang ingin kau koreksi?”

“Tidak, kau benar. Lanjutkan.”

“Bayangkan ini sebuah negara, dan bayangkan kalau seisi negara mengincar satu orang. Kau sebut apa orang itu?”

“Buronan nasional?”

“Nah. Sekarang ubah pola pandangmu menjadi satu sekolah memusuhi satu orang. Kau sebut apa orang itu?”

“Kriminal... Tunggu, sejujurnya aku belum mengerti kau mau membawa ke mana arah pembicaraan ini.”

“...baiklah, kelihatannya aku salah menggunakan perumpamaan yang tidak kukuasai. Intinya, bagiku tindakanmu ini tak lebih seperti bullying massal. Kau mengerjai dia, mengisolasi dia, bahkan mengawasinya terus seperti tahanan tanpa ruang. Awalnya kukira ada apa dengannya...ternyata kau dalang di balik semua ini.”

“Dalang? Justru dia dalang dari skema jahat yang belum terlihat! Dan aku sedang berusaha menghentikannya sebelum terlambat!”

“(..kalau saja aku bisa memberitahumu bahwa Zork ini alien...kau bermain-main dengan nasib bumi kalau dia benar-benar alien sungguhan...)”

“...? Kau mengatakan sesuatu?”

“Tidak, lupakan. Aku hanya perlu mengetahui satu hal – kau tidak punya niat untuk berhenti hingga dia ‘kalah’, kan?”

“Ya.”

“Apa definisi ‘kalah’ di sini?”

“Mengusirnya dari sekolah ini, tentu saja. Atau setidaknya, membuatnya menghentikan apapun yang ia rencanakan, atau memutus hubungannya secara permanen dengan Sakuya-san.”

Danzo memindahkan tangan yang sedari tadi ia taruh di dahi ke dagu. Apa ini tandanya dia sudah memikirkan sebuah pendapat baru?

“Biar kuulangi. Kau membentuk komite ini dengan visi melindungi sekolah, dan misi pertama mereka mengalahkan Zork Nateromancer. Saat ini kau sudah melakukan investigasi menyeluruh kepadanya, memberlakukan isolasi sosial, dan meski tidak ada penindasan fisik terhadapnya sejauh yang kudengar, kau benar-benar menekannya dengan segala cara di setiap kesempatan yang ada. Benar begitu?”

“Tepat. Kurasa aku tidak perlu mengatakan sesuatu dua kali bila berbicara denganmu.”

“Dan apa yang kau dapat hingga detik ini?”

Ini dia.

Inilah alasan mengapa aku kembali berkonsultasi dengan Rairumu Danzo : karena upaya intensif kami dalam beberapa hari ini tidak membuahkan hasil.

Aku tidak bisa mengorek apapun tentang latar belakang Zork Nateromancer, tidak pula ia merasa terganggu dengan tidak adanya orang yang berkomunikasi dengannya selama ia berada di sekolah. Pihak intelijen kami juga selalu gagal membuntutinya, bahkan beberapa laporan mengatakan ada anggota yang kehilangan kesadaran beberapa saat setelah mencoba mengekornya sepulang sekolah.

Kesimpulannya, Zork Nateromancer adalah lawan kelas berat.

Aku perlu sebuah cara lain untuk mengetahui apa yang bisa kulakukan untuk mengalahkannya!

“Aku enggan mengakui ini, tapi kami tidak mendapat apapun yang berarti mengenai dia.”

“Sudah kukira,” sambung Danzo. “Aku yang tinggal dengannya saja masih belum mengerti mahluk macam apa dia sebenarnya. Kalau kau tanya pendapatku, aku tidak merasa pernah melihat sesuatu yang bisa kusebut sebagai suatu kelemahan darinya. Dan kalaupun aku tahu, kurasa aku tidak punya kewajiban untuk memberitahumu.”

“PENGKHIANAT!”

“Pengkhianat dari mana?! Aku bahkan bukan anggota komite-mu, kenapa aku harus menuruti apa katamu?!”

“...jadi kau ingin mendapatkan posisi? Itukah yang kau incar?”

“Tidak, cuma orang sepertimu saja yang berpikiran seperti itu.”

Pembicaraan kami tidak mencapai ujung yang konklusif. Aku tidak mendapatkan sesuatu yang berguna dari Danzo kali ini, dan dia kelihatannya tidak menawarkan informasi atau opini apapun mengenai pergerakan yang kulakukan terhadap Zork Nateromancer saat ini.

“Kenapa kau tidak berpikir begini : kalau usaha seperti ini tidak menghasilkan apa-apa, bukannya justru itu tandanya sebaiknya kau berhenti?” tanya Danzo lagi.

“Kau ini sebenarnya ada di pihak siapa?”

“Sebisa mungkin aku beruasaha netral kurasa, toh aku tidak punya kepentingan apapun, tidak sepertimu yang harus mengkhawatirkan isu seperti kedatangan satu murid baru yang tidak kau suka menjadi suatu masalah berskala satu sekolah.” Danzo kemudian mengalihkan pandangannya ke arah menara jam, lalu berkata, “Ngomong-ngomong, kelihatannya aku harus undur diri lagi sebelum paruh pertama jam istirahat ini habis.”

“...pacarmu lagi?”

“Tidak, hari ini Zork memintaku untuk mengantarnya berkeliling melihat semua penjaja makanan dan menu yang ada di sekolah ini, jadi—“

“PENGKHIANAT!”


Rairumu Danzo telah menghilang dari penglihatanku beberapa menit lalu, namun semua interaksi yang baru saja berlangsung dengannya masih membekas dengan jelas di kepalaku. Bila kulihat, ada beberapa poin penting yang dapat kutarik dari percakapan kami. Pertama adalah fakta kalau Zork Nateromancer kelihatannya memang mustahil ditekan secara mental ataupun sosial. Kedua adalah pernyataan Danzo mengenai bullying. Dan ketiga adalah fakta kalau seorang Rairumu Danzo memintaku berhenti melakukan apa yang sedang kulakukan.

Aku heran. Setelah mengenalnya sekian lama, benarkah Danzo tidak lagi memberiku nasihat yang berarti?

...tidak. Mungkin ada sesuatu yang ia maksudkan secara implisit seperti beberapa hari yang lalu... Coba kupikirkan lagi.

Danzo memintaku berhenti melakukan apa yang sedang kulakukan, tapi sama sekali tidak pernah mengatakan untuk berhenti berusaha mengalahkan Zork Nateromancer. Kalau memang itu yang dia maksud, mungkin dia sebenarnya menyarankan agar aku mengubah metodeku karena apa yang kulakukan beberapa hari ini salah?

Masuk akal, kalau mengingat poin pertama barusan menekankan bahwa hal-hal seperti itu memang tidak banyak berefek pada Zork Nateromancer.

Jadi dia ingin memperbaiki kesalahanku? Ternyata Danzo begitu pengertian!

Dan mengingat dia berapa kali menyinggung soal bullying, juga sesuatu tentang sekolah yang seperti sebuah negara...kurasa pasti ada pesan tersembunyi di sini!

Bullying yang kutahu memang tidak selamanya berupa kejahilan. Pada tingkatan yang lebih tinggi, pihak penindas dapat melakukan kekerasan fisik dan menekan pihak yang tertindas sepenuhnya hingga tidak bisa melawan. Semakin kuat tekanannya, semakin kuat pula luka yang ditimbulkan, dan semua itu dapat berujung pada penarikan diri dari kehidupan sekolah bila tidak ditangani.

Sebentar, penekanan total? Inikah yang dimaksud Danzo? Ternyata aku perlu mengubah tindakan komite ke level yang lebih tinggi!

Jadi dia ingin aku tidak sekedar melakukan sesuatu yang sifatnya diam-diam, tetapi sesuatu yang lebih nyata dan menimbulkan trauma?

...wah. Tidak kusangka orang yang kelihatannya damai seperti dirinya akan memberikan saran sebrutal ini.

Tapi demikian, alasan dia menyinggung soal aku yang memiliki posisi tertinggi di sekolah ini menjadi masuk akal. Bila pihak yang melakukan penindasan adalah pihak yang berwenang, terlebih lagi tidak ada pelanggaran aturan dan bahkan tindakan tersebut merupakan bagian dari misi demi kepentingan sekolah, maka bullying ini bukan lagi sesuatu yang buruk secara norma!

Astaga, Danzo! Kau benar-benar penasihat yang jenius!


Part 4

Aku tidak setuju dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa jumlah saja tidak akan dapat memenangkan segalanya.

Manusia itu mahluk sosial. Sejak kecil di dalam kepala siapapun pasti sudah ditanamkan pemahaman bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, dan senantiasa butuh keberadaan orang lain. Saat manusia tidak bisa mendapatkan bantuan dari orang lain atau berada dalam keadaan di mana ia hanya sendirian, saat itulah ia berada dalam sebuah titik lemah.

Dengan kata lain, jumlah selalu menunjukkan kekuatan. Semakin banyak jumlah orang di dalam satu pihak, semakin jauh mereka dari kelemahan. Sesuatu yang sangat sederhana, bukan?


Sore hari adalah saat di mana para siswa SMA Kaminokuni seharusnya pulang dari sekolah. Selain kegiatan klub yang sudah disetujui atau kegiatan sekolah lain yang memang mendapat izin, tidak ada siswa yang diperbolehkan untuk tetap berada di sekolah di luar jam aktivitas sekolah. Siapapun yang melanggar aturan ini tentunya perlu diberikan hukuman supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.

Sore hari adalah saat di mana para siswa SMA Kaminokuni mulai mengosongkan sekolah. Namun untuk satu alasan, sekolah di sore hari ini belum benar-benar kosong.

Alasannya adalah, karena aku meminta Komite Khusus Penanggulangan Pemberontakan SMA Kaminokuni untuk tetap berada di sekolah usai jam pelajaran berakhir.

Tentu saja, dengan izinku sebagai pemegang peraturan, tidak ada satupun dari anggota komite yang melanggar peraturan jam sekolah meski matahari semakin lama hendak terbenam di langit barat sana.

Lain halnya dengan seorang siswa bernama Zork Nateromancer.

“Kau tertangkap basah masih berada di sekolah di luar jam yang sudah ditentukan! Pelanggar peraturan!”

Dia tidak punya alasan untuk tetap berada di sekolah, tapi di sinilah dia berada sekarang – di dalam lingkungan sekolah di waktu yang salah. Jelas sudah kalau dengan ini posisinya telah menjadi seorang kriminal karena melanggar peraturan.

Di depan taman yang menghubungkan gerbang sekolah dengan kompleks gedung sekolah, sekali lagi aku melakukan konfrontasi terbuka pada target yang satu ini. Dia tidak akan bisa lari atau sembunyi. Kami menang jumlah. Aku telah memerintahkan agar setiap pintu masuk dari setiap gedung dikunci, dan setiap gerbang menuju keluar dijaga. Zork Nateromancer tidak punya pilihan lain selain menyerah pada pihak kuasa pemegang peraturan – aku – kali ini!

Seperti yang sudah dikatakan oleh Rairumu Danzo, tujuanku hanya satu.

Mengalahkan Zork Nateromancer.

Dan kekalahan itu akan kuraih dengan pengakuan yang keluar dari mulutnya.

“Sekarang akui semua kesalahanmu, termasuk apa yang kau rencanakan di sekolah ini!”

Zork Nateromancer memandang ke sekeliling, melihat ke arah para anggoita komite yang tengah mengepungnya, lalu ke arahku yang berdiri tepat di hadapannya.

Matanya tampak kosong.

Namun pandangan kosong itu tidak akan bisa mengelabui mataku yang jernih. Semua sudah jelas di mataku. Dia bersalah, dan kesalahannya sudah ia buat sejak menginjakkan kaki di sekolah ini.

“...kesalahanku? Kesalahanku adalah tidak segera mencoba makanan bernama ‘pizza’ sejak tiba di bumi.”

“..........?”

“Baru hari ini Danzo mengenalkan makanan seperti itu padaku. Karena ada banyak rasa, aku tak yakin harus memilih yang mana.”

“Stop. Kita bukan sedang membicarakan pengalaman kulinermu di sini.”

Dia pasti melantur. Apa sebenarnya dia ini memang seorang anak berusia bocah yang cepat lelah di sore hari?

Ya, mungkin begitu. Pantas omongannya tidak ada hubungannya dengan situasi yang ia hadapi saat ini.

“Kupikir sudah saatnya kau menyerah. Ada 100 orang anggota komite buatanku di hadapanmu, dan kami siap melakukan apapun untuk membuatmu mengeluarkan kebenaran atas rencana busukmu terhadap sekolah ini, dan—“

“—ah, aku harus segera pulang. Danzo bilang malam ini kami akan memesan pizza untuk makan malam.”

“..........”

Ini pasti sebuah trik. Dia sengaja bertingkah lugu untuk mengalihkan pembicaraan dan tidak membuat informasi yang kuinginkan keluar dari mulutnya. Benar-benar lawan yang lihai.

“Kelihatannya bicara pun percuma.”

Aku menjetikkan jari, memberi aba-aba sebagai tanda agar setiap anggota komite bersiaga. Setidaknya kami punya alasan untuk membenarkan tindakan yang akan kulakukan setelah ini karena Zork Nateromancer saat ini berada di posisi pelanggar peraturan.

“Kalau memang harus dengan kekerasan sebuah kebenaran ditegakkan, maka aku tidak akan segan-segan melakukannya.”

Dengan shinai teracung di tanganku, seketika itu pula seluruh anggota komite bergerak untuk menangkap Zork Nateromancer!

“...kalian ingin kekerasan? Aku tidak bisa berlama-lama, tapi baiklah kalau begitu.”

Samar-samar kudengar bocah itu masih mengucapkan omong kosong seperti biasanya. Huh, kita lihat saja. Diserbu oleh 100 orang tanpa jalan keluar dan formasi pengepungan yang sempurna seperti ini, siapapun tidak akan bisa semudah itu me—

“GYAAAAAHH!!”

“—!!?”

Suara erangan.

Bukan berasal dari satu orang. Dan suaranya terus bertambah.

Satu demi satu setiap orang di sekelilingku berjatuhan dan mengerang kesakitan.

...apa lagi yang kali ini mahluk jahat itu lakukan?!

“Zork Nateromancer! Di mana kau!?”

Sebagian besar dari anggota komite yang belum tumbang segera memperbaiki posisi dan membentuk barisan berlapis dengan rapi. Melepas kepungan yang sebelumnya terfokus ke satu arah, kini sosok yang seharusnya berada di tengah kepungan itu justru tidak lagi terlihat oleh kami semua.

Sejak awal aku sudah tahu dia bukan orang biasa. Seharusnya aku tidak selengah ini sampai membiarkan korban berjatuhan!

Kuenyahkan penyesalan yang sesaat muncul itu dengan konsentrasi. Dalam hitungan beberapa detik berikutnya, kembali kulihat ada anggota komite yang jatuh begitu saja, seolah baru diserang oleh hantu yang tidak terlihat.

“Ketua! Tolong—“

Tapi gerakanmu tidak akan bisa mengelabui mataku lagi!

“Oryaaaaa!!!”

Sebelum salah seorang anggotaku yang tak berdaya menerima serangan yang tak bisa ia hadapi sendiri, aku melompat menerjang dan menahan sosok bocah dengan dua senjata di tangannya.

Berhasil! Aku bisa mengimbangi kecepatannya kali ini!

“Ketua berhasil menahannya! Ini kesempatan kita!”

“Semua, serang dia!”

“Oooooooooooooooooohh!!”

Melihat Zork Nateromancer kembali dapat ditangkap oleh mata mereka, para anggota komite dengan cepat menyambutnya dengan bergerak ke arahku, seraya melancarkan serangan mereka ke arah si jahat.

Sialnya, lagi-lagi respon bocah ini lebih cepat dari serangan yang sanggup para anggotaku lancarkan padanya.

Alhasil, rombongan anggota komite yang awalnya berniat mengeroyok si bocah justru kembali diserang oleh ‘sesuatu yang tak terlihat’.

“Semua, tahan serangan! Mereka yang masih berdiri, saling jaga punggung rekan kalian masing-masing dan lakukan balasan begitu dia muncul! Kalian hanya perlu konsentrasi untuk menangkap gerakannya! Kita tidak sedang melawan hantu di sini!”

Semua anggota komite segera bergerak teratur mengikuti arahanku. Bagus. Seharusnya aku bisa mengurangi laju pengurangan jumlah anggota kami selama pertarungan ini.

Tampaknya aku tidak bisa mengharapkan pertarungan dengan durasi panjang. Kalau ucapan Zork Nateromancer tentang ‘tidak ingin berlama-lama’ adalah sebuah indikasi, ia pasti ingin mengakhiri semuanya secepat mungkin. Ya, dia pasti akan melakukannya. Dia selalu melakukan sesuatu persis seperti yang ia katakan. Kalau memang begitu, aku tidak bisa membiarkan anggotaku berjatuhan lebih banyak dari ini!

“Dia muncul!”

Lagi-lagi beberapa anggota komite jatuh, namun kali ini respon balasan kami lebih cepat dari sebelumnya. Zork Nateromancer sukses tidak mampu begitu saja keluar dari serbuan kami, dan aku tidak mau berdiam diri membiarkannya lari dan menghilang lagi!

Aku mengayunkan shinai-ku dengan kecepatan tinggi. Dalam kepungan yang rapat di sekelilingnya, Zork tidak mampu lari dan terpaksa menahan seranganku dengan pisau lipatnya alih-alih mengelak.

“Sekarang!”

Serentak semua bergerak seperti sebelumya – menyerang ke satu arah, yaitu Zork Nateromancer.

Aku tidak melepaskan pandangnaku dari sang bocah berpisau. Satu tangannya yang memegang pisau lipat jelas berusaha menahan tekanan dari shinai-ku, dan bila ia mencoba berbalik untuk kabur, aku akan dapat segera menyerangnya dari belakang. Sebaliknya, kini ia harus bersiap menerima serangan dari belakang oleh anggota komite yang mengepung kami.

Seperti itulah yang kubayangkan saat ini tengah terjadi. Sekali lagi, aku memastikan ia tidak akan lari.

Namun seolah mengejek dalam setiap langkahku, yang terjadi lagi-lagi sesuatu yang tidak kuantisipasi.

DUAGH!

Suara benda keras secara berturut-turut timbul di sekeliling kami, menjatuhkan mereka yang seharusnya berhasil melancarkan serangan kepada Zork Nateromancer pada detik ini.

Apa lagi yang menggagalkan kami sekarang?!

Kulihat tangan Zork yang memegang pisau lipat masih menggenggam erat senjata tajam itu.

Paraparo03.jpg

Tetapi di situlah aku lengah. Aku sama sekali tidak menyangka bahwa ia memegang ‘senjata’ lain pada tangannya yang satu lagi.

...sebuah yoyo.

Jelas tidak terlihat sebagai sebuah senjata. Kontras dengan pisau lipatnya, sejak tadi benda yang tersembunyi dalam kepalan tangannya itu luput sebagai sesuatu yang mengancam bagiku.

Namun jelas aku melihat benda tersebut menghantam setiap kepala para anggota komite yang berusaha mendekati sosok Zork tadi.

“Ah!”

Berhasil membuka jalan dengan serangan yoyo itu, Zork tidak lagi berada di depanku.

Aku mengedarkan pandangan dan melihat ia menghadapi beberapa anggota komite dalam jarak beberapa meter dari tempatku berdiri. Sejak kapan ia sudah berpindah tempat sejauh itu?

Sial.

Sial sial sial sial!

Tidak adakah yang bisa kulakukan untuk membalikkan keadaan ini!?

“Zork Nateromancer! Berhenti menyerang bawahanku dan hadapi aku! Kita akhiri semuanya sekarang!”

Mendengar ajuan untuk mengakhiri semua ini, Zork terlihat berbalik menatapku.

“...jadi semua berakhir kalau aku bisa menjatuhkanmu? ...aku belum menyerangmu karena kukira kau harus dijatuhkan paling akhir... tapi baiklah kalau begitu.”

Ini dia.

Kedua tanganku dengan amat erat menggenggam shinai yang siap menyambut kedatangan sosok dengan rompi cerah yang melesat ke arahku.

Dia datang!

“Semuanya, lindungi ketua!”

.....eh?

“Ooooooohhh!!”

Apa....ini?

Entah siapa yang memberi aba-aba, tapi aku tidak minta dilindungi!

“Kalian! Jangan menghalangiku!”

Para anggota komite sama sekali bukan lawan yang sebanding dengan Zork dalam serbuan kekuatan penuhnya. Jelas kejatuhan mereka hanya mengulur sedikit waktu lebih lama sebelum aku dan dia bertemu.

Akan tetapi, aku tetap tidak mengerti. Kenapa mereka semua bergerak seenaknya?

“Ketua...gerakannya itu...dia bukan manusia...larilah selagi bisa...”

“......aku tidak peduli dia itu manusia atau monster; selama ia berada di sekolah ini sebagai seorang siswa, ia adalah seseorang yang harus mengikuti peraturan! Dan selama aku masih berdiri tegak di sini, akulah peraturannya!”

Di tengah kekacauan yang terjadi, aku meraung keras.

Di sini aku berdiri tegak, dan di sini aku memantapkan posisiku, statusku, sebagai yang tertinggi dan yang paling berkuasa!

Aku tidak akan lari! Tidak dengan kepercayaan sebesar ini!

Barisan terakhir anggota komite yang berusaha melindungiku akhirnya tumbang oleh yoyo milik Zork.

Aku sudah menunggu saat ini.

“Berhentilah di sini!”

Zork belum sepenuhnya menarik yoyo di tangan kiri kembali ke dalam kepalannya – dan tangan itulah yang kuincar!

Aku mengayunkan shinai-ku sekuat tenaga ke arah tangan yang terbuka itu, berhasil membuat bagian tubuh kirinya kini tanpa penjagaan.

Zork berusaha memutar seluruh tubuhnya ke arah kiri – bersama dengan ayunan tangan kanannya yang menggenggam pisau lipat –, namun di posisi tersebut shinai yang kupegang melancarkan serangan lanjutan secara horizontal ke arah sisi tubuhnya.

Serangan itu masuk. Aku berhasil mendaratkan sebuah serangan padanya!

Tubuh kecil Zork Nateromancer terpelanting karena seranganku.

....namun aku sama sekali tidak bisa berbangga hati. Tidak ketika perhatianku teralih pada benda yang baru saja berhasil melancarkan serangan tersebut.

Shinai dalam genggamanku entah bagaimana sudah terlilit dengan yoyo miliknya.

Bocah ini...bahkan ketika menerima serangan dariku sekalipun, ia sendiri masih sempat melakukan sebuah serangan balasan?

Kulihat Zork sama sekali tidak terkapar di tanah setelah terpelanting barusan. Kakinya berpijak dengan mantap di tanah, dan dengan satu gerakan kuat–

“–guh?!”

–dia menarik tubuhku ke arahnya.

Aku tidak sempat berpikir apapun, ketika melihat apa yang akan menyambutku ketika jarak di antara kami telah tiada .

Sebuah mata pisau lipat yang sudah terhunus ke arahku.


Ini tidak mungkin...

Bukankah seharusnya jumlah berarti kekuatan? Bukankah kekuatan berarti kebenaran? Bukankah aku berada di pihak yang benar dan dia yang salah?

Aku....

Part 5

Saat kesadaranku kembali, aku mendapati diriku tengah berbaring di sebuah tempat yang asing.

...tidak. Setelah kuperhatikan baik-baik, aku tahu tempat ini. Beberapa hari yang lalu aku juga ada di tempat ini.

Ini...kasur di ruang kesehatan?

Cih. Jadi sekali lagi aku terbaring di tempat orang lemah begini. Sungguh memalukan. Kalau begini terus, aku tidak punya muka untuk kembali bertemu dengan Sakuya-san...

“Oh, kau sudah sadar?”

–? Suara ini–

“Sakuya-san?! Sejak kapan kau–“

Aku hendak bangkit dari perbaringanku, namun Sakuya-san mengayunkan punggung tangannya hingga bertemu dengan jidatku. Akupun tersungkur kembali ke kasur.

“Ukh...sungguh memalukan. A, aku tidak punya kata-kata untuk menjelaskan keadaanku ini padamu..”

Aku menutupi wajahku dengan lengan, tak kuasa melihat ekspresi macam apa yang sedang ditunjukkan oleh Sakuya-san bila melihatku seperti ini.

“...aku tidak perlu mendengar cerita darimu, kok. Danzo sudah menceritakan semuanya padaku. Lagipula, kau pikir siapa yang menghentikan pertarunganmu dengan Zork sebelumnya? Kalau aku tidak ada di sana, mungkin kau sudah tidak sekedar terbaring di sini lagi.”

–? Apa aku tidak salah dengar?

“Sakuya-san...kau, menolongku?”

“Tidak. Lebih tepatnya, aku menolong sekolah ini supaya tidak terlibat kekacauan yang lebih jauh akibat ulahmu.”

Kekacauan? Apa yang ia maksud dengan kalimat itu?

“Dengar, kita sudah saling mengenal sejak kecil, Aku tahu persis sifatmu yang senang sekali membuat masalah kecil menjadi dibesar-besarkan, dan apa yang terjadi sekarang adalah salah satu contohnya. Kau beruntung aku dan Mahiru masih sempat memanggil anggota Badan Siswa untuk menolong para anggota komitemu yang tidak berdaya melawan Zork. Beruntung pula Zork itu penurut, jadi dengan sedikit penjelasan dariku saja dia setuju untuk berhenti mengincarmu dan pulang tanpa membuat keributan lebih jauh. Intinya, kita harus bersyukur masalah yang kau buat ini tidak perlu menjadi lebih besar lagi. Kalau sampai para murid biasa tahu...”

“...dengar dulu, Sakuya-san. Zork Nateromancer itu, diam-diam dia menyimpan sebuah skema jahat untuk menggulingkan kekuasaanku di sekolah ini!”

Aku menyuarakan alasanku, dan Sakuya-san tampak terkesiap mendengarnya.

“Aku tidak bohong. Apa yang ia lakukan padamu dan Danzo sudah menjadi indikasi, dan itu sudah patut untuk dicurigai! Aku juga sudah mengumpulkan bukti bahwa–“

“Stop. Aku sudah tahu kau pasti salah paham dan selalu menganggap pendapatmu sendiri benar tanpa melihat masalah secara objektif.”

“Ta, tapi...”

“Biar kujelaskan. Aku mengawasi Zork karena akulah yang mengerjakan berkas kepindahannya ke sekolah ini, dan orang yang menitipkannya padaku memang memintaku untuk menjaganya agar tidak terlibat masalah selama bersekolah di sini. Apa yang kau lakukan adalah contohnya. Sementara untuk Danzo...dia hanya menumpang tinggal. Tidak kurang tidak lebih. Kau juga bisa lihat sendiri kalau Danzo baik-baik saja setiap hari dan tidak kurang suatu apapun meski tinggal bersama Zork yang begitu ingin kau jadikan sosok antagonis. Sekarang, bisa kau terima fakta ini dengan lebih tenang?”

“......”

...haruskah aku menerima semua ini begitu saja?

Kata-kata Sakuya-san bagai sebuah bantahan yang membuat semua yang sudah kulakukan sejauh ini terasa sia-sia.

Tidak. Katakanlah aku menerima kalau memang seperti itu kenyataannya. Tidak hanya semua yang kulakukan sia-sia, kekalahanku dua kali dalam menghadapi Zork sudah membuatku kehilangan muka sebagai penguasa, dan ditambah lagi semua seolah membuatku menjadi pihak yang salah.

Aku menggertakkan gigi menahan kekecawaan yang luar biasa ini.

Aku tidak ingin memperlihatkan wajahku pada Sakuya-san.

Bisakah kita mengakhiri pembicaraan ini? Aku lelah. Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan besok, ketika aku kembali bersekolah.

“......”

Tidak ada suara yang keluar dari mulutku, tidak pula aku mendengar Sakuya-san melanjutkan pembicaraan kami.

Kemudian aku mendengar Sakuya-san menghela napas pelan di tengah kesunyian.

“Aku mengerti kalau kau merasa sedikit depresi....dan kalau kubilang ini semua salahmu sendiri, kau pasti malah semakin sulit untuk bangkit.”

Sakuya-san berujar padaku, kini dengan nada yang entah mengapa terdengar lebih bersahabat daripada suaranya di setiap kalimat sebelum ini.

“Tapi setidaknya ketahuilah satu hal : tidak ada satupun hal di dunia ini yang terjadi sebagai suatu kesia-siaan. Kalau kau mau melepas penilaian subjektifmu, kau bisa melihat kalau hasil akhir dari kejadian ini tidak semuanya negatif.”

“...apa yang kau maksud dengan itu?”

“Kau akan mengerti sebentar lagi,” Sakuya-san bertepuk tangan seraya memanggil, “Mahiru. Biarkan mereka masuk sekarang.”

Pintu di ujung ruangan ini terbuka, dan seketika itu pula....

“Ka, kalian....?”

Seluruh anggota komite berdesakan masuk untuk melihat keadaanku.

“Ketua! Kau baik-baik saja?!”

“Ketua! Kita harus menyusun rencana balasan!”

“Biarkan aku masuk, aku bawa oleh-oleh!”

“Hei, dahulukan yang terluka!”

“Ketua!” “Ketua!” “Ketua!”

Aku memandang heran ke seisi ruangan yang kini penuh dengan mereka yang dibalut plester dan perban di sana-sini, namun begitu bersemangat untuk melihatku yang tengah dalam kondisi menyedihkan seperti ini. Akupun melihat ke arah Sakuya-san, yang membalas tatapanku dengan tersenyum penuh arti. Kulihat ia berdiri dari tempat duduknya, dan di tengah keramaian ini, masih dapat kudengar ia mengucapkan beberapa kalimat sebelum beranjak keluar.

“Setidaknya sekarang kau tahu kalau memiliki posisi bukan berarti sekedar menguasai, tapi juga mencintai isi dari kekuasaanmu itu....adalah pesan dari Danzo yang dititipkan padaku. Sudah ya. Yang namanya laki-laki, semakin banyak pengalaman yang ia terima, semakin kuat ia di kemudian hari, kan? Semoga kau cepat sembuh....Shion.”

Telingaku tak mungkin tidak menangkapnya.

Sakuya-san....sudah berapa lama sejak ia terakhir memanggil namaku?

“Ketua? Kenapa menunduk begitu?”

“Kubilang juga apa, seharusnya kita tidak beramai-ramai begini ke sini. Ketua pasti merasa terganggu.”

“Bukannya semua juga sama-sama ingin melihat ketua tadi? Jangan saling menyalahkan, dong!”

“Hei kalian...ketua tersenyum.”

Semua mata di ruangan itu tampaknya melihat ke arahku sekarang.

Ah. Aku tidak bisa menyembunyikannya.

Bukan hanya karena Sakuya-san memanggil namaku. Dengan meninggalkan ruangan ini, ia menyadarkanku dengan betapa banyak orang di sekolah ini yang ternyata begitu peduli padaku, lebih daripada mereka memedulikan kepentingan mereka sendiri. Kenapa aku tidak menyadarinya selama ini?

Sekali lagi aku tersenyum. Dan aku ingin semua yang menjengukku saat itu tahu bahwa meskipun kami kalah melawan satu orang, tidak ada yang perlu kami sesali atas apa yang terjadi.


“Jadi...bisa jelaskan kenapa kau menantang Zork berduel tadi pagi?”

Beberapa hari telah berlalu sejak Komite Khusus Penanggulangan Pemberontakan SMA Kaminokuni kalah di tangan Zork Nateromancer. Beberapa saat setelah hari itu, aku menghentikan misi pertama komite tersebut dengan membeberkan kalau Zork Nateromancer tidak terbukti bersalah. Tapi aku tidak membubarkannya. Komite itu sekarang berganti nama menjadi ‘Satuan Keamanan Khusus SMA Kaminokuni’, dan di bawah kepemimpinanku, kini lebih bertugas seperti penjaga ketertiban sekolah setiap harinya.

Sejak hari itu aku memutuskan bahwa perkaraku dengan Zork Nateromancer adalah urusan pribadi, yang tidak perlu lagi melibatkan mereka yang sebenarnya tidak berkepentingan. Bohong kalau kukatakan aku puas dengan kekalahan yang kuterima, jadi sejak hari ini aku kembali menantang Zork untuk bertarung, kini satu lawan satu seperti pertarungan pertama kami.

Dan di sinilah aku sekarang, berbicara dengan teman sekaligus penasihatku – Rairumu Danzo.

Aku harus mengakui kekalahanku lagi tadi pagi, dan sekarang aku bisa menerima kekalahan sebagai bagian dari pertarungan. Bagaimanapun juga, seperti yang Sakuya-san pernah katakan padaku : setiap pengalaman yang kuterima akan membuatku semakin kuat. Aku percaya suatu saat nanti, akan tiba saatnya di mana aku bisa mengalahkan Zork Nateromancer!

“Bukankah jawabannya sudah jelas? Sebelum aku seorang penguasa, aku adalah seorang pria. Dan seorang pria tidak akan lari dari pertarungan!”

“...kurasa itu tidak cukup menjelaskan...”

Danzo menggaruk kepalanya, kelihatannya masih berpikir masukan apa yang baik untuk diberikan padaku seperti biasanya.

“Ah, handphone-ku berbunyi. Sebentar, ada pesan masuk....”

Danzo melihat isi pesan masuk yang ia terima, kemudian melihat ke arahku.

“Dari Sakuya. Dia mengajakku makan siang bareng. Dia juga bertanya kalau-kalau kau sedang ada di dekatku dan ingin ikut dengan kami.”

“Undangan langsung dari Sakuya-san!? Tentu saja dengan senang hati akan ku–“

“Zork juga diundang. Apa kau akan tetap datang?”

Danzo kembali menaruh handphone-nya ke saku, seraya melihat ke arahku.

Aku hanya tersenyum, lalu menjawab,

“Sebelum ia adalah rivalku, ia adalah salah satu siswa di sekolah ini. Semua siswa adalah teman di sekolah, jadi kenapa tidak?”

Kulihat mulut Danzo terbuka, namun tidak segera mengeluarkan suara. Baru setelah jeda beberapa detik kemudian ia berkata,

“....Shion, kepalamu tidak apa-apa? Apa tadi pagi Zork sempat membuat kepalamu terbentur sesuatu?”

“Kenapa bicaramu seperti itu?”

“Tidak, hanya saja...apa yang terjadi dengan penguasa sekolah ini?”

“Penguasa sekolah ini sekarang istirahat jam makan siang. Setidaknya untuk saat ini sekolah masih aman terkendali.”

Danzo menatapku keheranan, tetapi tak lama kemudian ia tertawa kecil.

“Ahahaha, kau benar. Bahkan seorang penguasa juga perlu istirahat, ya.”

Ditemani suara hiruk-pikuk keramaian yang sudah menjadi ciri khas sekolah dengan jumlah siswa 5000 orang ini, aku dan Danzo pun berjalan untuk menikmati makan siang kami.