The Lonely Moon And The Single Star:Volume00 1

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

The Future Is Always Connected

Part 1

Dunia ini berjalan terlalu cepat...

.

“Luna! Menghindar!”

Kudengar teriakan Stern memanggilku dari kejauhan. Saat aku mendapatkan kembali kesadaranku, belasan disc yang melayang-layang di hadapanku kini mulai bercahaya, dan sedetik kemudian, mereka pun serentak menembakkan particle beam ke arahku.

Ya, ke arahku.

“Cih..”

Namun waktu sedetik itu cukup bagiku untuk melempar badanku ke arah belakang, demi menghindari serangan dari belasan disc tersebut. Aku melayang di udara, jatuh dari puncak gedung tempatku berdiri beberapa detik yang lalu.

“Mainan murahan!”

Aku pun segera mengaktifkan kedua glove di tanganku, dan menembakkan beam balasan ke arah belasan disc tersebut.

BUUUMM!

Semua disc tersebut hancur berkeping-keping dalam hitungan detik.

Tapi aku belum bisa bernapas lega. Mengapa? Tentu saja, karena aku kini masih melayang di udara --- atau lebih tepat kukatakan terjun bebas? Yah, yang manapun itu, aku yakin si bodoh itu pasti bisa melakukan sesuatu.

“Luna!”

Aku melirik ke arah pemilik suara yang memanggil namaku. Ah, Stern.. Entah kenapa aku merasa iri ketika melihatnya terbang ke arahku dengan menggunakan jetpack. Aku juga ingin mencobanya, namun karena aku tidak punya kontrol yang baik dalam menggunakan benda tersebut, terpaksa aku menyerah pada harapan itu.

Stern menangkapku tubuhku di udara dengan posisi layaknya seorang pangeran menggendong seorang putri di film-film dongeng zaman dahulu yang pernah ditunjukkan oleh nenek kepadaku saat aku masih kecil. Ia menghela nafas saat berhasil melakukannya, kemudian bertanya padaku,

“Tadi itu bahaya sekali.. Apa kau sedang melamun?”

“Ya, bisa dibilang begitu. Toh yang penting aku selamat. Di mana target kita selanjutnya?”

“Kita baru menghancurkan 3 dari 7 gedung milik Terra Group.. Tim lain mungkin sedang berada di salah satu dari 4 gedung sisanya. Bagaimana menurutmu?”

“Aku bertanya ‘di mana target kita selanjutnya?’. Kenapa kau malah bertanya balik? Apa maksudmu dengan bagaimana menurutku?”

“Kita telah menjalankan operasi ini selama 10 jam. Luna, aku tahu kalau kau nyaris tidak beristirahat selama 10 jam terakhir ini, karenanya aku menanyakan pendapatmu. Kukira tak ada salahnya kau beristirahat sebentar, daripada kau harus kehilangan konsentrasimu di tengah operasi ini..”

Aku melihat sekeliling, dan mendapati gedung-gedung tinggi menjulang hingga nyaris menembus langit. Yah, tentu saja mereka nyaris menembus langit. Mereka dibangun di udara.

Saat ini, aku, Stern, dan puluhan rekan kami yang lainnya sedang menjalani operasi untuk memusnahkan Terra Group, yang ternyata selama ini berusaha mengubah planet bumi menjadi planet tidak bernyawa. Kami, yang tergabung dalam grup pemberontak, kini mulai menunjukkan bahwa kami mampu melakukan sesuatu untuk melindungi bumi dari kehancuran. Sayang, penduduk bumi mungkin tidak mengetahui bahwa apa yang tengah kami lakukan saat ini adalah sesuatu yang akan menentukan masa depan mereka.

“Istirahat, huh.. Di mana ada tempat kita bisa beristirahat barang sejenak bila kita berada di tengah-tengah kekacauan seperti ini?”

Stern tersenyum melihatku, kemudian berkata, “Aku membawa teleportation device untuk membawa kita kembali ke markas, jadi kurasa kita bisa..”

Belum sempat Stern menyelesaikan perkataannya, aku mendengar suara ledakan dari gedung di belakang kami.

“!!?”

Ledakan yang begitu besar, hingga gedung tersebut runtuh seperti istana balok. Aku dan Stern saling bertukar pandang, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi.

“Apakah itu gedung keempat?” tanyaku.

“Tidak, itu gedung tempatmu tadi berdiri.. Tunggu, kau lihat itu?”

Wajah Stern menunjukkan ekspresi tidak percaya, sementara aku melihat ke arah suara ledakan tersebut. Sebuah sosok hitam muncul dari asap ledakan, dengan mata menyala yang mencari-cari mangsa di tengah-tengah kekacauan ini.

“Mungkinkah itu..”

“Eliminator,” jawabku. “Ternyata Terra Group masih menyisakan mainan tersembunyi, ya. Aku penasaran ada berapa unit Eliminator dalam gedung itu.. Kenapa mereka bisa luput dari pengamatanku?”

Eliminator tersebut kelihatannya berhasil menangkap keberadaan kami. Matanya berkedip-kedip, kemudian tubuhnya yang berat dan penuh dengan mesin itu tiba-tiba melesat ke arah kami dengan kecepatan luar biasa.

“Stern, pegangi pinggangku dengan erat. Kita akan sulit bertarung dalam posisi seperti ini, tapi kau sanggup kan?”

“Eh? Ah, iya, akan kucoba... Ng, Luna?”

“Apa?” tanyaku, yang kini tengah bersiap menyambut sang Eliminator dengan tangan terbuka. Pikiranku terfokus pada sosok hitam yang sedang menuju ke arah kami, namun sesaat, aku terkejut saat pelukan Stern di pinggangku tiba-tiba terasa semakin erat.

“..tidak, tidak ada apa-apa.. Kalahkan saja musuh yang ada di depanmu.” ujar Stern.

“Hmph, memang itulah yang akan kulakukan! Ayo maju, Stern!”

Aku dan Stern segera terbang menuju ke arah Eliminator. Jarak kami tinggal puluhan meter, dan tanganku telah kurentangkan ke depan seraya mengumpulkan energi untuk menembakkan beam dari glove di kedua tanganku.

“Terima ini!”

Saat jarak kami mencapai sekitar belasan meter, aku segera menembakkan beam ke arah kepala sang Eliminator. Kelihatannya ia tidak cukup cepat untuk merespons seranganku, sehingga kepalanya meledak, dan tubuhnya pun jatuh di udara.

Namun sesuatu segera menarik perhatianku. Aku melihat ke arah tubuh mekanik Eliminator, dan menyadari kejanggalan yang tidak kuperhatikan saat ia terbang ke arah kami.

Kedua tangannya tidak ada!

Aku segera mengalihkan pandanganku ke depan, dan benar saja, kedua tangan tersebut kini melesat ke arahku, dengan dua bilah jarum panjang keluar dari telapak tangan mereka.

“!!!”

Aku tidak sempat melakukan apa-apa.

Kedua tangan mekanik tersebut kini menancap di dadaku, membuat 2 buah lubang menganga di tubuhku.

Aku tak bisa mengeluarkan kata-kata.

Aku mulai kehilangan kesadaran.

Sebelum aku memejamkan mataku, aku masih sempat mendengar si bodoh Stern meneriakkan namaku. Ah, kau ini.. Sampai di saat terakhir tetap saja tidak bisa bertindak sebagai ‘laki-laki’ seperti yang selalu ayahku katakan padamu..

Hei, jangan menangis begitu..

...

...

...

Aku..

..tidak akan mati, kan?


Part 2

Dunia ini terlalu membosankan.

.

Ya, membosankan. Untuk gadis berumur 17 tahun sepertiku, yang kini seharusnya memikirkan masalah cinta atau karir masa depan yang akan kupilih, aku merasa kehidupan ini justru sangat kosong dan tidak berarti.

Apa aku lebih baik bunuh diri saja?

Ah, tidak, tidak.. Bahkan seseorang yang pesimis sepertiku juga mengerti kalau tidak ada untungnya bagiku bila aku bunuh diri. Itu hanya akan membuatku terlihat tolol.

“Luna.”

Lalu, apa yang harus kulakukan untuk menghilangkan rasa bosan ini? Uuuh, seandainya saja sesuatu yang hebat terjadi pada hidupku yang biasa-biasa saja ini..

“Luna.”

Ah, seandainya saja mimpi tadi malam menjadi kenyataan.. Rasanya seru sekali! Aku tak bisa membayangkan diriku menghadapai belasan robot di tengah-tengah kota dengan nuansa futuristik seperti di film-film. Dan mimpi itu, rasanya nyata sekali..

“Luna!”

Apakah itu benar-benar mimpi?

“Oi Luna! Apa kau mendengarku? Luna Albtraum!!”

Aah, berisik sekali sih orang di depanku ini..

“Ada apa, Stern?” tanyaku pada seorang anak laki-laki sebayaku, yang kini menatapku dengan muka kesal.

“Kita belum menentukan tema untuk festival budaya minggu depan! Sampai kapan kau mau melamun seperti itu?“

Aku melihat ke sekeliling, dan mendapati diriku dan Stern di tengah-tengah ruang kelas. Kelas yang hanya berisi kami berdua, karena murid-murid lain telah sejak lama pulang ke rumah mereka masing-masing.

“...hmm..”

“Luna, kalau kau tidak terlalu berminat dengan festival budaya, kenapa kau harus mengajukan diri tadi? Sebenarnya apa alasanmu mencalonkan diri sebagai pengurus?”

Stern menyandarkan kepalanya di atas meja, sementara aku mengalihkan pandanganku ke arah jam dinding di depan kelas.

Ah, waktu.. Kenapa kau tidak mau berhenti, sebentar saja? Aku ingin menemukan banyak hal menarik dalam hidup ini..

“Aku ingin menemukan hal menarik dalam hidup ini..”

“Eh?”

.....

Bodoh, kenapa aku menggumamkan isi pikiranku?

“Apa maksudmu, Luna?”

Dan si bodoh ini pasti akan menganggap serius perkataanku tadi.

Baiklah, apa kulanjutkan saja?

“Ya, seperti yang kau dengar barusan, aku mencalonkan diri karena kupikir dengan begitu aku dapat menemukan sesuatu yang baru dalam hidupku. Tapi ternyata tidak. Karenanya aku jadi tidak bersemangat sekarang..”

Aku ikut menyandarkan kepalaku di meja, sehingga kepalaku dan kepala Stern bertemu. Aku menggerakkan kepalaku dan menyundulnya.

“Stern, lakukan sesuatu yang menarik dong...” ujarku sambil terus menyundul kepala Stern. Kalau aku adalah orang yang kebetulan lewat dan melihat 2 orang sedang melakukan hal yang terlihat konyol seperti ini, aku pasti akan tertawa. Tapi entah mengapa, saat ini, rasanya aku sulit untuk tertawa.

Apakah karena aku tidak bahagia dengan kehidupanku?

Karena itukah aku merasa hidup ini begitu membosankan?

“Ayo, Stern..” pintaku. Mungkin, aku menyimpan harapan bodoh agar si bodoh di depanku ini bisa mengobati kebosananku, walau hanya sesaat.

“...Luna.”

“Ya?”

Aku menghentikan sundulanku ketika mendengar ada yang berubah dari nada bicara Stern.

“Tahukah kau kenapa aku ikut mencalonkan diri sebagai pengurus tadi?”

“Karena kau ketua kelas, kan?”

“Tidak, bukan itu.”

“Lalu kenapa?”

Aku, yang masih menempelkan kepalaku di atas meja, dapat merasakan Stern mengangkat kepalanya. Tapi aku diam saja. Posisi kepalaku saat ini sedang enak-enaknya, jadi aku tidak ingin mengubah posisiku saat ini.

Tiba-tiba telingaku terasa hangat. Aku dapat merasakan sesuatu berhembus ke arah telingaku. Apa-apaan ini? Oh, si bodoh itu.. Apa yang ingin dia lakukan dengan mendekatkan wajahnya ke telingaku seperti itu?

“Aku mencintaimu, Luna.”

“Eh?”

Sesaat, waktu terasa berhenti.

Ya, berhenti. Tepat seperti apa yang selama ini kubayangkan dalam harapanku.

Rasanya benar-benar aneh... Aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya..

Apakah itu tandanya aku telah menemukan sesuatu yang menarik dalam hidup ini?

Karena itukah jantungku kini berdegup kencang, seperti saat aku pertama kali melihat diriku memakai seragam sekolah ini?

Bahkan kini aku merasakan seluruh tubuhku memanas. Oh, apakah ini karena aku terlampau bersemangat?

Ng, apa yang dikatakan Stern tadi? Aku harus berterima kasih padanya karena berhasil membuatku merasakan perasaan seperti ini.

Saat aku mengangkat wajahku dari meja, kulihat Stern baru saja membuka pintu geser di depan kelas, dan berlari meninggalkan ruangan ini.

Sekilas, aku melihat wajahnya yang merah padam.

...tunggu sebentar. Kenapa dia lari dariku?

“Hei, Stern! Tunggu!”

Akupun segera beranjak dari tempat dudukku dan berlari mengejarnya.

Aah, ini benar-benar konyol..

Seorang laki-laki dikejar oleh seorang perempuan, setelah si laki-laki menyatakan cintanya? Adegan macam apa ini?

“Oi, Stern!”

Aah, percuma. Ia kelihatannya tidak berniat untuk mendengarkanku. Kulihat kini ia malah berlari semakin cepat, seolah-olah ia kini sedang dikejar oleh seekor monster dan berada dalam situasi hidup dan mati.

Kau pengecut Stern. Melakukan serangan tiba-tiba seperti itu, kemudian kabur tanpa membiarkanku membalas perkataanmu terlebih dahulu.

Apa kau masih menyebut dirimu laki-laki?

..

..

Baiklah, kalau itu maumu! Biar kuladeni! Sudah lama aku tidak merasa bersemangat seperti ini!


Part 3

Dunia ini begitu sepi..

.

Aku membuka mataku, dan melihat Pangeran Stern yang kini menatapku dengan muka berseri-seri dan tatapan antusias.

“Luna! Akhirnya kau bangun juga.. Bagaimana, Luna? Apakah ‘sihir-untuk-melihat-masa-depan’mu itu berhasil?”

Aku bangkit dari tempatku tertidur dan melihat ke sekeliling. Ruangan yang cukup luas. Apakah ini kamar Pangeran Stern? Kapan terakhir kali aku ke kastil ini? Rasanya banyak sekali yang berubah dengan kamar pangeran bodoh ini.

“Berapa lama aku tertidur? Kenapa aku ada di sini?” tanyaku.

Pangeran Stern mengambil sebuah kursi dan duduk di sebelah ranjang tempatku tertidur. Apakah ini ranjang miliknya? Kenapa aku bisa tertidur di tempat ini?

“Kau tertidur selama 2 hari,” jawabnya. “Karena aku yang menyuruhmu untuk mencoba sihir itu, jadi kurasa aku harus bertanggung jawab dengan keadaanmu selama kau tertidur. Tidak ada orang yang akan menjagamu kalau kau tetap tinggal di desa kan? Karena itu aku menyuruh beberapa orang untuk membawamu ke sini. Lagipula, aku ingin mendengar langsung ceritamu segera setelah kau bangun. Jadi, bagaimana?”

“..aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti. Karena aku harus memisahkan diri dari kesadaranku di dunia ini, aku tidak tahu apakah ini adalah sesuatu yang disebut dengan ‘masa depan’, ataukah hanya sesuatu yang kita kenal sebagai ‘mimpi’.”

“Mimpi?”

“Ya, mimpi. Sejak dulu, para penyihir kerajaan juga selalu mencoba untuk meramal sesuatu berdasarkan mimpi kan? Karena itulah aku jadi tidak yakin dengan hasil pengamatanku.”

Pangeran Stern melihatku dengan wajah kebingungan.

“Ng, bukankah sihirmu agak berbeda? Peramal memang membaca mimpi seseorang, tetapi yang kau lakukan adalah mempertahankan kesadaranmu di alam bawah sadar kan?”

“Kalau memang itu yang kulakukan, berarti sama saja dengan bermimpi, tapi aku sadar kalau aku sedang berada di tengah mimpi. Ini berbeda. Aku benar-benar merasa hidup dalam mimpi-mimpi tersebut, seolah-olah, kehidupan dalam mimpi itulah kehidupanku yang sebenarnya.”

Pangeran Stern terlihat semakin bingung. Kelihatannya percuma saja aku menjelaskan apapun padanya. Kalaupun aku membahas apa yang kualami dari segi sihir, mungkin aku hanya akan menambah kebingungannya.

“..jadi intinya, aku tidak tahu apakah sihirku berhasil atau tidak.” Aku berusaha menyimpulkan penjelasan tadi pada pangeran bodoh di hadapanku ini. “Sekarang, bisakah aku kembali ke rumahku? Aku ingin berusaha menyempurnakan sihir ini secepatnya.”

Aku bangkit dari ranjang tempatku tertidur, dan menyadari bahwa apa yang kukenakan saat ini bukanlah jubah yang biasa kupakai, melainkan sebuah gaun tidur.

“..Stern, walaupun kita teman sejak kecil, dan walaupun kau pangeran, aku tidak akan memaafkanmu kalau kau melakukan sesuatu yang konyol padaku selama aku tidur..” geramku.

“A-aku tidak melakukan apa-apa.. Jubahmu ada di dekat pintu, biar kuambilkan...ah, hei!”

Aku tidak menunggu pangeran bodoh itu untuk mengambilkan jubahku. Aku berjalan menuju ke arah pintu, mengambil jubahku, dan membuka pintu untuk keluar dari ruangan ini. Namun, segera setelah aku membuka pintu, aku mendapati sebuah pemandangan yang mengejutkan.

“A..apa ini?”

Mataku masih belum dapat memepercayai apa yang kulihat saat ini.

Mayat.

Puluhan mayat terbaring tak bernyawa di lorong kastil ini. Tidak hanya itu, kulihat kondisi kastil juga sangat aneh. Apakah ini benar-benar di dalam kastil? Mengapa lorong di sini gelap sekali? Walaupun aku bisa melihat tumpukan mayat bergelimpangan, tetapi aku tak bisa melihat ujung lorong ini.

“Stern... Apa yang terjadi di sini?” tanyaku seraya berbalik menuju ke arahnya. Kulihat Pangeran Stern menundukkan wajahnya, kemudian sambil menaruh salah satu tangannya di kepala, ia menjawab,

“Kerajaan Terra menyerang kita. Maaf, aku berbohong padamu. Kau tidak tertidur selama 2 hari, melainkan seminggu. Dan selama seminggu itu, kerajaan kita dihancurkan tanpa sisa.. Hanya kau dan aku yang selamat dari serangan tersebut..” ujarnya lirih.

“Tunggu dulu! Bagaimana bisa kerajaan kecil itu menghancurkan kerajaan kita? Apa yang terjadi dengan tumpukan mayat di depan pintu? Mengapa kita berdua sekarang berada di sini?”

“Luna, tenanglah..” Stern memegang pundakku, berusaha menenangkanku dengan membuatku duduk kembali di ranjang. Ia kemudian melanjutkan ceritanya.

“Kerajaan Terra menyerang kita dengan menggunakan Golem.”

“Golem?”

“Ya, Golem. Hanya dengan 1 Golem, kerajaan kita dihancurkan oleh mereka..”

“Itu mustahil! Bukankah kerajaan kita memlihara bangsa naga? Kenapa 1 Golem saja bisa memiliki daya hancur sebesar itu?” tanyaku tak percaya.

“...itu kalau Golem yang mereka gunakan adalah Golem biasa. Masalahnya, Golem yang mereka gunakan untuk menyerang kita adalah Golem raksasa, seukuran kastil kerajaan kita.”

“!!?”

“Para penyihir kerajaan menduga mereka mengubah kastil milik mereka sendiri menjadi Golem, karena struktur penyusun Golem tersebut berasal dari materi yang sama dengan bangunan kerajaan mereka. Aku juga sempat melihat semua personil kerajaan Terra ada di dalam Golem itu, seolah-olah mereka mengendalikannya dari dalam. Segera setelah Golem itu menghancurkan kota, mereka mulai menyerang kastil kita. Walau akhirnya Golem itu berhasil dihancurkan, kastil kita telah hancur, dan pertarungan antara kerajaan kita dan pasukan dalam Golem tersebut menewaskan banyak korban..”

Wajah Pangeran Stern terlihat tak kuasa menahan tangis.

“Ayah dan ibuku juga tak sempat menyelamatkan diri saat Golem menyerang.. Aku benar-benar tidak berguna..”

Aku tak mengerti harus mengatakan apa. Apakah semua yang dikatakan Pangeran Stern itu kenyataan? Begitu banyak hal yang terjadi selama aku tidak berada di sini..

“Lalu, bagaimana denganku? Kenapa aku dan kau berada di sini?” tanyaku.

Pangeran Stern mengangkat wajahnya, kemudian sambil mengusap matanya yang basah, ia menjawab,

“Aku yang menggendongmu ke sini.”

“Eh?”

“Aku sedang berada di rumahmu ketika serangan itu terjadi. Karena takut sesuatu terjadi padamu, aku membawamu ke sini. Ruangan ini adalah ruangan rahasia yang terdapat di bawah tanah dalam kastil kita, dan mayat-mayat yang kau lihat di depan adalah mayat-mayat dari pasukan kerajaan Terra.”

Aku merasa makin sulit mempercayai cerita yang keluar dari mulutnya.

“Sebentar. Jadi selama serangan itu terjadi, kau memilih untuk melindungiku di sini?”

“Ya.”

“Kenapa aku?”

Sambil menunjukkan senyuman di wajahnya, ia menjawab, “Karena kupikir, bila kerajaan ini hancur, hanya kaulah satu-satunya orang yang kuperlukan untuk membangun kerajaan ini dari awal lagi.”

Aku menatapnya dengan tatapan tak percaya. Ia lebih memilihku daripada menyelamatkan dirinya ataupun kerajaan ini? Kenapa ia sampai bertindak sejauh itu?

Kulihat ia berdiri dari tempat duduknya, kemudian menyodorkan tangan kanannya ke arahku, seraya berkata,

“Luna. Maukah kau mendampingiku untuk membangun kembali kerajaan ini?”

..

..

Apa yang harus kukatakan?


Part 4

Dunia ini bagaikan mimpi..

.

Mimpi itu lagi..

Kenapa rasanya cerita-cerita nenek dulu jadi sering muncul dalam mimpiku? Aah, mimpi yang bodoh.. Stern menjadi seorang pangeran? Memegang pistol saja tidak becus!

Mungkin aku terlalu banyak berimajinasi. Ya, mungkin, semua ini hanyalah ilusi. Ilusi yang lahir dari keinginanku untuk mengubah duniaku selama ini.

Ayo bangun, Luna! Sudah saatnya dirimu kembali ke dunia nyata!

Kubuka mataku perlahan, dan yang pertama kusadari adalah cahaya di sekeliling tubuhku. Aku terbaring di suatu tempat yang ditutupi dengan selapis penutup baja yang bercahaya. Apakah ini di dalam tabung pemulihan? Kenapa aku tidak bisa menggerakkan tubuhku?

..

Oh, aku ingat.. Aku baru saja diserang oleh sebuah Eliminator. Pantas rasanya dadaku sakit sekali..

..

Di mana Stern? Sayang aku tak bisa melihatnya dari dalam tabung ini.

Kelihatannya tidak banyak yang bisa kulakukan saat ini, selain menunggu proses pemulihanku hingga selesai. Mulutku juga tak bisa bergerak karena dipasangi alat bantu pernapasan.

Aaah, rasanya menyiksa sekali..

Mungkin ada baiknya aku memejamkan mataku sekali lagi..

..

..

..

..dan berdoa, semoga semua yang kualami bukanlah sekedar mimpi belaka..