SMA Tarung Semesta:Volume01 04

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

BoR Fanfic #4 Konspirasi Nenek Sihir

"Misteri SMA Tarung Semesta?"

"Hum! Bukankah buku ini terlihat mencurigakan? Dee menemukannya di tumpukan buku tua di sudut sana."

Siang ini aku mengajak Tuan Ksatria untuk menemaniku ke perpustakaan. Perpustakaan merupakan tempat yang paling menyenangkan di sekolah ini. Banyak buku-buku keren yang tak pernah kutemukan di toko manapun justru terpajang rapi di perpustakaan ini.

Beberapa hari yang lalu aku menemukan buku misterius ini. Hanya saja saat hendak mengambil buku ini, aku melihat sebuah penampakan yang begitu mengerikan! Sungguh!

Ng ... mungkin saja aku hanya salah lihat waktu itu, tapi aku benar-benar yakin saat itu ada yang memperhatikanku. Dan itu benar-benar membuatku takut untuk kembali lagi ke perpustakaan.

Untung Tuan Ksatria dengan senang hati menemaniku ke sini~

Jadi di sinilah kami sekarang. Suasana perpustakaan yang sepi, dengan aroma buku yang begitu khas. Aku tidak tahu pasti berapa luas perpustakaan ini. Yang jelas tempatnya sangaaat luas.

"Misteri tentang Kepala Sekolah? Oh? Tuan Kstaria! Ternyata Nekoman itu bukan nama asli!"

"Tentu saja."

Aku cemberut mendengar tanggapan Tuan Ksatria yang datar, seolah semua orang tahu tentang fakta itu.

Mungkin memang benar semua orang di sekolah ini tahu. Kecuali aku.

"Siapa wanita ini?"

Aku menatap foto yang ditunjuk oleh Tuan Ksatria. Foto Kepala Sekolah, yang seperti biasa mengenakan topeng kucing dan jubah agung, terlihat tengah asyik bermain game. Tapi bukan itu yang menarik perhatianku.

Siluet seorang wanita memakai gaun ala kerajaan terlihat membelakangi Kepala Sekolah. Tangan kirinya terangkat memegang sebuah cermin kecil. Sepertinya ia bercermin sambil memandang keluar jendela.

" Um ... siapa, ya? Mungkin istri Kepala Sekolah?" Jawabku asal.

Tuan Ksatria menggeleng, "Mungkin Wakil Kepala Sekolah."

"Wakil Kepala Sekolah?"

"Ya, Wakil Kepala Sekolah. Tapi lebih sering dipanggil Nenek Sihir."

"Nenek Sihir?!"

Tuan Ksatria menatapku sejenak.

"Anda takut?"

Aku cemberut.

"D-Dee gak takut! Eh, Dee sudah bilang jangan panggil 'Anda'. Dee ya Dee. Tuan Ksatria harus belajar memanggil nama Dee dengan benar. Oke?"

Sejenak mata Tuan Ksatria terlihat terbelalak. Hanya sesaat tapi terlihat jelas sekali.

"Tuan Ksatria? Ada apa?"

Tuan Ksatria tersentak. Ia menghela napas lantas menepuk kepalaku.

"Saya hanya merasakan de javu, mungkin. Ayo kita temui orang itu ... Dee."

"Eh? Siapa?"

"Mbah Hideya."



"Dia ... Mbah Hideya?"

Aku menatap tak percaya pada sosok di hadapanku saat ini. Sosok seorang pemuda dengan rambut hitam pendek yang tidak terlihat rapi, namun sangat mengkilap. Memakai goggles dan headset . Mulutnya terlihat sedang asyik mengunyah permen karet. Dalam satu kalimat pendek, pakaiannya terkesan 'berusaha terlihat mencolok'. Sulit menggambarkannya dengan kata-kata, tetapi yang jelas ia memakai sebuah rompi dengan desain yang ramai, sebuah kemeja penuh garis aneh, celana jins yang dilapisi banyak tambahan aksesoris, sarung tangan bermotif papan catur dengan tambahan logam, serta sebuah topi bundar bertali. Seolah-olah penampilannya adalah bentuk usahanya agar orang-orang memperhatikannya tanpa perlu ia minta.

"Dia Mbah Hideya?" Tanyaku sekali lagi, masih takjub dengan sosok di depanku.

Mbah Hideya tengah asyik mengocok setumpuk kartu, kemudian dalam gerakan cepat ia menyebar tumpukan kartu itu di atas meja dengan taplak bermotif polkadot.

"Dee kira Mbah Hideya itu Wakil Kepala Sekolah. Ternyata dia hanya seorang laki-laki aneh maniak kartu. Jadi, apa hubungannya laki-laki ini dengan si Nenek Sihir?"

Tuan Ksatria menghampiri Mbah Hideya kemudian duduk bersila di depan meja kartu tersebut. Aku hanya mengikutinya tanpa paham sedikitpun tujuan Tuan Ksatria membawaku kemari.

Sepertinya Mbah Hideya sadar tengah kutatap penuh tanya sejak tadi. Ia lantas mengeluarkan sebuah buku kecil dan menyobeknya selembar dan disodorkan kepadaku. Aku menerima kertas itu dengan ragu-ragu.

"Apa ini?"

Dilihat dari sudut manapun, itu hanyalah selembar kertas kosong. Aku menatap Tuan Ksatria, menuntut penjelasan. Namun Tuan Ksatria hanya menyuruhku mengamati kertas itu.

Lalu tulisan itupun muncul.

'Selamat datang di Klinik Mbah Hideya. Melayani konsultasi masalah apa saja, termasuk masalah percintaan. Dengan kekuatan 22 kartu Arcanagram yang agung, apa yang Anda pertanyakan pasti akan terjawab.'

Aku terbengong membaca kalimat itu. Mendadak tulisan-tulisan itu memudar dan digantikan oleh sebaris kalimat.

[Jadi, apa yang ingin Anda tanyakan?]

Aku termenung sejenak memikirkan kalimat yang tepat untuk diutarakan. Baru saja hendak mengatakan sesuatu, Tuan Ksatria langsung menahanku.

"Dia tidak akan bisa mendengarmu. Tatap kertas di tanganmu dan pikirkan apa yang ingin Dee tanyakan. Seperti sedang bertelepati pada kertas."

Meskipun bingung, akupun menurut. Tak lama setelah aku memikirkan pertanyaan yang ingin kuajukan tadi, sebaris kalimat kembali muncul di kertas.

[Wakil Kepala Sekolah SMA TAB namanya Amelia Isadora. Kabarnya wajahnya yang cantik itu bukan wajah asli, melainkan hanya topeng. Tak usah terkejut jika hari ini ia terlihat seperti wanita 20 tahunan, esok kau mendapatinya seperti gadis 17 tahun. Hati-hati terhadapnya, dia itu Nenek Sihir! X( ]

Apa-apaan emot di akhir itu ...?

"Hanya itu?"

[Menurut petunjuk dari kartu Arcana, Nenek Amel sedang merencanakan konspirasi untuk melawan Nekoman. Ah, mereka memang tak pernah akur. Konspirasi apa itu? Entahlah. Kartu Arcana tidak memberitahuku sejauh itu. Tapi sepertinya kalian berdua akan terlibat. ]

Tulisan itu menghilang bersamaan dengan terdengarnya suara ketukan pintu.

"Hideya~ Oh? Rupanya ada tamu. Halo Nona Peri."

Aku menatap pemuda berambut pirang itu dengan takut-takut. Fort Maxwell, senior yang sempat kutemui beberapa bulan yang lalu.

Tuan Ksatria mendadak berdiri seraya menarik tanganku. Lantas menyodorkan sesuatu untuk Mbah Hideya.

"Terima kasih atas informasinya. Kalau begitu kami permisi."

Aku hanya terheran-heran saat Tuan Ksatria menyuruhku bergegas meninggalkan ruangan itu, diiringi lambaian kecil dari Mbah Hideya dan senyuman lebar Fort.



"Tuan Ksatria ... tanganku ..."

Tuan Ksatria F4rend tersentak dan refleks melepaskan genggamannya dari tanganku.

"Maaf."

Ia terdiam cukup lama.

"Tuan Ksatria, kenapa?"

Wajar bila aku khawatir melihat Tuan Ksatria mendadak bersikap aneh.

"Tuan Ksatria—"

"Saya tidak suka dengan senyum senior pirang tadi."

Aku mengernyit. Kenapa? Fort tidak melakukan sesuatu yang aneh, kan?

"Dia menatap Dee seolah dia menggenggam rahasia terbesar Dee. Saya benci dengan tatapannya."

Begitukah? Aku menelengkan kepala, bingung. Memang sih tatapan Fort terlihat seolah dia tahu segala hal tentang dirimu. Tapi itu bukan hal yang aneh, kan?

"Itu namanya rasa cemburu, Anak Muda."

Hentakan sepatu yang anggun namun tegas menyertai suara lembut itu. Tuan Ksatria menoleh, mendapati seorang wanita cantik yang mengenakan gaun merah yang terlihat mewah berjalan menghampiri kami. Dagunya terangkat dengan penuh keangkuhan, senyum merendahkannya terukir indah di bibir yang semerah delima.

"Anda ..."

Aura penuh kuasa dari wanita itu membuatku refleks bersembunyi di belakang Tuan Ksatria.

"Selamat siang anak-anakku yang manis, maukah kalian mampir sebentar di ruanganku sore ini? Sekedar menghadiri jamuan minum teh saja, kok. Kalian mau snack apa? Apa kalian suka biskuit coklat?"

Mendengar kata 'biskuit coklat', refleks kutatap wanita itu dengan antusias.

"Dee pasti datang! Dee suka biskuit coklat!"

Melihat tingkahku yang begitu bersemangat, wanita itu sontak tertawa pelan.

"Baiklah, akan kusediakan biskuit coklat yang banyak khusus untukmu, Anak Manis. Pukul 4 sore, jangan sampai terlambat. Sampai jumpa."

Wanita anggun itupun kembali melangkah dengan anggun menyusuri koridor. Aku hanya bisa menatap takjub kepergiannya.

"Tuan Ksatria, apakah dia ..."

"Ya, beliau adalah Amelia Isadora. Wakil Kepala Sekolah kita."

Aku hanya bisa meringis.

Konspirasi Nenek Sihir dimulai!