SMA Tarung Semesta:Volume01 01

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

Chapter 01

Musim semi tiba. Di sepanjang jalan, bunga-bunga yang mulai bermekaran menghiasi sisi-sisi jalanan. Angin lembut nan hangat yang berhembus juga terasa begitu nyaman.

"Selamat pagi kupu-kupu lucu! Selamat pagi bunga-bunga cantik! Halo juga untukmu burung kecil!"

Pagi yang indah. Begitu sempurna bagiku di hari yang penting ini. Mulai hari ini aku menjadi murid SMA Tarung Semesta.

Nama yang aneh? Iya, aku akui nama itu saaangat aneh! Untuk sebuah sekolah elit, banyak hal nyentrik yang menjadi kelebihan tersendiri bagi SMA tersebut. Kepala sekolahnya saja aneh.

Oh, tentang Kepala Sekolah, dengar-dengar, sih, tidak ada seorang pun yang pernah melihat wajah aslinya! Dia selalu terlihat berkeliaran mengenakan topeng kucing. Ah, bahkan beberapa pernah melihat kalau beliau punya buntut kucing juga yang mencuat dari jubah agungnya! Bukankah itu keren? Eh ... tidak, tidak!! Maksudku, bukankah itu aneh sekali untuk seorang kepala sekolah?

Mengabaikan soal misteri kepala sekolah, sekolah baruku ini terbilang cukup aneh (tapi keren). Sekolah ini berada di atas lahan yang luaaaaas banget. Dikelilingi oleh hutan dan gunung. Oh, aku curiga jangan-jangan jangkauan sekolahku mencakup satu pulau ini?! Kalau iya, itu sangat luaaar biasa!

Oke, kembali ke soal sekolah. Katanya sih, lahan ini dulunya, duluuuu sekali, merupakan arena pertarungan massal .. Um ... apa namanya? Battle of Realms? Ah, pokoknya semacam itu! Tempat di mana orang dari berbagai tempat dikumpulkan untuk saling bertarung, sampai mati, hanya demi sebuah hadiah yang katanya sih, bisa mengabulkan apapun.

Konyol, ya?

"Dee! Sini, sini!"

Seseorang di kejauhan melambai-lambaikan tangannya dengan semangat ke arahku. Aku tersenyum lebar dan segera berlari menghampirinya.

"Selamat pagi, Fiani!"

Fia si gadis berambut biru (yang tampak berkilau di mataku) membalas sapaanku dengan ceria.

"Selamat pagi, Dee. Kau lihat Fivi tidak?"

"Um ... belum, Dee sama sekali belum bertemu dengannya."

"Aku di sini."

Aku dan Fia sontak memekik kaget saat mendapati Felicita Verrall, atau Fivi, sudah berada di belakang kami.

"Sejak kapan ...?"

"Fivi! Berhenti mengagetkan Dee!"

"Maaf."

Fia dan Fivi adalah sahabat baikku sejak SMP. Tadinya aku tidak menyangka mereka akan bersekolah di SMA ini juga, karena mereka bilang akan lanjut ke luar negeri.

Jadi sekolah ini ada di luar negeri?

Jawabannya ... entahlah. Bagaimana kami bisa sampai dalam lingkup sekolah ini, itu adalah misteri yang lain lagi. Dan aku tidak ingin berusaha memikirkannya lagi. Yang jelas, sekolah ini terkenal, dijamin segala fasilitasnya, dan ... tentu saja hanya orang-orang tertentu yang bisa menikmati sekolah ini. Hanya orang-orang beruntung. Salah satunya tentu saja aku.

"Eh, itu papan pengumuman kelasnya!"

Oh, dan tentu saja kedua sahabatku juga termasuk.

SMA Tarung Semesta. Seperti yang kukatakan sebelumnya, sekolah ini aneh (tapi keren). Bagaimana aku bisa masuk ke sekolah ini? Oke, akan kuceritakan.

Jadi, sebulan yang lalu, bibiku, Bibi Flo menemukan sebuah surat misterius dengan cap ala kerajaan bertuliskan "SMA Tarung Semesta" yang ditujukan untukku. Kenapa kubilang misterius? Karena Bibi Flo menemukan surat itu bukan di kotak surat, melainkan tertempel di pintu kamarku. Iya! TERTEMPEL! Di pintu kamarku!

Siapa yang begitu iseng melakukan hal sekonyol itu di tengah malam di saat aku dan Bibi tengah terlelap dengan nyaman?

Yang pasti bukan pencuri. Mana ada pencuri yang kurang kerjaan seperti itu? Lagi pula aku sudah mengecek berkali-kali semua barang hari itu, tidak ada barang yang hilang.

Jadi kuputuskan saja untuk membaca surat misterius itu.

Isinya?

Selamat bergabung dengan SMA Tarung Semesta. Anda adalah salah satu orang yang beruntung karena mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan di sekolah luar biasa ini.

Segala hal yang berkaitan dengan keperluan Anda mengenai sekolah ini sudah diurus, dan GRATIS. Anda hanya perlu datang dan menikmati sekolah tersebut. Sebulan dari sekarang salah satu supir kami akan menjemput Anda. Harap bersiap-siap.

Sekali lagi selamat bergabung, Diddordeb!

Nb: Ini bukan penipuan. Untuk membuktikannya, dalam lima detik setelah Anda membaca surat ini, surat ini akan meledak.

Hitungan dimulai.

5...4...3...2...1...

"GYAAA!!?"

POOF!!

Hahaha. Maaf, Anda tertipu. Lima detik dari sekarang surat ini akan menghilang dengan sendirinya. Harap jangan kaget. Hitungan dimulai da—

Buru-buru kujejalkan surat aneh itu ke dalam keranjang sampah. Aku tidak peduli lagi surat itu mau meledak atau apa. Yang jelas ... ini kejadian yang benar-benar keren!

Tidak lama setelah itu aku mendapat telepon dari Fivi dan Fia yang mengatakan kalau mereka juga mendapatkan surat yang sama. Itu membuatku sangat senang dan yakin bahwa ini sungguhan.

Saking senangnya, aku tidak sadar kalau sudah terlelap dan mendapatkan mimpi aneh.

"Tuan Ksatria, siapa namamu?"

"******"

Siapa ... itu?

"Dee gak mau dipanggil 'anda'. Dee ya Dee. Tuan Ksatria harus belajar menyebut nama Dee dengan benar."

"Kalau begitu kau juga harus menyebut namaku dengan benar."

Siapa laki-laki itu?

"Kau harus menyelamatkannya!! ...atau aku akan membunuhmu!"

Suara itu ... rasanya tidak asing.

"Minta maaf pada Dee!"

Rasanya aku begitu mengenal suara itu ...

"Jangan sakiti Dee!"

Suara yang entah mengapa membuatku begitu rindu ...

"DEE!!"

Suara yang selalu memanggil namaku ...

"Karena aku mencintai Dee!"

Wajah itu ... aku kenal wajah itu!

"Aku, ****** ******, dengan ini menyerahkan hidup dan matiku pada Diddordeb."

Siapa? Siapa dia?

Siapa laki-laki itu?!

Kenapa ... air mataku tidak mau berhenti mengalir?

"Tuan Ksatria!"

"Dee! Hei!"

Tubuhku tersentak saat Fia tiba-tiba mencubit pipiku.

"A-apa?"

"Hum~? Tidak biasanya kau melamun seperti itu. Ah! Lihat ini, kita bertiga sekelas, loh!"

"Eh? Benarkah?!"

Aku bergegas mencari namaku, Fiani, dan Fivi di papan pengumuman. Dan benar saja, nama kami bertiga tercantum di kelas yang sama.

"Eh, Dee, aku dan Fivi mau beli minuman dulu, ya. Mau kubelikan sesuatu?"

"Hum! Jus jeruk saja. Maaf merepotkan."

Setelah Fia dan Fivi berlalu, aku kembali membaca nama-nama yang tertera di papan pengumuman. Aku tidak tahu apa yang sedang kucari, tapi aku merasa kalau aku akan menemukan sesuatu di sini.

"Apa-apaan ini? Mereka salah mengeja namaku! Harusnya angka 4, bukan A! Dan yang ini juga! Harusnya angka 0! Sialan!"

Aku tertegun mendengar suara itu. Aku merasa pernah mendengarnya sebelumnya ... begitu sering.

“Dee!”

Suara yang sama ...

“Dee!”

Terus menggema di kepalaku ...

“DEE!!”

Saat itu juga aku menoleh. Dan mendapati seorang pemuda tinggi dengan rambut berantakan dan poni yang menutupi wajah kanannya. Ada janggut dan kumis yang tidak terurus menghiasi wajahnya. Ikat kepala yang seperti warna papan catur melingkari kepalanya.

Melihat pemuda itu ... mendadak air mataku mengalir tanpa sebab. Sebuah rasa rindu yang menyesakkan mencengkram paru-paruku membuatku sulit bernapas.

"Tuan Ksatria ...,"

Dan setelahnya hanya kegelapan yang terlihat olehku.