Palatial Palover:Volume00 04

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

Chapter 04 – Fukuen Hayato (July)

Part 1

[Justice Journal, July 20XX (1)]

Kepada diriku di masa depan : ketika kau melihat entri ini, kuharap aku sudah tidak lagi melawan monster-monster aneh setiap minggu.

Kepada pembaca yang kebetulan menemukan blog ini : anggap saja aku sedang melakukan roleplaying [1]. Tidak perlu menghiraukan isi dari jurnal dalam blog ini atau terlalu serius membacanya.

Tapi kalau kalian terhibur dengannya, tidak masalah juga bagiku.

Oke, dari mana harus kumulai?

Aku membuat jurnal ini dalam format mingguan dan bukan harian, karena dua alasan. Pertama, menulis sesuatu setiap hari itu merepotkan, apalagi setiap hari aku juga masih berkutat dengan tugas kuliah. Jelas lebih fleksibel kalau kusimpan semua untuk dituangkan dalam satu waktu, toh aku bukan sedang menulis diari. Kedua, aku adalah jurnalis dan bukan reporter. Sebagian besar isi jurnal ini hanyalah agar aku bisa menertawakan aku di masa lalu beberapa tahun lagi dengan rangkuman kejadian aneh yang kucatat di sini.

Setelah masalah alasan di balik format, sekarang mari kita mulai dengan apa yang sudah terjadi sejauh ini.

Akhir bulan Maret lalu, aku dan empat orang rekanku (sebut saja si Biru, si Hijau, si Kuning, dan si Merah demi privasi mereka) mendapatkan sebuah kekuatan untuk menjadi sekelompok pasukan pembela kebenaran. Ini adalah poin inti yang menjadi rangkuman singkat dari seluruh isi jurnal ini ke depannya.

Ngomong-ngomong, aku tidak bercanda. Kami mendapat kemampuan untuk berubah wujud menjadi pahlawan berkostum setiap kali ada sosok monster yang menyerang kota.

Dari sini semua orang pasti berpikir, ‘ah, ada sekelompok anak kuliahan kurang kerjaan yang membuat circle[2] super sentai’.

Sebagai orang yang bergelut dengan dunia jurnalistik (meski amatir), aku sendiri lebih senang kalau aku bukan di posisi pahlawan seperti ini, karena lebih nyaman bagiku kalau menyorot topik hangat dari sudut pandang orang ketiga...tapi apa boleh buat. Setelah kupikir lagi, bahkan Spiderman dan Superman masih bisa bekerja dengan normal sehari-harinya sekalipun mereka punya identitas ganda sebagai superhero. Jadi pada akhirnya aku berpikir kalau tidak ada gunanya juga mengeluh.

Oke, ayo kembali merunut apa yang terjadi setelahnya.

Sejak mendapat kemampuan tersebut, kami dihadapkan dengan monster aneh minimal tiga-empat kali dalam seminggu, atau bisa pula setiap hari dalam seminggu. Karena kami tidak dibekali alat seperti sabuk atau jam tangan untuk berubah seperti di film pada umumnya (kami cuma bisa berubah kalau ada monster), salah satu dari kami – si Hijau – membuat aplikasi untuk handphone berupa semacam gabungan peta dan alarm yang menunjukkan kapan dan di mana ada monster muncul. Setiap monster muncul, siapa yang ada di dekat lokasi kejadian akan datang untuk menjaga agar monster itu tidak membuat kekacauan yang mengganggu warga setempat sampai semua berkumpul untuk menghabisi monster tersebut.

Dari tadi aku sudah beberapa kali menyebut soal monster. Sebenarnya, apakah monster yang kumaksud ini?

Sayangnya sampai sekarang aku masih belum tahu jawabannya.

Maksudku, aku tidak tahu dari mana mereka berasal, kenapa mereka berbuat kekacauan, dan apa tujuan mereka sebenarnya.

Tapi setidaknya aku bisa menggambarkan seperti apa rupa monster yang kami hadapi ini.

Monster yang dimaksud selalu berbentuk humanoid (menyerupai manusia) meskipun wujudnya aneh-aneh. Ada yang setengah gurita, setengah gajah, kadang-kandang juga bukan binatang tapi benda, seperti setengah mobil, setengah mesin fotokopi, dan lain-lain. Kadang-kadang aku bingung dari mana monster ini berasal. Kalau memang mereka semacam alien, kenapa sosok mereka harus humanoid dan menyerupai sesuatu yang ada di bumi? Tapi semakin ke sini aku jadi tidak terlalu memikirkannya.

Biasanya para monster ini mengganggu warga dengan cara-cara yang tidak terduga. Misalnya sempat ada orang tua yang ingin menyebrang jalan, dan monster yang muncul ternyata mengendarai motor menembus lampu merah. Untung kami tepat waktu sehingga tidak terjadi kecelakaan. Atau di lain waktu, ketika anak-anak SD sedang berenang, ada monster yang menyedot habis air kolam renang itu. Pokoknya sering sekali apa yang mereka lakukan sangat ganjil untuk dipahami...meski harus kuakui secara sederhana semua itu mengarah ke ‘tindakan jahil yang kelewatan’.

Pada akhirnya, kami selalu mengalahkan monster seperti itu dalam pertarungan fisik, dan setelahnya monster yang kalah pasti secara otomatis meledak dan lenyap bersama asap entah ke mana.

Oh, perlu kutambahkan juga bahwa walau kelompok lima orang ini terlihat seperti kelompok super sentai, pada kenyataannya kami lebih sering bergerak sendiri-sendiri, dan cuma di bulan pertama saja kami sering menghadapi satu monster berlima. Pada bulan berikutnya, biasanya tergantung siapa yang dekat dengan lokasi kemunculan monster saja – karena belakangan ini seorang dari kami saja sudah cukup untuk menghabisi satu monster. Atas permintaan si Merah, dalam aplikasi ciptaan si Hijau ditambahkan fitur pencatat skor untuk melihat siapa yang paling banyak menghabisi monster (saat ini pemegang posisi tertinggi adalah si Merah).

Terhitung dari akhir Maret, sudah 3 bulan kami melakukan aksi melawan monster ini, dan sekarang masuk bulan keempat. Dari 3 bulan yang kami lalui, aku bisa merangkumnya seperti ini :

Bulan pertama adalah masa di mana kami masih beradaptasi dengan kemampuan ini, mencoba berkoordinasi satu sama lain dan baru tercetus ide pembuatan aplikasi oleh si Hijau.

Bulan kedua adalah masa di mana melawan monster mulai terasa lebih mudah, dan akhirnya kami bisa membagi tugas dan waktu setiap minggu.

Bulan ketiga adalah masa di mana kami mulai benar-benar bergerak sendiri-sendiri.

Meski kelihatannya sederhana, pada kenyataannya hari-hari kami menjadi direpotkan dengan adanya ‘tugas tambahan’ ini. Kami berlima adalah anak kuliah dengan segala macam kesibukan dunia kuliah tahun pertama. Aku, si Hijau, dan si Kuning juga punya pekerjaan sambilan di luar kuliah. Hanya teman masa kecilku – si Biru – dan dia yang paling bersemangat dengan peran ini – si Merah – yang normalnya selalu menjadi pionir dan bergerak pada awal-awal debut kami sebagai kelompok pahlawan.

Hmm, mungkin ada baiknya aku juga menulis soal keempat orang rekanku di sini.

Pertama-tama adalah si Biru. Aku mengenal dia sejak kami masih kecil, jadi bisa dibilang kami sahabat dekat. Dia tipe orang yang baik dan pengertian, bisa mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingannya sendiri. Meski sekilas kelihatan seperti seorang yang introvert, orangnya mudah diajak mengobrol asal memang ada topik yang bisa dibicarakan dengannya.

Lalu ada si Hijau. Aku sudah tahu tentang dia sejak SMA, tapi baru benar-benar mengenalnya sejak kuliah. Dialah yang pertama kali membawa kabar soal ‘terpilih’nya kami berlima menjadi pembela kebenaran, juga orang yang tahu banyak soal apa saja yang sedang terjadi di kota. Informan handal yang seringkali menjadi narasumber untuk apapun bahan tulisanku.

Yang ketiga adalah si Kuning. Dia ini orangnya super pendiam, tapi pandangannya selalu tajam. Walau biasanya hanya sedikit bicara, aku bisa tahu kalau dia yang paling punya wawasan dan bijak di antara kami berlima. Dia kelihatannya dekat dengan si Hijau, dan belakangan kuketahui punya kerjaan sambilan sebagai pelayan di sebuah restoran pinggir kota.

Dan terakhir adalah si Merah. Seperti film super sentai manapun, dia seperti pemimpin di antara kami. Orangnya sangat bersemangat kalau sudah bicara soal keadilan, sampai ke taraf chuunibyou[3] kalau boleh kubilang. Dia juga yang paling ahli bertarung di antara kami. Menurut cerita si Hijau, cuma dia yang tidak mengenal satupun di antara kami sebelum kelompok ini terbentuk (aku sudah mengenal si Biru dan si Hijau sudah mengenal si Kuning). Dia juga yang mengusulkan agar kami membuat nama kelompok – Kami Ranger.

Kami Ranger. Bukan ‘Kami Sentai’ dan juga bukan ‘God Ranger’. Kenapa namanya seperti ini, kira-kira seperti inilah percakapannya :

Biru : “Kenapa ‘Kami Ranger’?”

Merah : “Karena ‘Ranger’ dalam bahasa Inggris kedengarannya lebih keren!

Biru : “Terus kenapa ada ‘Kami’ di namanya?”

Merah : “Bukannya jelas? ‘Kami’ di sini diambil dari ‘Kaminokuni’, nama kota yang akan kita lindungi ini.”

Begitulah. Jelas sekali si Merah ini sepertinya punya mimpi masa kecil yang baru terwujud sekarang. Tapi karena alasan kepraktisan, kami semua akhirnya setuju memakai nama itu untuk menyebut diri kami.

Dalam 3 bulan masa aktifnya, keberadaan Kami Ranger semakin dikenal di antara para penduduk kota. Identitas kami sendiri masih rahasia dan belum terbongkar (kelihatannya di antara kami tidak ada satupun yang senang dengan popularitas dan sorotan media), namun semakin banyak monster yang kami lawan, semakin sering kami muncul di berbagai tempat.

Kurasa sudah saatnya mulai menceritakan apa yang terjadi minggu ini.

Akhir minggu lalu, si Merah mengatakan kalau dia baru saja menemukan sesuatu yang mengejutkan tentang perubahan kami.

Si Merah di hari Selasa menunjukkannya ketika melawan monster : Ia mampu menciptakan api! Tanpa alat bantu apapun! Seperti sihir!

Tanpa kami sangka-sangka, ternyata bukan sekedar perubahan kostum saja yang kami dapat dengan menjadi Kami Ranger ini, tapi juga sebuah tambahan berupa kemampuan untuk mengendalikan elemen.

Impresi awal yang kuterima adalah kagum. Bahkan lebih kagum daripada ketika aku pertama kali menerima kemampuan untuk menjadi Kami Ranger.

Di kesempatan melawan monster yang berikutnya, semua selain si Merah mencoba mengeluarkan kemampuan masing-masing. Si Biru memiliki elemen air, si Hijau memiliki elemen kayu, dan si Kuning memiliki elemen logam. Tak perlu ditanya lagi kalau pola ini pasti mengikuti 5 elemen dasar menurut orang Cina...atau setidaknya yang kutahu sih begitu.

Dengan kemampuan baru ini, aku benar-benar merasa seperti punya kemampuan super. Sayang kami hanya bisa mengeluarkannya kalau ada monster.

Mungkin karena terlampau bersemangat dengan penemuan baru ini pula, si Merah mengusulkan agar kami menciptakan semacam serangan kombinasi. Dia mengatakan kalau ada kemungkinan di masa depan kami harus melawan monster yang ukurannya raksasa seperti boss character dalam game, dan kami perlu berlatih menguasai penggunaan elemen masing-masing agar semakin mahir. Sejujurnya sejauh ini kami belum pernah menemui kesulitan dalam menghadapi monster kalaupun itu satu lawan satu, jadi pada awalnya aku merasa usul itu adalah sesuatu yang tidak perlu. Namun karena si Merah bersikeras, akhirnya kami luluh juga.

Maka datanglah satu hari (Sabtu) di mana kami kembali beraksi berlima dari awal.

Kami mengeluarkan kemampuan masing-masing, dan kebetulan monster hari itu cukup tangguh meski tidak sampai ke level ke menyulitkan. Bahkan menurutku, satu lawan lima – apalagi dengan kemampuan elemental yang membuat pertarungan bukan sekedar adu jotos seperti ini – rasanya seperti mengeroyok orang lemah, setangguh apapun monster ini sebenarnya. Pada akhirnya, sesuai dengan rencana si Merah, kami melakukan sebuah ‘serangan kombinasi’, dan sang monster malang pun berhasil dikalahkan tanpa kesulitan berarti.

Dan di situlah masalah datang.

Kami tidak sadar kalau penonton kami hari itu ternyata luar biasa banyak sekali. Biasanya kami berusaha menggiring para monster ke tempat yang sepi sebelum mengalahkan mereka...namun hari itu kelihatannya kami menarik perhatian ekstra. Selama 3 bulan ini masyarakat masih diam karena kukira sekalipun aksi kami mencolok, kami masih bisa dianggap sebagai sekumpulan orang berkostum yang sedang bermain peran. Namun tidak kali ini.

Tidak setelah kemampuan supranatural yang kami tunjukkan di depan khalayak ramai.

Orang-orang menyeru dengan histeris. Ada yang memuji, kebanyakan bertepuk tangan, sebagian menganggap ini adalah syuting film, dan nyaris semua yang memiliki handphone merekam pertarungan kami. Ketika menyadari hal ini, hal pertama yang kami berlima lakukan adalah lari dari lokasi tersebut, berusaha supaya ini tidak menjadi keributan.

Sepulang dari pertarungan hari itu, aku segera mengecek internet untuk melihat apakah ada berita tentang kami.

Aku sudah tahu kalau kami masuk di beberapa berita kota, dan itu bukan hal aneh mengingat aksi kami sudah berlangsung selama 3 bulan.

Akan tetapi malam itu, aku menemukan sesuatu yang lain dari sekedar berita : sebuah channel video.

Dari channel video yang dibuat oleh akun bernama [N2], aku melihat kegiatan kami diliput secara rapi sejak monster pertama yang kami lawan. Tidak ada satupun monster yang terlewat, seolah-olah orang ini selalu hadir setiap kali kami bertarung, tidak peduli sekalipun pertarungan itu di tempat yang jauh dari keramaian atau waktunya di jam orang sibuk.

Dan yang paling aneh adalah...orang ini tahu kalau kami menyebut diri kami sebagai ‘Kami Ranger’.

Di setiap videonya selalu berjudul ‘Kami Ranger Live Action – Episode XX’. Video hari ini di mana kami melakukan serangan kombinasi juga ada, dengan nomor episode 78.

Ada dua hal yang langsung melintas di kepalaku saat itu.

Pertama : apakah orang ini mendapat keuntungan dari video kami? Kalau ya, aku agaknya jadi merasa dengki juga. Aku sempat berniat menjadikan Kami Ranger sebagai topik tulisan untuk sebuah majalah, namun belakangan tidak jadi karena kukira hal seperti ini sebaiknya bukan untuk kepentingan pribadi. Tapi kalau ternyata ada orang yang melakukannya....entahlah, kami memang bukan sebuah kelompok resmi yang harus dimintai persetujuan untuk diliput, tapi tetap saja aku tidak suka.

Kedua : dari mana dia tahu nama Kami Ranger? Aku segera berpikir kalau [N2] ini adalah salah satu di antara kami berlima...namun kemudian kurasa itu tidak mungkin. Si Hijau adalah informan yang tidak suka identitasnya diketahui banyak orang dengan hal konyol seperti ini. Si Biru bukan orang yang senang mendapat perhatian. Si Kuning punya pendapat yang sama denganku soal ketenaran, dia bukan tipe orang yang senang hal-hal seperti ini. Dan si Merah sejak awal yang paling bersikeras soal ‘pahlawan menolong tanpa pamrih – tidak perlu membeberkan jati diri’.

Lagipula video buatannya ada dari monster pertama. Saat itu kami bertarung berlima dari awal, jadi rasanya mustahil ada yang merekam pertarungan...

...kecuali ia meminta tolong orang lain.

...mungkinkah demikian? Apa memang salah satu di antara kami membocorkan apapun kegiatan kami pada orang di luar kami berlima? Atau memang baru aku saja yang pertama tahu soal [N2] ini?

Aku berusaha mengenyahkan pikiran tidak nyaman dengan melihat tanggapan terhadap kami di video-video yang ada.

Kulihat sebagian besar tanggapan tentang keberadaan kami positif. Beberapa mungkin mengolok-olok, tapi ada juga yang memuji ‘betapa niatnya kami membuat sebuah film indie’. Ada yang bertanya apakah ini semacam acara televisi yang videonya bocor ke internet sebelum masa tayang, dan ada pula yang bertanya cara mengontak langsung para Kami Ranger. Dari kolom komentar itu pula aku mendapati kalau aksi kami hari ini ramai ditonton karena semua penasaran kami melakukan ‘jurus baru’ tanpa terlihat menggunakan alat bantu di 2 episode sebelumnya....

Setelah kuperhatikan lagi, akun bernama [N2] ini tidak pernah muncul dalam percakapan di kolom komentar penonton video.

Namun jumlah orang yang berlangganan ke channel miliknya sudah berjumlah puluhan ribu. Bukankah itu berarti....kami selama ini lebih terkenal dari yang kami bayangkan?

[N2] tidak mencantumkan deskripsi apapun dalam videonya selain ‘Film ini adalah fiksi. Bila kalian melihat proses pembuatannya, tolong jangan mengganggu tim produksi dan saksikan saja hasilnya melalui video di channel ini’. Mungkin ini alasannya para penduduk kota tidak pernah menganggap aneh aksi kami. Aku jadi bingung harus berterima kasih atau semakin curiga dengan orang yang satu ini.

Demikianlah laporan untuk minggu pertama. Memang belum ada efek signifikan untuk Kami Ranger atas penemuanku ini, tapi aku merasa perlu mengumpulkan semua anggota Kami Ranger dan membicarakan soal status kami di masyarakat – juga orang bernama [N2] – bila kami semua berkumpul.

Semoga kami tidak terlibat masalah yang merepotkan ke depannya....



  1. Bermain peran, namun dalam konteks ini bermain peran di dunia nyata – seperti berpura-pura menjadi agen rahasia sekalipun sebenarnya kau hanya orang biasa.
  2. Sebutan untuk klub atau komunitas di kampus, bisa bersifat resmi atau tidak. Kadang juga bisa dipakai untuk sebutan kelompok yang memproduksi dan menjual barang secara indie.
  3. Delusional. Membuat-buat sesuatu yang tidak ada seolah-olah ada. Penyakit yang biasanya muncul sejak seseorang berusaha mencari jati diri di masa SMP.


Part 2

[Justice Journal, July 20XX (2)]

Membuat jurnal yang ditulis di sebuah blog berarti ada banyak kemungkinan orang yang tidak dikenal membaca isi jurnal tersebut.

Sejak awal aku sudah memperhitungkan kemungkinan itu, dan setelah kasus [N2], kurasa lebih bagus lagi kalau dia juga menemukan blog ini dan menghubungiku.

Oke, mari kita lanjutkan dari apa yang terjadi minggu lalu. Entri kali ini adalah rangkuman kejadian di minggu kedua bulan Juli, dan kurasa kau (aku di masa depan) atau kalian (pembaca yang tidak kukenal) bisa melihat entri sebelumnya untuk mengetahui apa yang terjadi sebelum ini.

Setelah hari di mana kami melakukan serangan kombinasi, aku segera mengumpulkan semua anggota Kami Ranger di kampus dan membicarakan soal ketenaran kami (yang tidak diinginkan).

Respon semua orang berbeda. Si Merah ingin sekali mencari siapa [N2] sebenarnya, namun di sisi lain berterima kasih karena ia bisa melihat rekaman ulang setiap pertarungan untuk bahan latihan. Si Biru merasa seharusnya tidak perlu mencari [N2], toh kebebasan orang untuk meliput apa yang terjadi di tempat umum. Si Hijau tidak keberatan dengan semua video itu, tapi penasaran dengan [N2] dan ingin mencari tahu dari mana seseorang bisa mengikuti kami setiap waktu. Sementara si Kuning tidak banyak berkomentar selain agar kami mengingat apa sebenarnya tujuan kami melakukan semua ini.

Ya...kami melakukan tugas sebagai Kami Ranger karena setiap dari kami mencintai kota ini dengan sepenuh hati.

Kalau mau dibilang, seseorang yang diberi kemampuan ini di awal pasti hanya menganggapnya beban atau main-main. Lebih buruk lagi kalau ia tidak menghiraukan setiap monster yang muncul.

Memang tidak ada yang mengikat kami dengan tanggung jawab atau semacamnya, jadi kami semua sadar bahwa masing-masing dari kami melakukan ini atas kemauan kami sendiri.

Setelah memikirkan ini, rasanya tidak perlu lagi memusingkan soal hal lain selama kami bisa menjaga kota ini agar menjadi tempat yang aman dan senantiasa nyaman untuk ditinggali.

Namun kemudian, si Hijau mengajukan sebuah pertanyaan.

‘Sampai kapan kita akan melakukan ini?’

...barulah kami semua berpikir.

Benar juga. Kami sudah melakukan ini selama 3 bulan, tetapi tidak mungkin kami melakukan ini untuk selamanya.

Meski menerima kemampuan seperti ini, kami tidak pernah tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan kemunculan para monster dan dipilihnya kami sebagai pahlawan...dan selama ini kami hanya menjalaninya sebagai sebuah rutinitas baru seperti seseorang beradaptasi dengan kehidupan kuliah dari SMA. Semua pemikiran itu luput dari kami dan baru sekarang kami tersadarkan oleh si Hijau.

Si Kuning juga angkat bicara dengan mengatakan ‘kalau sebuah acara punya sejumlah episode, kita semua tahu pada episode sekian cerita seharusnya sudah berakhir, kan?’.

Berbekal pembicaraan kali ini, si Merah kemudian mengajukan agar kami tidak sekedar melawan monster lagi, namun juga mencoba mencari tahu siapa dalang di balik kemunculan para monster. Aku ingat percakapannya seperti ini :

Biru : “Bagaimana kita akan mengakhiri semua ini?”

Merah : “Pasti ada orang yang mengendalikan semua ini di balik bayangan. Sudah saatnya kita mencari tahu siapa boss character yang harus kita kalahkan di ujung perjalanan ini!”

Biru : “Iya, tetapi bagaimana caranya?”

Merah : “Tanyakan langsung pada para monster itu siapa yang mengirim mereka untuk mengacau di kota ini!”

Sekali lagi kami disadarkan akan sesuatu. Kami sejauh ini belum pernah melakukan komunikasi dengan para monster. Setiap melakukan kontak dengan mereka, mereka pasti bertindak agresif lebih dahulu sebelum kami sempat melakukan apapun selain melawan untuk membela diri, jadi ujung dari kontak kami dengan setiap monster selalu berupa pertarungan.

Mungkinkah sebenarnya kami bisa berkomunikasi dengan mereka?

Dari topik mengenai [N2] yang berkembang menjadi usaha berbicara dengan para monster, kami mengakhiri hari itu dengan kesepakatan untuk mencoba mengorek informasi dari monster yang kami temui di kesempatan berikutnya.

Ini adalah sebuah langkah baru. Aku sangat berharap ada perkembangan berarti dari apa yang akan kami lakukan kali ini.

Siapa sangka, perkembangan itu terjadi di luar dugaan.

Hanya berselang satu hari sejak pembicaraan di awal minggu ini, kami dihadapkan pada monster setengah kepiting yang muncul di tengah hari. Pada awalnya kami mencoba untuk berbcara, namun ternyata semua tidak semudah yang kami kira. Sang monster tidak membuka ruang untuk bicara dan menyerang kami dengan membabi buta, meski akhirnya dengan terpaksa kami mengalahkannya bersama-sama.

Kejutannya adalah, di hari itu muncul lagi monster lain di lain tempat.

Ini adalah pertama kalinya lebih dari satu monster muncul dalam satu hari. Kami semua jelas terkejut dengan kejadian ini, namun bersegera untuk melawan monster kedua : monster jerapah di tengah kota. Sama seperti monster kepiting, usaha untuk membuka percakapan dengannya percuma, dan ia meledak tanpa kami mendapat informasi apa-apa.

Seolah tidak cukup untuk mengejutkan kami, muncullah monster ketiga.

Kami masih punya tenaga, tapi jelas secara mental kami cukup lelah hari itu. Si Merah mengatakan agar mereka yang masih punya kesibukan di keesokan harinya untuk pulang terlebih dahulu, dan menyerahkan monster ketiga ini padanya saja. Si Kuning dan si Hijau memisahkan diri, tapi aku dan si Biru masih mengikuti si Merah karena penasaran dengan keganjilan ini.

Apa yang menjadi kekhawatiranku sejak kami tahu ada monster ketiga ternyata menjadi kenyataan.

Monster keempat muncul setelah monster ketiga.

Si Merah hendak berlagak kuat dengan menyuruh kami berisitrahat lebih dulu, tetapi jelas aku tak bisa melewatkan keanehan ini. Setelah menelepon si Hiaju dan si Kuning, kami sepakat untuk bertukar tempat sehingga aku, si Biru dan si Merah bisa makan malam dulu sekaligus istirahat untuk sejenak.

Monster kelima muncul setelah si Hiaju dan si Kuning mengalahkan monster keempat.

Kekhawatiranku berubah menjadi ketakutan.

Tidak, aku tidak takut pada monster. Bahkan hingga saat ini belum ada satupun monster yang mampu menyulitkan kami, dan mengalahkan satu monster sebenarnya adalah pekerjaan mudah.

Namun aku tidak bisa berhenti memikirkan ‘kapan semua ini akan berakhir?!’.

Mengerikan sekali rasanya kalau mulai sekarang kami harus berhadapan dengan monster yang terus datang tanpa kami tahu kapan mereka akan berhenti datang dalam satu hari.

...untunglah monster kelima adalah monster yang terakhir muncul pada hari itu. Kami bersiaga menunggu kalau-kalau monster keenam muncul untuk beberapa jam ke depan, namun tidak ada tanda-tanda apapun hingga hari itu berakhir. Kami semua lelah dan pulang ke rumah masing-masing, setuju untuk beristirahat karena kami semua masih punya kehidupan untuk dijalani setiap harinya.

Meski lelah, aku tidak segera tidur malam itu.

Aku mengecek channel video milik [N2], dan kecurigaanku terbukti benar.

[N2] telah mengunggah kelima pertarungan kami dalam satu episode, episode 79.

Hal ini membuatku berpikir bahwa [N2] tidak hanya tahu kapan monster muncul, ia juga tahu di mana saja monster-monster ini muncul, dan mengikuti kami meski kami berpindah-pindah tempat. Orang normal tidak mungkin melakukan ini. Tapi lain ceritanya kalau ini bukan pekerjaan satu orang, melainkan sekelompok orang ...atau sebuah organisasi.

Organisasi rahasia...membayangkannya saja tidak bisa membuatku tertawa dalam situasi ini, sekalipun rasanya itu seperti plot film pahlawan mingguan.

Apakah semua yang kami lakukan selama in adalah skenario ciptaan seseorang di balik layar?

Aku memikirkan kemungkinan ini, tetapi aku tidak mungkin hanya memikirkan ini seorang diri. Setelah aku membawa berita tentang [N2] kepada semuanya, rasanya mustahil kalau di antara mereka belum ada yang mengecek soal channel ini ataupun setidaknya jadi memikirkan soal [N2].

Entah kenapa aku juga menjadi curiga pada si Merah.

Setiap episode unggahan [N2] sudah berjudul ‘Kami Ranger’ bahkan sebelum kami menamai kelompok kami demikian, dan dia adalah yang mengusulkan nama itu. Setelah kupikirkan lagi, sikap selalu bersemangatnya yang tidak pernah berhenti mengejar monster seperti hari ini, menemukan soal kemampuan baru minggu lalu, dan selalu menjadi yang pertama mengusulkan segala sesuatu seperti ‘mencari boss character’ juga jadi terasa mencurigakan.

Apakah dia sengaja bersikap seperti itu karena baginya ini adalah sebuah cerita yang sudah digariskan? Apakah ia tahu soal [N2] ini – atau bahkan merupakan bagian darinya?

Aku harus bicara serius soal hal ini pada orang lain.

Aku pertama menghubungi si Biru, namun tidak tersambung. Aku baru sadar aku tidak punya nomor si Kuning. Aku menghubungi si Hijau, dan dia menjawab panggilanku.

Melalui penjelasan tentang dugaanku, si Hijau menyimpulkan kalau ini memang masalah serius. Memang berat rasanya mencurigai salah satu di antara kami, tapi sebagai orang yang mengajukan pertanyaan tentang kapan semua ini akan berakhir, si Hijau meyakinkanku bahwa ia akan menggunakan segenap kemampuannya sebagai informan untuk mencari tahu apapun yang bisa ia cari dari [N2] dan si Merah terkait dengan aksi kami selama ini.

Keesokan harinya aku tidak menemui si Hijau di kampus (baru belakangan dia mengirim pesan kalau sejak kemarin ia tidak tidur demi mengorek informasi, jadi sebagai gantinya ia tidur seharian). Sebagai gantinya, aku menemui dia yang nomornya tidak kumiliki – si Kuning.

Berbeda dengan si Hijau, si Kuning tidak begitu terkejut ataupun mempermasalahkan sekalipun dugaanku terbukti benar nantinya. Ia malah kemudian menyarankan agar aku menulis artikel atau semacamnya tentang Kami Ranger untuk dikirim ke koran atau majalah. Awalnya aku heran apa untungnya bagi kami mendapat publikasi di media cetak seperti itu, namun kemudian si Kuning mengatakan bahwa kalau memang [N2] ini adalah sebuah organisasi dan bukan seorang individu, maka mereka pasti tidak ingin media terlibat, apapun tujuan akhir mereka.

Saat itu aku masih belum menangkap apa maksud si Kuning, tapi aku merasa tidak ada salahnya membuat semacam catatan lengkap – atau bahkan otobiografi tentang Kami Ranger selagi aku masih bersemangat menyelami masalah kali ini.

Aku tidak menemui si Merah dan si Biru hari itu karena mereka sudah lebih dulu bergerak melawan monster lain yang muncul.

Kelihatannya hari ini tidak ada monster dalam jumlah besar seperti kemarin, satu hal yang membuatku cukup lega.

Aku mengirim pesan singkat pada si Biru untuk berbicara soal si Merah esoknya lagi.

Tanpa terasa sudah akhir minggu. Mungkin waktu mungkin terasa cepat kalau banyak kejadian yang kita alami, sehingga kita tidak menyadari berapa banyak waktu yang sudah berlalu.

Aku bermain ke rumahtemanku sejak kecil, si Biru hari itu. Karena ini hari libur – ditambah sudah lama aku tidak mengunjungi rumahnya, kami menghabiskan waktu bermain game console sampai lupa waktu.

Untung aku tidak lupa soal si Merah. Aku nyaris terlena karena tidak ada monster hari itu, tapi tentu aku tidak melewatkan kesempatan ini untuk membicarakan soal kecurigaanku tentang si Merah.

Tanggapan si Biru berbeda pula dengan si Hijau dan si Kuning. Ia malah menganggap mustahil si Merah adalah dalang di balik semua ini, karena menurutnya si Merah itu orang yang bodoh namun jujur. Seseorang seperti si Merah bukan tipe orang yang mampu menyembunyikan sesuatu selevel plot twist sebuah novel, dan hasratnya untuk melindungi dan membela keadilan adalah murni. Persis seperti seorang anak lelaki yang senang memimpikan untuk menjadi seorang pahlawan di masa depan.

Sedikit banyak aku mengerti pembelaan si Biru, karena impresiku tentang si Merah juga kurang lebih sama dengannya.

Lalu datanglah hari terakhir dalam minggu ini.

Usai peristirahatannya, si Hijau menghubungiku secara langsung untuk melaporkan kalau ia gagal menemukan hubungan apapun antara si Merah dengan [N2]....yang artinya kecurigaanku terbantahkan.

Namun ia mengatakan padaku kalau semua itu didasarkan pada fakta bahwa ia tidak bisa menemukan apapun soal [N2]. Bukan hanya lokasinya tidak terlacak, menurut si Hijau, orang dengan akun bernama [N2] ini bahkan seperti bukan manusia – seolah-olah dia hanyalah program yang secara otomatis akan merekam dan mengunggah setiap video pertarungan kami.

Aku bukan orang yang mengerti soal hal-hal bersifat teknis, tapi si Hijau menjelaskan dengan penjelasan yang cukup mudah untuk kupahami, dan aku tahu ia tidak bercanda.

Sempat terpikirkan olehku agar ketika monster muncul berikutnya, sebagian dari kami memeriksa sekitar tempat pertarungan untuk mencari kalau-kalau ada kamera tersembunyi yang merekam pertarungan kami sementara yang lain melawan monster. Ada pula ide lain untuk membiarkan monster dan tidak melawannya untuk melihat apa yang terjadi kalau monster tidak dikalahkan....tetapi menurut si Hijau, si Merah pasti menentang ide ini dan bersikeras melawan monster sekalipun ia harus pergi sendiri, jadi dia lebih setuju dengan ide pertama.

Tapi kemudian, si Hijau mengajukan sedikit modifikasi pada ide pertamaku.

Ia mengatakan kalau ia punya koneksi dengan bagian produksi di stasiun TV lokal. Kalau kami mengajukan diri untuk menjadi bagian dari acara televisi di mana pertarungan kami diliput dan menjadi acara resmi, ada kemungkinan [N2] akan berhenti mengunggah video bila aksi meliput kami dianggap layaknya syuting film yang dilindungi hak cipta.

Sekali lagi, aku tidak mengerti detil teknis dari penjelasan si Hijau, tapi ide yang satu ini cukup menarik.

Tentu saja, setiap dari kami tidak tertarik dengan popularitas dan tidak ingin identitas kami diketahui. Tapi kalau ini untuk melihat reaksi [N2] yang misterius, rasanya sekedar tampil dalam kostum sekali-dua kali di layar TV bukan masalah.

Si Hijau juga mengatakan kalau ia akan berusaha supaya ini menjadi acara spesial saja dan bukan acara mingguan – yang artinya kami tidak perlu liputan rutin, toh tujuan kami adalah melihat gerakan [N2] – apakah ia akan berhenti mengunggah video meski hanya satu episode – dan bukan mencari nama di mata penonton nantinya.

Minggu kedua ditutup dengan aku dan si Hijau pun menghubungi yang lain untuk membicarakan ide ini di pertemuan kami berikutnya.

Semoga tidak muncul masalah di antara kami dengan usulan yang satu ini...


Part 3

[Justice Journal, July 20XX (3)]

Mungkin karena jurnal ini baru berumur 2 minggu, aku tidak melihat adanya orang yang berkomentar di sini. Tidak heran sih, tapi rasanya lebih baik kalau aku tidak punya ekspektasi apa-apa.

Kurasa memang kecil kemungkinannya [N2] menemukan jurnal ini apalagi sampai berkomentar.

Baiklah. Melanjutkan ide terakhir si Hijau, kami berlima berunding untuk memutuskan apakah penting mempublikasikan diri kami di dalam media seperti televisi.

Ngomong-ngomong soal media,aku sudah sempat punya keinginan menulis artikel tentang Kami Ranger untuk majalah, namun kuurungkan sampai si Kuning mengatakan kalau aku lebih baik tetap menulisnya (dan memang sudah kutulis). Nah, sekarang kami akan melakukan sesuatu yang berpotensi mengubah status Kami Ranger.

Kita mulai dengan pro dan kontra. Sebagai yang mengajukan ide ini, si Hijau bersamaku ada di grup yang pro dengan gagasan muncul di TV untuk menarik [N2]. Seperti yang sudah kuduga, si Biru dan si Merah kontra dengan ide ini karena bagi keduanya tidak ada artinya tampil di depan publik; fokus kami sekarang seharusnya mencari tahu soal monster dan petunjuk tentang bagaimana mengakhiri semua ini. Sementara si Kuning netral seperti biasa.

Si Hijau berpendapat kalau kami sudah gagal kalau mencoba mencari petunjuk dari monster. Untuk saat ini, justru [N2] menyimpan misteri – dan mungkin dengannya, petunjuk – yang lebih besar soal monster dan Kami Ranger.

Pada giliranku, aku memaparkan mengenai kecurigaanku (yang sudah didengar oleh semua selain si Merah) terkait aktivitas [N2] sejak video pertamanya, yang kelihatannya jelas mengindikasikan ia tahu lebih banyak dari kami yang sekedar beraksi tanpa tahu apa-apa.

Dengan dua pendapat ini, si Merah tampak berhasil kami yakinkan untuk setuju dengan gagasan tersebut. Menurutnya tidak ada banyak risiko selama identitas kami bisa tetap terjaga kerahasiaannya.

Sampai akhir hanya si Biru yang masih menentang ide ini. Dia beralasan bahwa dengan muncul di televisi, kami tidak hanya menarik [N2] untuk bergerak – dalam jangka panjang, akan ada banyak pihak yang tertarik dengan rutinitas kami dan bisa jadi lebih merepotkan daripada menangani monster.

Sebenarnya pendapatnya beralasan...namun setelah si Hijau menambahkan bahwa kami tidak akan beranjak ke mana-mana dari kegelapan akan ketidaktahuan kalau hanya begini terus, si Biru akhirnya mau tidak mau menerima suara mayoritas.

Keputusan pun bulat sudah.

Kendalanya adalah, sekalipun si Hijau punya koneksi dengan orang dari stasiun TV lokal, kami tidak bisa menentukan kapan monster muncul. Ini penting, karena pihak TV harus menyesuaikan jadwal tim yang bisa turun ke lapangan dan menyorot kami.

Meski tahu soal Kami Ranger, masyarakat kelihatannya belum tahu kalau monster yang kami lawan adalah monster sungguhan, dan bukan bagian dari kami yang bermain peran menjadi tokoh jahat untuk dikalahkan di setiap pertarungan.

Si Kuning mengajukan sebuah saran. Melalui aplikasi buatan si Hijau, kami seharusnya bisa melacak ulang di titik-titik mana saja para monster yang sudah kami kalahkan dulu muncul. Meski kelihatannya waktu kemunculan mereka cukup acak, namun bisa jadi tidak demikian dengan lokasi kemunculannya.

Mengerti apa yang si Kuning sarankan, si Hijau meminta waktu untuk mengutak-atik aplikasinya tersebut dan akan mengabarkan apa yang bisa ia prediksi catatan kemunculan monster.

Masih di hari yang sama, tiba-tiba saja monster muncul di kota.

Kembali kami dikejutkan dengan sesuatu yang tidak biasa sebagaimana kemunculan monster sebelum ini.

Kalau sebelumnya 5 monster muncul berturut-turut....kali ini 5 monster muncul bersamaan di waktu yang sama – namun dengan tempat kemunculan yang berbeda-beda.

Jelas, kalau begini ceritanya, kami tidak akan mungkin memantau [N2] – seandainya dia menguntit kami dan merekam video pertarungan kami dan para monster.

Ini juga akan membuktikan bahwa [N2] bukanlah satu individu, melainkan satu kelompok – bila melihat tidak mungkin satu orang muncul di 5 tempat berbeda dalam satu waktu.

Si Merah tidak menunggu lama untuk memerintahkan kami agar berpencar dan bergerak ke setiap titik di mana monster muncul. Si Biru bergerak setelahnya, disusul si Kuning. Tinggal aku dan si Hijau yang masih tak yakin apakah sudah ‘skenario’ kami untuk bergerak begitu saja.

Tanpa kuduga, si Hijau memanggil polisi (ia mengatakan punya kenalan di pihak kepolisian lokal) dan meminta mereka menahan salah satu dari lima monster yang muncul. Ia beralasan Kami Ranger tidak terlihat muncul setelah sekian waktu, dan para monster mengganggu warga kota. Aku juga baru sadar kalau selama ini pihak kepolisian tidak pernah turun tangan sekalipun monster muncul.

Apa ini karena si Hijau, [N2], atau memang polisi sendiri tidak ambil pusing karena kami selalu mengurusnya?

Yang manapun itu, si Hijau kemudian berniat pergi ke tempat satu-satunya monster yang masih bebas tanpa penjagaan. Ia memintaku ikut dengannya dan memeriksa apakah selama pertarungan nanti ada sosok mencurigakan yang merekam jalannya pertarungan.

Aku mengerti rencananya. Dengan begini, kami punya kemungkinan menangkap [N2] – bila memang mereka bergerak bersamaan dengan kami.

Kami berdua pun bergerak menuju si monster. Monster yang dihadapi si Hijau adalah monster menyerupai naga...dan untuk menambah keterkejutan kami, monster kali ini sama sekali tidak berbentuk humanoid, melainkan bentuk ganjil yang pantas membuatnya disebut ‘monster’ alih-alih hanya seperti kostum.

Sesuai rencana, si Hijau mulai melawan monster naga itu sementara aku memantau sekeliling.

Akan tetapi aku segera sadar kalau rencana ini ternyata sia-sia.

Sama seperti ketika kami semua pertama kali menggunakan kemampuan elemental – kali ini juga banyak sekali penonton yang melihat pertarungan ini.

Tidak ada seorangpun (seperti polisi) yang meminta agar para warga menjauh demi keselamatan mereka, mungkin karena bagi mereka ini semua hanyalah ‘syuting film’.

Aku tidak bisa melakukan apa-apa karena membaur dengan mereka.

Sulit menentukan mana yang berpotensi sebagai [N2] kalau melihat ada lebih dari belasan orang yang merekam pertarungan ini. Aku menyerah, dan memutuskan untuk membantu pertarungan si Hijau.

Pertarungan si Hijau dengan monster naga berlangsung begitu alot hingga ia dipaksa untuk mengerahkan seluruh kemampuannya. Meski si Hijau bukan orang yang mahir bertarung, tidak ada satupun di antara kami yang tidak bisa mengalahkan monster dalam pertarungan satu lawan satu, jadi melihat si Hijau begitu kesulitan menghadapi monster naga membuatku khawatir. Ditambah lagi, pertarungan tangan kosong kelihatannya sulit dilakukan melawan monster naga ini hingga si Hijau menggunakan kemampuan elementalnya (yang tentunya menarik benyak penonton yang berdecak kagum).

Paraparo04.jpg

Begitu aku ikut membantunya, si Hijau jelas heran dan menanyakan apa yang terjadi dengan rencana kami semula. Aku menjelaskan kalau sulit menangkap [N2] dalam keadaan seperti ini, lagipula ia terlihat terdesak dan perlu bantuan.

Si Hijau kelihatannya kecewa dengan keputusanku, tapi mau bagaimana lagi. Sekarang kami ada di tengah pertarungan dan tidak punya ruang untuk keluhan.

Sang naga semakin liar begitu lawannya menjadi dua. Bila sebelumnya hanya serangan fisik seperti menggunakan cakar dan ekor saja yang ia lancarkan, kini ia melakukan serangan yang tidak kami duga – semburan api. Aku menahan serangan itu, namun beberapa kali pula api itu menyasar ke arah penonton.

Aku dan si Hijau menyeru pada penonton bahwa berbahaya kalau tetap berada di sini dan meminta mereka semua melarikan diri. Tapi bagai terhipnotis, mereka yang masih saja menyorot pertarungan kami tidak juga beranjak dari tempat mereka berdiri.

Aku masih sempat berpikir apa [N2] ada di balik semua ini, dan dia mengontrol orang-orang ini dengan sebuah cara agar pertarungan kami tetap terekam.

Namun tidak ada waktu untuk memikirkan [N2] dalam kondisi ini. Kemampuan sang naga membuatku khawatir dengan nasib polisi yang si Hijau minta menahan monster di tempat lain, Kalau monster yang muncul serupa dengan yang satu ini, polisi lokal saja pasti tidak cukup untuk menahan apalagi melawannya.

Aku meminta si Hijau untuk segera menyelesaikan pertarungan ini, dan kami pun mengatur siasat.

Aku maju terlebih dahulu, bagai sebuah tameng yang menahan semburan api si naga dengan kemampuanku. Sementara naga itu terfokus padaku, si Hijau diam-diam membuat akar yang berhasil menahan kaki si naga sehingga ia tidak bisa bergerak. Kesempatan ini lalu kugunakan untuk membuat sebuah serangan besar ke arah si naga.....

...namun kemudian naga itu mengepakkan sayapnya, berusaha terbang dan melepaskan diri dari akar si Hijau.

Ia meraung dan membuat kami gentar. Kalau dia sampai benar-benar terbang, kami tidak akan bisa mengimbaginya.

Di tengah kepanikan itu entah bagaimana aku membuat sebuah kubah tertutup serupa setengah bola yang menutupi kami dan sang naga dari dunia luar – memastikan agar dia tidak bisa lari. Si Hijau tampaknya terkejut dengan apa yang kulakukan, namun kemudian bergerak cepat dan menghujamkan sebuah tinju ke arah dada monster naga yang mengamuk.

Bukan sebuah tinju biasa, karena kemudian tubuh naga itu seperti digerogoti dari dalam dengan sulur-sulur berduri....hingga akhirnya ia mati.

Dan meledak.

Ledakan itu menghancurkan kubah ciptaanku dan membuat kami terpelanting keluar. Pecahan kubah itu terlempar ke mana-mana, menambah kerusakan yang sudah tercipta sejak awal pertarungan dengan si naga.

Kami menang, namun cukup kelelahan. Baik aku maupun si Hijau sadar betul kalau ketiga teman kami yang lain belum ada yang menyelesaikan pertarungan mereka, dan kami masih punya satu monster lain yang belum diurus. Dalam keadaan seperti ini, kami menyeret tubuh kami menuju lokasi selanjutnya.

Seperti yang kuduga, monster yang kami temui selanjutnya juga seperti naga – hanya saja berbeda warna. Kami mendapati polisi yang terluka di sana-sini, bahkan sudah ada beberapa mobil polisi yang rusak. Tanpa membuang waktu lagi kami segera mengambil alih posisi para polisi dan meminta mereka mundur, membawa yang terluka pergi dari sini serta menyuruh para warga menjauh.

Dalam hati aku membuat catatan mental agar nanti memeriksa apakah [N2] juga mendapatkan rekaman pertarungan yang ini, meski warga sudah dihimbau untuk tidak mendekat ke tempat ini oleh polisi.

Pertarungan ronde dua antara aku dan si Hijau dengan monster naga pun dimulai.

Aku tidak bisa bercerita banyak karena ingatanku tidak sejelas saat kami melawan naga pertama (mungkin karena aku sudah cukup lelah). Yang jelas kami berhasil mengalahkan naga yang kedua ini....meski memakan waktu yang lama dan usaha yang berat.

Sama seperti naga sebelumnya, naga yang ini juga begitu agresif dan tidak bisa dilawan dengan tangan kosong saja. Pada akhirnya kami melakukan serangan yang kurang lebih sama seperti saat melawan naga sebelumnya. Naga yang ini punya kemampuan elemental air, jadi baik aku maupun si Hijau tidak begitu kesulitan membalasnya – walau bukan berarti itu membuat pertarungan kami jadi lebih mudah daripada seharusnya.

Pada akhirnya sang naga kalah dan meledak.

Kelihatannya kami tidak begitu terlambat, karena meski ada beberapa yang terluka, tidak ada korban jiwa dalam kekacauan hari itu.

Pihak polisi berterimakasih atas bantuan dan kehadiran kami, namun juga nyaris menyeret kami ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Tentu saja kami melarikan diri sebelum itu terjadi.

Ngomong-ngomong, tiga pertarungan lainnya juga berlangsung luar biasa sulit. Bahkan si Merah yang ahli berkelahi dan paling mahir dengan kemampuan elementalnya juga tidak bisa menghabisi naga yang ia lawan semudah melawan monster biasa. Kami tidak sempat berkumpul lagi usai pertarungan hari itu, tapi dari cerita di hari berikutnya ia mengatakan kalau pertarungannya memakan waktu lebih dari setengah jam, dengan kerusakan di sana-sini begitu semuanya selesai.

Si Biru dan si Kuning tidak banyak memberi komentar tentang pertarungan mereka masing-masing, tapi kelihatannya mereka pun punya masalah sendiri di pertarungan tadi.

Hari itu ditutup setelah kami memastikan semua telah mengalahkan monster di 5 titik, dan tidak ada lagi monster yang muncul hari itu. Meski bertanya-tanya apa maksudnya perubahan pola dalam dua kemunculan terakhir, kami tidak bisa menyimpulkan apapun karena tidak punya petunjuk soal monster. Lagipula, si Hijau saat itu belum menyelesaikan analisisnya tentang catatan kemunculan para monster.

Seperti yang sudah kurencanakan sebelumnya, aku mengecek channel [N2] setelah beristirahat sejenak.

Dia sudah mengunggah pertarungan hari ini dalam episode 80. Aku memutar video itu, dan melihat di dalamnya diliput pertarungan kami berlima, tidak kurang satu apapun sebagaimana yang kubayangkan.

Ini membuktikan beberapa hal.

Pertama, [N2] benar-benar bukan satu orang, melainkan satu kelompok. Kedua, mereka punya cara untuk mengetahui lokasi dan waktu kemunculan monster bahkan lebih cepat dari kami bila melihat rekaman yang dimulai sejak awal monster muncul. Dan ketiga, jaringan mereka tersebar di kota ini hingga seolah bisa berada di mana saja kapan saja.

Aku masih tidak yakin apa peran [N2] dalam semua ini, dan apakah kami harus menganggapnya sebagai pihak musuh atau tidak.

Semua tentang mereka masih misteri.

Beberapa hari kemudian para Kami Ranger telah selesai beristirahat dari pertarungan terberat yang kami hadapi, dan kami berkumpul lagi di kampus untuk melihat hasil analisis dari si Hijau.

Kota ini adalah kota yang cukup kecil, dan dengan jumlah kemunculan monster yang sudah mencapai lebih dari 80 kali, di dalam peta terlihat banyak tanda silang yang memenuhi banyak lokasi. Tanda silang menandakan di mana monster pernah muncul menurut catatan aplikasi si Hijau.

Dari sini kami melihat bahwa para monster benar-benar muncul secara acak. Namun yang pasti, mereka kelihatannya tidak pernah muncul di tempat yang sama dua kali.

Aku tidak tahu apakah ini sebuah petunjuk, tapi bagi si Hijau, ini bisa menjadi sebuah acuan. Ia mendaftar titik-titik yang mungkin menjadi tempat kemunculan berikutnya, kemudian menghubungi pihak TV untuk menunggu kabar darinya sambil memberikan lokasi yang mungkin akan dipakai supaya mereka bisa mengira-ngira bagaimana tim lapangan akan bergerak nantinya.

Selesai dengan orang TV, yang bisa kami lakukan sekarang hanyalah menunggu.

Si Merah berpesan pada kami semua agar melakukan image training supaya lebih siap kalau ada monster yang merepotkan seperti yang sebelumnya. Si Kuning berpendapat kalau ada kemungkinan semakin lama tingkat kesulitan monster yang kami hadapi akan semakin meningkat, dan ia setuju dengan pesan si Merah.

Hari demi hari pun berganti.

Mendekati akhir minggu, si Hijau terlihat kebingungan karena sudah membuat pihak TV menunggu lama. Si Kuning dan si Biru merasa cukup senang dengan perkembangan ini – karena artinya kami punya banyak waktu bebas dan tidak direpotkan dengan monster. Sementara si Merah seperti biasa memperingatkan agar kami tetap waspada, karena kemunculan monster selalu bersifat itba-tiba.

Akhir minggu pun datang, dan tidak ada juga monster yang muncul sama sekali.

Kesimpulannya, minggu ini monster hanya muncul satu kali. Sama seperti minggu sebelumnya.

Meski seharusnya ini adalah sesuatu yang melegakan, entah kenapa aku malah merasa tidak nyaman.

Semoga ini bukan pertanda suatu hal yang buruk di masa depan...

Part 4

[Justice Journal, July 20XX (4)]

Ketika aku membaca ulang 3 entri bulan ini sebelumnya, kelihatannya seperti aku menulis artikel dengan gaya bahasa yang kaku dan membosankan.

Ada yang bilang menulis itu selalu dipengaruhi oleh mood. Aku menulis setiap satu minggu akan berakhir – yang artinya besoknya pasti selalu hari Senin. Mungkin ini penyebab kenapa aku sendiri melihat tulisanku seperti sebuah versi malas daripada tulisanku yang biasanya.

Oke, cukup dengan refleksi diri dan kembali ke topik minggu ini.

Aku akan langsung saja : kejadian utama yang paling penting dalam minggu ini adalah...sepanjang minggu ini tidak ada satupun monster yang muncul.

Ya. Sama sekali tidak ada.

Si Merah cukup terganggu dengan keadaan ini, bahkan sempat mengira aplikasi si Hijau rusak dan berpatroli sendiri keliling kota. Tapi pada kenyataannya, memang monster tidak muncul meski minggu ini sudah berakhir – sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Sebagai dampaknya, usaha kami untuk meminta bantuan dari stasiun TV lokal pun dengan sangat terpaksa dibatalkan (si Hijau sudah berusaha semampunya untuk bernegosiasi, namun kelihatannya pihak televisi tidak suka membuat janji yang tidak punya kepastian seperti ini).

Kalau aku mengurutkan apa yang terjadi, 4 minggu di bulan ini adalah sesuatu yang spesial. Seperti halnya perkembangan kami selama 3 bulan sebelumnya, di bulan ini juga selalu terjadi hal baru minggu demi minggu.

Di minggu pertama, kami menemukan kemampuan baru untuk mengendalikan elemen.

Di minggu kedua, kami melawan 5 monster yang muncul berturut-turut dalam satu hari.

Di minggu ketiga, kami melawan 5 monster yang muncul bersamaan di lokasi yang berbeda-beda.

Dan minggu ini, kami tidak mendapati kemunculan monster sama sekali.

Sepanjang minggu ini si Merah menggerutu dan meminta kami melakukan image training seperti sebelumnya – karena kami tidak bisa berlatih dengan kemampuan kami tanpa ada monster untuk berubah. Si Hijau jadi lebih sering berkeliaran ke pelosok kota, entah dengan tujuan apa. Aku banyak menghabiskan waktu dengan temanku si Biru (dan kurasa sudah lama kami tidak menghabiskan waktu seperti anak kuliahan biasa) baik di kampus maupun hari libur. Sementara si Kuning sibuk dengan pekerjaannya sendiri, dan tidak banyak kabar darinya.

Apa yang kutulis di atas adalah gambaran besar tentang apa yang terjadi minggu ini.

Namun bukan berarti tidak ada kejadian menarik untuk dicatat. Sebaliknya, ada satu kejadian penting yang kurasa menjadi penanda kalau perburuanku atas identitas [N2] belum sepenuhnya berakhir.

Pada suatu kesempatan ketika aku sedang tidak ada kuliah, aku berjalan-jalan ke pusat kota.

Entah apa yang membawaku ke sana. Seingatku, saat itu aku sedang mereka ulang apa-apa saja yang terjadi sejauh ini selama kami menjadi Kami Ranger. Dan tempat pertama yang ada di kepalaku adalah pusat kota – tepatnya, gerbang raksasa kota Kaminokuni.

Ah, benar juga. Aku belum menuliskannya sejak entri jurnal pertama, tapi sebenarnya ada cerita sebelum kami menjadi Kami Ranger dan melawan monster setiap minggunya.

Kalau aku tidak salah ingat, di awal tahun ini aku bermimpi mendatangi gerbang raksasa Kaminokuni dan menyaksikan gerbang itu terbuka. Cahaya berkilat muncul dari dalamnya, membutakan aku dalam mimpi itu. Yang aneh, aku mendengar suara yang seolah memintaku untuk datang ke gerbang itu. Suara itu bagai pesan yang kemudian menuntunku di keesokan harinya untuk datang ke sana.

Di sanalah aku kemudian bertemu dengan empat orang lain yang datang di waktu yang sama denganku : si Biru, si Hijau, si Kuning, dan si Merah.

Kami saling bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, ketika kemudian kesadaran kami mendadak hilang begitu saja. Detik berikutnya, aku sadar betul kalau aku sedang bermimpi (memang kedengarannya aneh, tapi aku tahu kalau aku tidak terjaga) ketika melihat seluruh tempat di sekelilingku putih kosong bagai kehilangan warna – selain latar yang memperlihatkan bahwa tempat ini masih berada di depan gerbang raksasa Kaminokuni . Di dalam mimpi kali ini aku juga mendapati keempat orang yang sama-sama ‘terpanggil’ ke tempat ini.

Lalu seolah menjawab kebingungan kami, sebuah suara kemudian terdengar.

Suara yang sama dengan yang ada di mimpi sebelumnya.

Kali ini suara itu menceritakan bahwa kami berlima telah terpilih sebagai wakil dewa untuk melindungi kota Kaminokuni. Meski sulit kuingat persis apa yang dipaparkan oleh si suara misterius, dua poin yang kuingat adalah bahwa ‘di tahun ini monster akan menyerang kota’ dan ‘seorang Dewi akan memberi kekuatan pada kami berlima’.

Kami kemudian terbangun, mendapati diri kami berdiri di malam hari meski kami yakin sebelumnya kami datang ke sini di siang hari. Kami berlima kemudian saling mengkonfirmasi bahwa kami menyaksikan mimpi yang sama, dan sejak itulah kami berlima seperti diikat oleh takdir untuk menjadi satu kelompok bersama.

Kelanjutan cerita ini adalah kami menghabiskan dua bulan untuk mencari tahu siapa Dewi yang dimaksud, sebelum akhirnya menemukannya di bulan Maret.

Kalau cerita Kami Ranger adalah sebuah cerita utuh, kurasa si Dewi ini sendiri lebih seperti karakter sampingan. Setelah kami mendapatkan kekuatan darinya, kami tidak pernah lagi bertemu dengannya – padahal aku sempat curiga tugas kami sebagai Kami Ranger sepanjang tahun ini akan berkutat di sekitar ‘melindungi sang Dewi dari serangan para monster’, tapi ternyata tidak.

Aku sempat sekali-dua kali melihat sang Dewi pulang dari sekolahnya, namun merasa tidak punya kepentingan untuk menyapa. Setidaknya kulihat dia baik-baik saja dan menjalani hari-hari yang lebih biasa dari apa yang kami jalani sejak bertemu dengannya.

Nah. Setelah semua kilas balik tersebut (yang memang benar-benar terjadi – kurasa aku bengong sesaat), aku mendadak merasakan kehadiran orang lain selain diriku di dalam areal gerabng raksasa ini.

Benar saja. Aku mendapati sebuah siluet di sisi gerbang yang berbeda dengan yang ada di hadapanku, namun tidak bisa melihat dengan jelas seperti apa rupa orang di seberang sana. Baru saja aku hendak menghampirinya, siluet tersebut lari dariku dengan cepat – begitu cepat hingga meski aku kemudian berusaha mengejarnya, ia sudah hilang dari pandanganku dalam hitungan kurang dari semenit.

Aku tidak tahu siapa dia dan kenapa dia ada di sana di waktu yang sama denganku, tapi kurasa tidak mungkin ini merupakan sebuah kebetulan. Kalau dia hanya orang lewat, kenapa dio harus lari dariku?

Di saat kami dilanda kebingungan sepanjang minggu ini, aku malah dihadapkan dengan pertanyaan baru. Pertanyaan baru ini kemudian kembali mengantarku pada channel [N2] untuk mencari petunjuk – karena nyaris tidak ada apapun yang bisa disebut petunjuk selain video-video berjumlah 80 episode ini.

Entah atas dorongan apa, sisa hari itu hingga keesokan harinya kuhabiskan untuk menonton video unggahan [N2] dari episode pertama hingga yang terakhir mereka tampilkan. Tentu saja, pada akhirnya aku tidak menemukan apa-apa soal sosok misterius yang kutemui di gerbang raksasa...tapi pada episode 80, aku menemukan sebuah pesan di akhir video tersebut.

Sebuah pesan yang berbunyi,

‘Menjelang libur musim panas, semua aktivitas produksi film Kami Ranger akan ditiadakan selama satu bulan. Nantikan episode jelang klimaks setelah Agustus berakhir.’

Sekarang bulan Juli....dan ya, bulan depan – Agustus – selalu berarti liburan musim panas.

Tapi rasanya konyol sekali kalau [N2] berhenti hanya karena alasan seperti itu!

...begitulah yang kurasakan, sampai aku meraih ketenanganku kembali dan mulai berpikir jernih.

Pada titik ini di mana monster terbukti tidak muncul, aku hanya perlu melihat apakah absennya monster ini terus berlangsung selama Agustus nanti untuk memastikan kalau [N2] benar-benar dalang di balik kemunculan para monster. Pesan ini seolah menandakan kalau memang mereka-lah yang mengatur kapan monster muncul dan kapan mereka akan membuat video mereka.

Di sisi lain, semua ini terlalu aneh untuk sebuah kebetulan. Kenapa monster berhenti muncul justru saat kami punya gagasan untuk menyorot pertarungan kami melalui siaran TV?

Aku tidak bisa tidak berpikir kalau iini adalah skema [N2] untuk menggagalkan upaya kami membuat video yang menyorot kami dilindungi hak cipta. Dan mau tidak mau, semua ini berarti aku kembali ke kesimpulanku saat pertama kali menemukan channel [N2].

Bahwa salah satu di antara kami berlima adalah bagian dari [N2].

Ini sangat jelas dan tidak terbantahkan bagiku. Kalau tidak, bagaimana mungkin nama Kami Ranger lahir justru setelah orang luar membuatnya terlebih dahulu? Kalau tidak, bagaimana mungkin setiap kami berusaha mendekati kebenaran tentang [N2], pola kemunculan monster jadi berubah? Dan kalau dugaanku bahwa ‘liburnya video unggahan [N2] = tidak ada monster = acara TV lokal gagal’, jelas sekali pelakunya ada di antara kami, orang yang tahu tentang rencana kerja sama dengan pihak TV.

Saat ini aku cuma punya satu kandidat untuk dicurigai.

Yaitu tak lain adalah teman masa kecilku, si Biru.

Hanya dia satu-satunya yang menolak ide tentang TV waktu itu. Kalau kuingat lagi, dia juga yang mengatakan kami sebaiknya tidak ambil pusing dan mencari lebih jauh soal [N2] saat aku pertama kali menceritakan perihal [N2] pada keempat orang rekanku. Semua fakta ini terlalu mencurigakan untuk diabaikan.

Namun jauh di lubuk hatiku, aku menolak untuk mengakuinya.

Aku sama sekali tidak tahu apa tujuan para monster muncul di kota. Aku tidak tahu apa yang didapat [N2] dengan mengunggah video kami. Aku bahkan tidak tahu untuk apa Kami Ranger sebenarnya ada.

Sebanyak apapun hal yang sudah kulalui di tahun ini, masih lebih banyak kegelapan yang menyelimuti hari-hariku.

Aku teringat dengan pertanyaan si Hijau di minggu kedua bulan ini.

Sampai kapan kami akan melakukan aksi melawan monster? Sekalipun tidak ada tujuan yang jelas, tanpa ujung yang pasti, keadaan ini sama saja seperti berada di dalam sebuah kendaraan yang tak akan pernah berhenti.

Semua yang memiliki awal pasti memiliki akhir.

Kalau tidak ada yang memberikan sebuah akhir, maka aku akan membuat sendiri akhiran tersebut!

Akupun memutuskan....untuk berhenti menjadi Kami Ranger.

Ya. Aku berhenti.

Bukan karena aku tidak bisa mencurigai temanku sendiri, dan bukan pula karena aku takut menghadapi sesuatu dengan banyak hal yang tidak kuketahui.

Melainkan karena aku tidak mau lagi menjadi boneka orang yang tidak dikenal dan dibawa dalam perjalanan yang aku tidak tahu ke mana akhirnya.

Singkatnya, aku ingin bebas.

Beruntung kelihatannya selama sebulan penuh tidak akan ada monster yang muncul (kalau pengumuman [N2] benar adanya). Aku tidak merasa perlu menyampaikan keinginanku ini pada yang lain. Ini hanyalah sebuah tekad yang kusimpan dalam hati, bahwa aku menolak untuk mengikuti skenario siapapun yang sedang bermain peran sebagai penulis cerita di luar sana dengan plot super sentai tidak jelas ini.

Memikirkan hal itu membuatku jadi merasa lebih lega.

Aku berhenti memikirkan soal [N2] dan segala macam pertanyaan yang tidak terjawab di kepalaku sebelumnya.

Sebelum ini, aku senang menulis cerita pendek dan artikel untuk dikirim ke majalah dan koran. Aku selalu bangga dengan tulisanku. Ketika aku membaca entri satu sampai tiga dalam jurnal blog ini, aku menjadi kecewa pada diriku sendiri. Kenapa aku berubah posisi menjadi karakter di dalam cerita di mana karakter itu sendiri tidak tahu apa sebenarnya yang tengah ia ceritakan?

Menggelikan.

Penurunan kualitas tulisanku membuatku ingin menangis dan tertawa di saat yang sama.

Aku tidak akan menghapus jurnal ini. Aku mungkin akan berhenti menulisnya, tapi kurasa si Hijau – orang yang kutahu lebih senang mengejar kebenaran (Truth) daripada menjadi pembela kebenaran (Justice) – akan tertarik membaca runutan pemikiranku dalam sebulan ini, yang kurang lebih nyaris menyentuh poin-poin yang mungkin bisa mengantarnya untuk mengungkap semua misteri ini.

Sayang aku orang yang tidak bisa berpikir teknis. Meski bisa menjabarkan poin-poin sebagai seorang yang melihat dari sudut pandang penulis, aku tidak punya bakat untuk menjadi pahlawan ataupun detektif.

Jadi begitulah, aku berhenti menjadi Kami Ranger dan tidak akan berurusan lagi dengan para monster.

Kurasa aku di masa depan akan tertawa membaca tulisan ini. Persis seperti yang kuharapkan.

Dengan demikian, jurnal ini kunyatakan hiatus hingga waktu yang tak ditentukan.


P.S. :

Hei ‘Hijau’. Kalau kau menemukan tulisan ini, mungkin aku sedang membuat daftar hal yang harus kuselesaikan sebelum tahun ini berakhir.

Semoga apa yang kau baca di sini bisa membantu.