Hiren Hitam dan Laskar Sembilan Nyawa:Volume01 Chapter 03

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

03—Munculnya Hiren Hitam

“Kau lagi?!”

“Hiren! Si kucing sialan dari surga!!”

“Mwwrrr! Jangan ganggu kami!!”

“Kali ini kau akan mati! Grrrr ... jumlah kami banyak!”

Hewan-hewan iblis itu menyalak, tetapi tampak ada perubahan dalam gerak-gerik mereka. Tadinya mereka menerjang maju secara serentak untuk mengincar Gandis. Tetapi sejak munculnya Hiren, si kucing hitam, langsung saja mereka waspada. Gerak maju mereka tertahan. Sebagai gantinya, kini mereka perlahan-lahan membentuk formasi mengepung si kucing surgawi.

Mungkin tidak ada yang bisa melihatnya, tetapi di balik bulu hitamnya itu Hiren mengucurkan keringat dingin. Padahal dia sudah datang dengan keren tadi, berlagak di depan si Nona. Tetapi lawannya sebanyak ini ... lima, enam, tujuh ... sepuluh hewan iblis sekaligus! Hiren melihat gelang emas yang melingkar di lehernya, dan di sana tertera tulisan “0000020 P”. Andai saja dia membawa lebih banyak Pahala. Stoknya di Surga Kucing sebenarnya sudah sangat sedikit, tetapi itu lebih baik daripada hanya 20 P seperti sekarang.

“Miiuu,” dengus Hiren, “rupanya ini memang bukan misi yang bisa selesai sekali ngeong.”

Selangkah demi selangkah, hewan-hewan iblis itu semakin mendekat, semakin mengurung Hiren. Kucing hitam itu melirik sekilas ke arah Gandis, mendapati gadis itu masih terpaku, terduduk, dan diam. Hiren menarik nafas dalam-dalam., sebelum akhirnya ...

“Nona Kecil! Bersiap untuk melarikan diri!” dia berteriak.

Musuh-musuh Hiren terkejut mendapati kucing hitam itu tiba-tiba berseru. Tetapi mereka akan lebih terkejut lagi dengan apa yang hendak dilakukan si Hiren. Kucing surgawi itu bercahaya, hanya sesaat, kemudian dia mengibaskan ekornya yang berbulu sangat lebat. Muncul satu sambaran petir. Seketika, dua-tiga hewan iblis terpelanting akibat serangan itu. Mereka terkapar, meronta-ronta kesakitan, hingga akhirnya tubuh mereka menguap menjadi asap hitam. Mati.

Terbentuklah celah terbuka!

Hiren melewati itu celah itu, langsung menuju Gandis. Sedangkan hewan yang lain masih terkejut. Tapi tak lama. Mereka sudah kembali mengejar.

“Mnyaa! Cepat bangun, Nona Kecil!” seru Hiren, yang dengan cepat sudah kembali ke samping Gandis. “Cepat, aku sudah menghabiskan 10 Pahala, hanya untuk serangan tadi, miuu!”

Di depan, hewan-hewan iblis itu sudah kalap. Sementara itu Gandis sudah mulai bangkit. Kengerianlah yang menggerakkan tubuhnya. Dia langsung memungut kacamatanya yang tadi terjatuh, kemudian segera berdiri.

“Nyaw, bagus,” kata Hiren. “Sekarang kita lari.”

“Eh? Lari??”

“Punya ide lebih bagus?”

Gandis menggeleng, “Tidak. T-tapi bukankah kau bisa melawan mereka, Hitam? Seperti tadi kamu melesatkan petir.”

“Sudah kubilang kalau Pahala-ku tidak akan cukup untuk melawan mereka semua,” balas Hiren. “Dan lagi, nyan, namaku bukan Hitam. Tapi Hiren! Ayo pergi, nyaw!”

Merasa sudah cukup banyak mengobrol, Hiren beranjak pergi. Gandis juga menyusul. Sementara itu, musuh mereka terus mendekat. Dan semakin mendekat.

“Kejar!”

“Habisi gadis itu, mwwr!”

Kemudian sayap-sayap mereka, hewan-hewan iblis itu, membentang. Dan mereka mulai terbang, mengejar dengan lebih cepat. Gandis berlari semakin kencang, panik. Hiren ada di sampingnya, sesekali melirik ke belakang. Mereka berdua tahu, jika begini keadaannya, keduanya pasti akan terkejar dalam beberapa detik saja. Butuh pengalihan perhatian untuk mengulur waktu.

“Hitam! Ki-kita ke koridor! Karena jalannya sempit, mungkin bisa sedikit menghambat mereka,” saran Gandis.

“Oke, myan.”

Dan mereka berbelok, memasuki koridor kelas VIII, yang sudah sangat sepi. Tidak ada siswa-siswi lagi yang terlihat di sana, kecuali Gandis. Itu bagus. Karena .... begitu kawanan hewan iblis itu melesat, seolah terjadi badai kecil yang memecahkan seluruh kaca dengan suara riuh. Tembok pun ikut terkoyak.

Gandis menengok ke belakang dan dia bertambah ngeri. Sosok hewan-hewan itu berubah menjadi sangat ganas. Taring-taring terbuka lebar meneteskan liur menjijikkan, sayap-sayap yang mengamuk, serta raungan yang memekakkan telinga.

“Hitam! S-sebenarnya mereka makhluk apa?! Mereka bukan temanmu kan? Hh ... hh ....”

“Temanku? Jangan bercanda, nyaw!” balas Hiren. “Aku kucing surgawi, sedangkan mereka ... datang dari Neraka Hewan!”

Kening Gandis berkerut. Kucing surgawi? Neraka Hewan?? Dan sekarang dia sedang berbincang-bincang dengan seekor kucing hitam??

Kini mereka berbelok, sampai ke koridor kelas IX. Di sini, Hiren berhenti mendadak, tepat sebelum tikungan.

“Hei? A-ada apa, Hitam?”

“Sstt ... diam, miuu! Aku akan menyiapkan serangan kejutan.”

Seketika, tubuh si kucing hitam bercahaya sekilas. Dia tampak menarik nafas dalam-dalam, pipinya menggembung. Lalu pada saat hewan-hewan iblis itu muncul di tikungan, Hiren pun melepaskan jurusnya. Dihembuskannya semacam gelembung kecil yang berpijar-pijar oleh percikan listrik.

Gelembung itu mengena. Yang diserang tak sempat bereaksi.

“Mmwwwr?! Ini—”

Cahaya terang menyilaukan terpancar, menyinar ke segala arah, menciptakan bayangan yang kontras di sisi lain. Sekejab, suara gemuruh petir pun bergema. Ketika kilatan cahaya menghilang, sudah ada dua lagi hewan iblis yang tersungkur, gosong, kemudian berubah menjadi asap.

Sejumlah hewan iblis lain yang datang menyusul pun semakin berang melihat ada lagi kawan mereka yang musnah. Mereka serentak menoleh, tetapi sosok Hiren dan Gandis sudah tidak terlihat.

“Nggrrr...!” seekor anjing di antara kumpulan hewan iblis mengendus. “Aku bisa mencium bau mereka. Belum jauh!” Kemudian anjing iblis itu memimpin yang lain untuk segera mengejar.


Di gerbang depan sekolah, si satpam terbingung melihat Gandis yang melewatinya, sambil berlari pontang-panting. Bahkan gadis tersebut tidak mengucapkan salam sama sekali layaknya normal. Dan, bukankah tadi si Gandis kembali ke belakang untuk mengambil sepeda? Satu menit berikutnya, satpam itu lebih terkejut lagi.

Gerombolan hewan yang belum pernah dilihatnya, tiba-tiba melesat melewatinya. Dari segenap pengalamannya, si satpam tidak bisa mengidentifikasi makhluk-makhluk apa itu sebenarnya. Anjing dan kucing tidak punya tanduk dan sayap, bukan? Dan gagak, ukurannya tidak sebesar tadi!

Sebenarnya apa yang terjadi?? Semua terekam di CCTV yang ditempel di pos jaganya, tetapi adakah yang akan mempercayainya?

Kembali ke Gandis. Siswi itu lari secepat yang dia bisa, menuju ke rumahnya. Hiren mengikuti, tapi dari tempat yang lebih tinggi seperti atap rumah warga. Tentunya sambil tetap mengawasi mereka yang mengejar di belakang.

“Miiuu...,” Hiren melirik angka di gelang lehernya. Hanya tersisa 5P. Kalau di Surga Kucing, Pahala sejumlah itu hanya bisa untuk membeli satu porsi sarapan saja. Sungguh sangat kritis. “Aneh, mestinya Pahala-ku sedikit bertambah, miu, setelah menghabisi lima hewan iblis tadi.”

Mata si kucing kemudian menangkap pergerakan Gandis yang terlalu terburu-buru. Siswi itu tak melihat kalau dari arah kanan, sebuah motor sedang melaju kencang. Dan lampu lalu-lintas memang masih berwarna hijau. Gadis itu bisa celaka!

“Berhenti!! Nona Kecil! Kau mau tertabrak, nyaw?!” teriak Hiren, keras-keras.

Tampaknya, suara tadi terdengar oleh Gandis, yang langsung menghentikan langkahnya. Sedetik kemudian, motor itu pun lewat di depan gadis itu, nyaris menyerempet. Saking terkejutnya, gadis itu terjatuh ke belakang. Tak ayal, si kucing pun turun mendekat, sambil mengomel-omel.

“Dasar. Kalau menyeberang jalan lihat-lihat, nya! Kau mau masuk surga lebih cepat dari yang lain? Tidak mungkin, surga kalian hanya akan dibuka setelah kiamat, miaw. Sebelum datang itu, kalian manusia akan menghabiskan waktu di alam kubur.”

Gandis terbengong mendengar ocehan si kucing hitam. Tetapi mata siswi itu kemudian teralihkan pada gelang leher Hiren yang tiba-tiba menyala. Kucing hitam itu pun menyadarinya, dan tiba-tiba saja dia tersenyum lebar.

“Nyaahuu!” dia berseru gembira sewaktu melihat kalau angka Pahala di gelang itu ternyata bertambah 100 P dan bertambah lagi 50 P. “Ternyata, nyaw, tadi aku sudah melakukan perbuatan baik dengan mencegahmu menyeberang sembarangan. Karena taruhannya keselamatan dirimu, nilai Pahala-nya pun lumayan. Nyahahai! Dan Pahala dari mengalahkan lima hewan iblis juga masuk, nyaw, akhirnya.” Hanya dalam sekejab, muncul lagi kepercayaan diri di raut wajah sang kucing surgawi.

“Hei, Nona Kecil,” katanya. “Kau tidak perlu melarikan diri lagi. Sekarang, kita hanya perlu mencari tempat sepi untuk pertarungan, miaw.”

“O-oke?”

“Ayo, nyaw, tunjukkan jalan! Ini kan kotamu.”