Beautiful World:Volume01 Episode0X

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

Ada dua pahlawan.

“Gitu doang?”

“Iya, masa gitu doang? Seenggaknya kenalin kami berdua dong!”

Koreksi.

Ada dua pahlawan, yang satu Ret dan yang satu Grin.

“Oy oy, nama kita kok sama kayak episode sebelumnya? Ganti dong!” keluh Ret sambil mengayun-ayunkan pedangnya. “Lagi pemanasan, jangan komentar!”

“Iya, masa nama kita masih sama? Authornya ga kreatif nih!” Gren ikutan.

“Namaku Grin! Jangan pake lelucon yang sama kayak episode kemarin dong! Beneran ga kreatif ih, jijay,” umpat Grin.

“Aku ga ngumpet! Ah, capek bicara sama orang ga kreatif!” Setelah mengeluh, Grin juga melakukan pemanasan—mencoba busurnya.

“Udah biarin aja. Mending kita pemanasan dulu, tuh, coba tembak anak panahmu ke gelas itu.” Red menunjuk ke sebuah gelas di atas papan kayu yang usang.

“Tapi beneran deh, ga kreatif banget. Masih aja pake lelucon yang sama,” tambah Ret seiring dengan lepasnya anak panah Grin. Gelas yang ditunjuk Ret jatuh ke tanah dan pecah.

Giliran Grin menunjuk ke sebuah boneka jerami. “Ret, coba deh tebas itu.”

Ret berlari dan menebas boneka jerami tersebut—terbelah menjadi seprihan kecil. Grin tepuk tangan.

“Hebat, hebat! Sekarang coba tebas petani itu!” Pasalnya, mereka sedang bermain di sawah. “Kami lagi pemanasan, bukan bermain!”

“Orang? Pahlawan mah ga boleh membunuh!”

Grin menggaruk kepala. “Masa? Terus kenapa kita sering bunuh monster atau iblis?”

“Mereka mah bukan orang. Kita pernah bunuh dewa kan? Lagian Undang-Undang Pahlawan cuman ngelarang kita bunuh manusia kok,” jelas Ret.

“He… ada ya undang-undang gituan?”

“Ada dong! Makanya belajar!”

Suasana hening. Grin mengulangi pemanasannya memanah gelas dan Ret menebas boneka jerami. Keduanya mengeluarkan bulir keringat dari dahi.

“Grin.” Ret yang pertama membuka mulut, merasa ada yang ganjil.

“Ya?”

“Sebenernya…” Menghentikan pemanasannya Ret menoleh ke arah Grin, “kita pemanasan buat apa sih?”

Grin menghentikan tarikan busurnya.

“…buat apa? Ya buat anulah!”

Ret mengerutkan alis. “’Anu’?”

“Iya! Anu…itu loh, kita menganu anu terus menganukan anu di anu, anu di anu. Anu deh jadinya!”

“Aku sama sekali ga ngerti kamu ngomong apa, Grin.”

Grin menghapus peluh keringatnya. “Sama, aku juga ga ngerti tadi ngomong apa.”

Ret menepuk kencang jidatnya.

“Tapi yang jelas.” Grin melanjutkan. “Authornya mulai kreatif nih sekarang.”

“Iya, bener. Aku sampe ga bisa nebak dia mau ngapain di kondisi garing kayak gini,” timpal Red memuji author.

Tiba-tiba angin kencang datang. Sebuah kertas melayang dan menempel di wajah Grin.

“APA?!” teriak Ret. “AKU TARIK KATA-KATAKU!”

“Kenapa kamu Ret?” ujar Grin sembari mengambil kertas di wajahnya.

“MASA AUTHOR NGELANJUTIN CERITA PAKE TIBA-TIBA GITU? MANA ADA KERTAS MUNCUL GITU AJA DI UDARA? GA KREATIF BANGET!”

“Woy, jangan teriak-teriak. Aku tahu Ret emang emosional, tapi ga alay-alay banget kali cyin~”

“KAMU JUGA ALAY! LAGIAN YA, AKU GA TERIAK LOH. KAYAKNYA SI AUTHOR LAGI ISENG DEH,” ujar Ret menjelaskan. “GA USAH DIJELASIN JUGA PADA TAHU KALAU TULISAN GEDE ITU AKU KALI!”

“Duh, parah. Nih, aku kasih obat Anti-Tulisan-Gede.”

Grin menjulurkan sebuah botol berisi cairan jingga. Menerimanya, Ret langsung meminum semua isinya. Wajahnya menjadi pucat dan lidahnya keluar.

“Hek, ga enak!”

“Nah, tulisanmu sekarang udah kecil lagi. Gini kan jadi enak lihatnya.”

“Makasih Grin!” Ret menepuk Grin. “Terus, kertas apa itu?”

Diingatkan oleh Ret, Grin mulai mengamati dengan seksama isi tulisan dalam kertas tersebut.

“Kok diem? Kertas apa itu?” Ret sudah tidak sabar.

Grin masih terdiam dan lebih berkonsentrasi. Tak lama, dia akhirnya menjawab.

“…Aku ga bisa baca. Anginnya kenceng banget!”

Ret menyahut kertas itu. “Sini aku baca!” Dan berlari ke sebuah pohon, melindungi kertas dari terpaan angin. Grin mendekat dan mengintip isi kertas yang dibawa Ret.

Tahu Grin hendak ikut melihat, Ret menyembunyikan kertasnya. “Weekk! Ga bole liat, bweeekk~” Sambil menjulurkan lidah. “Apaan? Kita pahlawan bego, bukan anak-anak lagi!” teriak Green.

“Woy! Kapan sih bisa bener nulis namaku?!” keluh Grin.

“Haha, bercanda! Ini nih, kita—para pahlawan—disuruh hancurin kristal di istana Iblis.”

“Lah, bukannya Iblis udah mati ya?”

“Iya. Di kertas ini sih katanya tuh kristal bisa bikin Iblis hidup kembali. Jadi tugas kita suruh cegah gitu,” jelas Ret.

“Ohh, jadi cuma suruh cegah doang yah? Itu sih gampang. Ga perlu panggil Blu, Ping, Yelou, sama Wait,” blasa Grin. “Ngomong-ngomong, ‘katanya’ tuh kata siapa sih?”

Ret menggeleng. “Ga tahu, mungkin cuma rumor? Lagian kita juga ga ngapa-ngapain kan? Anggep aja hiburan.”

Grin mulai berpikir. “Iya juga sih. Bosen juga main panah-panahan sama kaleng. Jadi, kita ke istana Iblis nih sekarang?”

“Ya. Tapi bentar ya, aku mampir ke toko Item dulu. Mau cari-cari obat sama minyak angin, takutnya kembung ntar. Istana Iblis dinginnya minta ampun!”

“Ah, sekalian beli N0rit dong! Jaga-jaga ntar kalau kena racun musuh,” titip Grin.

“Oke!”

Akhirnya Grin dan Ret berpindah tempat dari sawah ke kota besar di pinggir. Sawahnya yang dipinggir, bukan kota besarnya. Di kota besar, mereka memasuki toko Item dan bertemu dengan si penjual.

“Ngomong-ngomong, tokonya beneran warna item yah,” celetuk Grin.

“Hush! Namanya juga toko Item. Udah-udah, ntar penjualnya marah loh.”

Si penjual adalah NPC (Non-Playable Character). Jadi, mereka hanya perlu memilihin beberapa plihan yang ada.

“Penjual : Silahkan-silahkan! Dipilih-dipilih! Cangcimen-cangcimen, kacang kwaci permen!”

Ret menatap Grin dengan bulir keringat seolah berkata ‘Ini aku harus jawab apaan?’, dan Grin menggeleng. Keduanya lalu menatap kembali si penjual.

“Bang, mau beli minyak angin sama N0rit. Ada ga?” tanya Ret.

“Cangcimen-cangcimen, kacang kwaci permen!” jawab penjual.

“Jangan bercanda bang, kita-kita pahlawan loh,” balas Ret.

“Cangcimen-cangcimen, kacang kwaci permen!” jawab penjual sama.

“Ngajak berantem, hah?!” Ret mulai naik darah.

Karena sensor bahaya terdeteksi, tak lama muncul dua pilihan di depan Ret dan Grin.

[ 1. Silahkan kembali]

[2. Toko tutup]

“WOY! BILANG DONG KALAU TOKONYA TUTUP! PAKE ‘CANGCIMEN-CANGCIMEN SEGALA PULA!” teriak Ret penuh amarah. Di sisi lain, Grin mengelus dada.

“Ret, ayo berangkat sekarang aja. Kita masih ada elixir kok tiga botol, cukup kan buat lawan cecunguk dari Iblis?” ajak Grin.

Masih dengan kekesalan, Ret menurut pada Grin. Mereka kemudian berjalan ke gerbang keluar dan berhenti di sana. Mengedarkan pandangan, Grin membuka mulutnya.

“Naik apa nih kita? Ke istana Iblis jauh loh.”

“Ojek? Berapaan sih kalo ke istana Iblis?”

“Kamu kira kita di Ibu Kota? Lagian, dua orang naik ojek pasti jatuhnya mahal. Udah deh, kita cari alternatif lain. Becak gimana?” saran Grin.

Ret memukul kepala Grin. “Bego! Ga kasian ma tukang becaknya?!”

“Terus naik apa nih?”

Ret tampak berpikir, sebelum kemudian dia membuka-buka tas punggungnya. Dikeluarkannya buku merah tanpa judul dan dibukanya perlahan.

“Kita kan punya Save-Point buat ke istana Iblis. Makanya pake otak dong!” olok Ret ke Grin.

“Emang kita punya gituan ya?” Grin cuma bisa menggaruk kepala sambil bergumam.

Setelah memilih Save-Point, sebuah cahaya terang melingkari keduanya. Cahaya tersebut kemudian mengecil dan hilang, membawa Ret dan Grin ke istana Iblis.


[Istana Iblis]


Ret : “Akhirnya kita sampai juga!”

Grin : “Kalo segampang ini, kenapa musti mikir pake becak segala sih?”

Ret : “Eh, Grin. Ngerasa ga ada yang aneh?”

Grin : “Maksudmu cara kita berdialog? Biarin aja, mungkin si author lagi eksperimen. Atau mungkin gara-gara kita di dungeon, tulisannya jadi ganti gini.”

Ret : *mengangguk*

Grin : “Kristalnya ada di lantai teratas ya?”

Ret : “Kayaknya sih, lagian kita di lantai paling bawah. Mau coba?”

Grin : “Tapi kenapa ya tempat Iblis kalau engga paling bawah, pasti paling atas? Ngerasa ga sih?”

Ret : *menggeleng dipaksa author*

Ret : “Duh, maaf ga bisa jawab. Aku dilarang.”

Grin : “Oke deh. Yuk jala—“

Monster Kelinci muncul!

Ret : “Hei, monsternya muncul nih! Serang ga?”

Grin : “Nah, ga usah. Kasian, Kelinci. Lagian ngapain juga Kelinci di istana Iblis.”

Monster Kelinci menyerang…berubah jadi Dewa Kematian!

9998 damage diterima Ret.

Ret : “WOY, BISA-BISANYA KELINCI JADI DEWA KEMATIAN! KEPARAT!”

Grin : “Bukan saatnya buat marah, nih minum obat.”

Grin menggunakan Hi-Pot pada Ret.

HP Ret disembuhkan 500 poin.

Ret : “KENAPA GA KASIH ELIXIR TOLOL!”

Grin : “Ah, maaf. Tanganku licin, salah ambil tadi. Sekarang giliranmu gih, serang tuh.”

Ret : “Huh, ada-ada aja!”

Ret menyerang dengan Tebasan Seribu Kecambah!

7777 damage diterima Dewa Kematian. Dewa Kematian muntah, tidak bisa menyerang satu giliran.

Grin : “Nama jurusnya aneh banget, berasa jorok. Pantes aja monsternya muntah.”

Ret : “Berisik! Dah, giliranmu nyerang tuh. Eh eh, sembuhin aku du—“

Grin menyerang dengan Panah Seribu Torpedo.

6969 damage diterima Dewa Kematian. Dewa Kematian semakin mual.

Ret : “Jiah, seranganmu sama aja! Mending aku akhiri sekarang! RASAKAN INI!!”

Ret menyerang dengan batu.

1 damage diterima Dewa Kematian. Dewa Kematian berhasil dikalahkan!

1746972349756 Exp dan Gold diterima! ‘Pedang Dewa Kematian’ diterima!

Grin : “…Ambil tuh pedang. Aku ambil uangnya aja.”

Ret : “Ogah hiyy! Jijik!”

Grin : “Kalau ga mau yaudah, ayo kita lanj—“

Cahaya ke Kristal muncul dari jasad Dewa Kematian.

Ret : “Ce-cepet amat?! Jadi kita udah mau sampe nih?”

Ret dan Grin dipindahkan ke Kristal!

Grin : “Ga tau. Tiba-tiba cahaya ngelilingin kita terus rasanya kayak dibawa ke suatu tempat…kenapa jadi aku yang jelasin alih-alih narasi?!”

Ret : “Ah, kita sampe! Ruangannya luas dan gelap, ada kristal biru bercahaya di tengahnya. Kenapa aku juga ikutan jelasin?!”

Grin : “Yuk kita ke sana!”

Kristal bercahaya semakin terang.

Ret : “Duh, apa kita telat ya? Kristalnya udah retak tuh mau pecah!”

Grin : “Mau kabur aja nih? Daripada lawan Iblis?”

Ret : “Mana ada pahlawan kabur lawan iblis? Kamu kira ini novel?”

Grin : “Ah, ada-ada aja sih. Buktinya di cerita lain ada pahlawan jadian sama iblis terus ngurusin ekonomi politik. Surem ga tuh?”

Ret : “Pokoknya aku ga mau kabur! Ayo lawan!”

Grin: *menghela napas*

Kristal pecah!

Ret : *berdebar, memegang erat pedangnya*

Grin : *berdebar, dan mengerutkan dahi melihat Ret seperti kebelet kencing*

Kristal mengeluarkan cahaya terang!

—Muncul Bayi Iblis!

Ret : “…”

Grin : “…”

[Bayi Iblis dilahirkan karena pancaran kekuatan yang dihasilkan dari kedatangan pahlawan—yang berarti pahlawan lah yang akan menjadi orang tua Bayi Iblis.]

[Petualangan pahlawan baru saja dimulai! Setelah mengetahui ini itu dari si Profesor, akhirnya pahlawan mengerti kalau mereka harus merawat Bayi Iblis menjadi Iblis Yang Baik untuk kedamaian dunia.]

[Berjuanglah pahlawan! Semoga diberi keselamatan, sehat selalu, supaya bisa berpetualang kembali bersama author!] [MWAHAHAHHAHAHHA!!]

Ret : “NARASI APAAN TUH?! GILA, GAJE BANGET ENDINGNYA!”

Grin : “LAGIAN, EMANG SAPA YANG MAU RAWAT BEELZE**B?!”


[Tamat(?)]



--diikutsertakan dalam lomba Aksarayana.