Arcanagram:Volume00 3rd card

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

Part 1

Aturan dasar dalam mengikuti sebuah permainan adalah, 'jangan mengikuti sebuah permainan bila kau belum yakin kau tahu semua aturan di dalamnya'.

Pada permainan Arcanagram ini, beberapa pemain pasti kebingungan dalam memulai dan banyak yang memilih tidak langsung bergerak. Beberapa yang lain mungkin lebih percaya diri dan segera mencari pemain lain untuk dikonfrontasi, atau sisanya mungkin memilih untuk bergerak namun menjaga jarak dan hanya mengamati perkembangan.

Nakamori Ai termasuk tipe yang terakhir.

Perempuan yang menutupi wajahnya dengan topi ini sejak awal sama sekali tidak mengerti tentang permainan ini, namun juga merasa bahwa dirinya memang punya semacam ikatan untuk mengikutinya. Ia bahkan tidak tahu apa-apa soal arcana sebelum membacanya dari penjelasan di internet lewat handphone miliknya.

Setelah membaca semua peraturan tambahan dan memastikan ia mengerti karakteristik semua arcana, Ai jadi berpikir kalau mustahil permainan ini tidak memiliki tujuan atau latarbelakang.

Tapi ia tidak bisa menyimpulkan segalanya seorang diri. Karena itulah ia harus berinteraksi dengan pemain lain.

Sistem dalam permainan ini cukup aneh. Kau bisa mengakses peraturan dan kemampuan baik milik sendiri ataupun lawan hanya dengan memikirknannya lewat kartu yang setiap pemain pegang. Dalam ranah teknologi, Ai tidak bisa memikirkan bagaimana kartu secanggih ini mungkin diciptakan, jadi satu-satunya penjelasan yang mungkin adalah bahwa permainan ini tidak memiliki unsur sci-fi di dalamnya.

Ai juga tak mengerti kenapa ia bisa langsung tahu seseorang yang ia lihat adalah pemain atau bukan.

Ya, ia bisa merasakan kalau orang yang ia lihat, entah itu dari dekat atau dari kejauhan, adalah seorang pemain Arcanagram atau bukan.

Ada semacam sinyal kuat ke otak (seperti itu perumpamaan yang bisa ia pikirkan) yang mengatakan seseorang adalah pemain Arcanagram tiap kali Ai melihat mereka. Dalam sekitar 8 jam setelah permainan ini dimulai, Ai telah bertemu dengan 3 orang pemain lain.

Yang pertama adalah seorang lelaki paruh baya berkumis dengan rambut ekor kuda yang memegang kartu [The Tower]. Orang ini kelihatan galak dan serampangan, apalagi dia terlihat merokok dan dan menenggak minuman beralkohol ke manapun ia pergi, membuat Ai enggan mendekatinya. Entah apakah orang ini sadar Ai sempat memperhatikannya atau tidak.

Yang kedua adalah seorang ibu-ibu pendek dan gemuk dengan rambut afro pemilik kartu [The Fool]. Kesan pertama yang Ai tangkap saat melihat ibu-ibu ini adalah bahwa dia orang yang terlihat normal. Normal karena orang yang satu ini masih menjalani aktivitas sehari-hari seperti mengantar anaknya ke sekolah, berbelanja bahan makanan, bahkan bergosip dengan ibu-ibu tetangga. Ai jadi ragu dia seorang pemain kalau kartunya tidak menyebutkan kalau orang ini pemegang kartu [The Fool].

Dan yang ketiga adalah seorang pemuda berumur duapuluhan yang tampak datar tanpa ciri khusus yang memiliki kartu [The Death]. Pakaiannya hanya kemeja putih polos normal, rambutnya sedikit pendek dan kelihatan pasaran, sementara raut mukanya tampak kurang berekspresi, atau mungkin lebih tepat kalau dikatakan terlihat depresi sepanjang waktu. Mungkin dia sedang menyesali sesuatu? Seperti menyesal telah mengikuti permainan ini?

Di antara ketiga pemain itu, Ai masih tidak bisa menentukan apakah ia harus mengkonfrontasi salah satu dari mereka, dan kalau iya, siapa yang sebaiknya ia dekati lebih dulu?

Akhirnya Ai memutuskan untuk mendekati ibu-ibu pemegang kartu [The Fool] terlebih dahulu.

Selain karena kelihatannya dia yang paling ramah dan mudah didekati, Ai juga penasaran apakah sebagai pemegang kartu dengan nomor nol menjadikan ibu-ibu seseorang yang istimewa. Karena dari yang ia baca, biasanya [The Fool] cocok sebagai protagonis sebuah cerita. Mungkin saja ibu-ibu ini ternyata memang orang penting dalam permainan, atau mungkin [pencipta] yang harus para pemain cari.

Dengan penuh harap dan pertimbangan, Ai akhirnya mencoba berbicara dengan ibu-ibu itu saat ia sedang dalam perjalanan pulang dari pasar.

"Uh, selamat siang," sapa Ai dengan ragu.

Ibu-ibu terlihat heran sesaat, namun kemudian membalas sapaan Ai.

"Selamat siang," jawabnya. "Pemain Arcanagram juga, ya?"

"Eh? Kau tahu soal itu?"

"Duh, begini-begini aku juga seorang pemain, nak," katanya dengan nada bercanda yang ramah. "Jadi, ada apa menemuiku? Aku bukan [pencipta], kalau itu yang kau perlukan dariku. Tapi kalau kau mau mengobrol, aku dengan senang hati akan menemani. Masih ada beberapa jam lagi sampai waktunya aku menjemput anakku di SD."

"....."

Ai kehilangan kata-kata.

Ia kagum dengan orang yang ada di depannya ini. Tidak hanya ia tidak terlihat khawatir dengan keadaannya sebagai seorang pemain saat ini, tapi juga ia bisa tetap tenang dan mengajak pemain lawan seperti dirinya untuk mengobrol bebas seperti ini.

Apakah sebenarnya permainan ini tidak semenakutkan yang Ai kira?

"Ah, kalau kau tidak keberatan, aku juga ingin mengobrol denganmu.. Kalau tidak salah di sini ada kafe murah. Mau ke sana?"

"Kiyama Kaoru."

"Maaf?"

"Namaku Kiyama Kaoru. Aku tidak akan keberatan kalau kau mau memanggilku 'tante Kaoru', ohohoho. Aku punya delapan anak dan banyak keponakan, jadi rasanya memang wajar kalau lebih baik orang memanggilku dengan sesuatu yang mengingatkanku kalau aku tidak muda lagi."

"Eh...baiklah kalau begitu. Ng, namaku Ai. Nakamori Ai. Salam kenal, Kaoru-san."

"Wah, kau sopan sekali ya untuk ukuran anak muda zaman sekarang. Aku senang masih ada anak baik sepertimu, hahaha. Um, salam kenal, Ai-chan."

Ibu-ibu bernama Kiyama Kaoru itu kemudian menaruh semua belanjaannya di satu tangan, sementara tangannya yang lain kini mengapit tangan Ai sambil berjalan riang.

"...?"

"Ayo, katanya kita mau ke kafe untuk mengobrol, kan?"

"Iya, tapi tanganmu.."

"Ah, tolong jangan keberatan. Anak-anakku yang sepantaran denganmu sudah tinggal di luar rumah atau malu-malu lagi kalau kuajak bergandengan tangan seperti ini, jadi aku sedikit kangen dan ingin mencobanya. Boleh ya nak?"

Sejujurnya Ai juga malu, apalagi ibu-ibu ini orang asing yang baru saja ia temui dan seorang pemain lawan.

Harusnya Ai menolak.

Tapi ia tidak bisa.

Ibu-ibu ini di matanya terlalu ramah. Terlalu normal. Terlalu.....tidak bersalah.

Ya. Sampai detik ini, Ai masih sulit menerima kalau orang seperti ini adalah salah satu pemain Arcanagram.

Mungkin ia bisa mendengar banyak hal dari Kiyama Kaoru ini kalau sudah banyak berbicara dengannya. Jadi untuk saat ini, ia merelakan tangannya diapit sementara hingga mereka sampai ke kafe yang mereka tuju.

Lagipula sekarang sudah jam makan siang. Mungkin idenya untuk pergi ke kafe bukan hal yang buruk juga.

Part 2

Tsuchikage Yadomaru berada dalam masalah saat ini.

Ia tidak pernah menyangka sekedar mengantar orang yang terlihat tergeletak mabuk di pinggir jalan ke kantor polisi malah berujung pada sebuah pertarungan besar.

Apalagi banyak orang yang melihat. Ingin rasanya ia lari, tapi lari pun percuma rasanya saat ini.

Bagaimana kau menghadapi seseorang dengan kemampuan 'kehancuran'?

Arcanagram No.XVI [The Tower] : Kehancuran. Pemilik the Tower tidak akan bisa dihancurkan oleh apapun selain serangan fisik, dan sebaliknya, dapat menghancurkan apapun yang memang secara fisik dapat hancur.

"Berhentilah kabur dariku dan lawan aku seperti seorang pria!" teriak pria berkumis dengan rambut ekor kuda yang ada di depan Yadomaru.

"Kau mabuk, pak. Pulanglah ke rumahmu. Kau pasti tidak ingin orang-orang memanggil polisi karena ada pemabuk yang mengacau di tengah kota begini..."

Yadomaru berusaha untuk tetap tenang. Sebenarnya sudah sejak awal ia menyesal kenapa dirinya diikutsertakan dalam permainan merepotkan seperti ini, tapi baru sekarang ia merasakan repot dalam arti yang sebenarnya.

"Jangan pura-pura bodoh!" bentak pria itu seraya menghabiskan isi botol minuman beralkohol di tangannya. "Kau kira kau tidak bisa membaca, hah? Arcanagram No. XIII [The Death] : Kematian. Mematikan apapun pada satu mahluk hidup selain nyawa dari seseorang untuk jangka waktu tertentu. Itu kan kartumu!?"

"...."

Sial, pikir Yadomaru. Kalau pria ini sadar soal dirinya yang pemain, ia tidak akan bisa pergi begitu saja dengan mudah.

"Hahaha... Tak hanya kartumu punya angka sial, kartu milikmu dan milikku juga kelihatan serupa. 'Kehancuran' dan 'Kematian', eh? Kalau diadu, siapa yang menang?"

"Dengar...tidakkah kau pikir kita bisa menyelesaikan permainan ini dengan baik-baik?"

Yadomaru berusaha untuk mencari solusi damai. Setidaknya, ia tidak mau kalau harus berurusan dengan seseorang yang kelihatannya tidak stabil seperti pria pemilik [The Tower] ini.

"Baik-baik?" pria itu membalas dengan nada mencemooh, kemudian menyalakan api untuk rokok di mulutnya. "Kalau ini permainan baik-baik, tidak akan ada peraturan 'boleh membunuh' atau 'yang kalah akan dilenyapkan'. Kalau kau sudah tahu permainan ini bukan sekedar main-main, harusnya kau berhenti sok mencari-cari jalan tengah dan selesaikan permainan ini dengan cara yang jantan!"

Tanpa menghiraukan orang-orang yang berlalu-lalang dan tidak terlibat permainan Arcanagram, pria pemilik [The Tower] itu segera meluncur ke arah Yadomaru dengan tangan terkepal.

"!?"

Untunglah ia masih sempat menghindar dengan berguling ke depan. Bersyukur punya refleks yang sigap, Yadomaru segera bangkit dan berbalik untuk melihat ke arah pria itu.

Ia tercengang.

Kepalan pria itu baru saja mendarat di dinding sebuah gedung bertingkat 3.

Dan seketika itu juga gedung itu runtuh dari atas hingga bawah, seperti sebuah menara balok mainan yang dihancurkan oleh anak kecil.

Hancur.

Semudah menghancurkan istana pasir.

Tak salah lagi. Kemampuan Arcanagram pria ini benar-benar nyata.

Bagaimana Yadomaru harus menghadapi orang ini dalam pertarungan fisik?

"Sudah kubilang," pria itu berbalik dan menyiapkan kedua tangannya lagi. " Jangan lari!"

Justru teriakan itu yang menjadi aba-aba bagi Yadomaru untuk melarikan diri.

Ia berlari sekuat tenaga, tak peduli semarah apa suara pria di belakangnya terdengar.

Ia perlu waktu. Ia perlu berpikir. Ia perlu kesempatan.

Walau bukan seseorang dengan jiwa pahlawan, ia juga tidak ingin melibatkan mereka yang seharusnya tidak terlibat. Ia sedikit bersimpati dengan siapapun yang ada di dalam gedung yang baru saja hancur oleh kemampuan pria itu, dan karenanya ia harus mencari cara untuk mencegah kehancuran yang lebih besar terjadi.

Tapi, apa?

Kemampuannya memang disebut 'Kematian', tapi kalau tidak bisa mematikan sesuatu yang bernyawa dan bahkan punya batasan waktu yang ia sendiri tidak tahu, bagaimana ia bisa menggunakannya melawan orang yang bebas mengamuk seperti binatang liar?

Sementara itu, pria pemilik [The Tower] masih terus mengejarnya.

Yadomaru berpikir cepat dan akhirnya memutuskan untuk mencobanya.

Apakah aku bisa melakukannya hanya dengan berpikir dan tanpa menyentuh? Baiklah, sekarang atau tidak sama sekali!

Yadomaru mengaktifkan kemampuannya, dan 'mematikan' sesuatu dari pria yang ada di depannya.

"--!! Keparat! Kau...memakai cara licik seperti ini!?"

Dan kelihatannya berhasil.

Pria yang tadinya mengejarnya kini terdiam di tempat, tidak bergerak satu langkahpun seolah berubah menjadi patung.

Yadomaru baru saja mematikan 'gerakan' dari pria itu. Ia tidak menyangka sesuatu yang wujudnya tidak nyata sekalipun bisa ia matikan seperti ini.

Untuk sekarang, ia aman.

Apa yang sebaiknya ia lakukan selanjutnya?

Merebut kartu pria itu? Lari sejauh mungkin sebelum efek kartunya habis? Atau...

Belum sempat Yadomaru memutuskan, pria itu sudah terlihat bergerak kembali.

"Apa?! Secepat ini!?"

Yadomaru benar-benar tidak mengerti batasan kemampuannya sendiri. Seandainya saja ada petunjuk untuk mempelajarinya.....

"Diam di situ, keparat!"

Sayangnya, tak ada waktu bagi Yadomaru untuk diam. Situasinya menjadi serius hingga ia merasa pria itu pasti membunuhnya kalau ia berhenti sebentar saja.

Maka, yang bisa ia lakukan saat ini hanya satu.

Berlari dan mencoba mematikan berbagai hal dari pria itu satu demi satu.

Semoga kemampuannya mempelajari sesuatu secara otodidak dalam keadaan terjepit bisa diandalkan.

Part 3

"Kau tidak akan berpartisipasi?"

"Tidak ada larangannya, kan? Kalau ada yang datang kepadaku, mungkin aku tinggal memakai kemampuan [The Fool] ini, dan selesai perkara."

Kiyama Kaoru dan Nakamori Ai telah menghabiskan santapan siang mereka masing-masing. Kini yang tersisa bagi mereka adalah obrolan antar pemain Arcanagram. Meski begitu, mungkin pembawaan Kaoru yang santai membuat Ai jadi sulit menganggap kondisi suasana mereka saat ini adalah sesuatu yang sifatnya serius.

Ai mencoba membuka kembali dengan mengajukan sebuah masalah.

"...tapi...kau bisa menghilang kalau seseorang memenangkan permainan ini.."

"Ah, hal yang sama juga akan terjadi padamu kalau kau kalah, kan? Kita semua ada di posisi yang sama, kok. Kalau memang tidak ada kewajiban untuk terlibat, aku sih lebih memilih untuk menunggu hasil akhirnya saja."

"Bukankah kau punya keluarga?"

"Memangnya kau tidak punya?"

"Uh..."

"Kan? Posisi kita semua sama. Kupikir daripada sampai ada yang saling membunuh, mungkin lebih baik setidaknya ada satu pihak yang menginspirasikan untuk tetap bersikap biasa. Toh terlepas dari permainan itu, kita kan masih punya kehidupan sehari-hari."

"...kau hebat, Kaoru-san."

Kaoru hanya tersenyum mendengar pujian Ai.

"Hmm. Dan kenapa kau mengatakan kalau aku hebat?" tanyanya kemudian.

Ai pun mencoba membalas senyuman itu sambil berkata,

"Karena kau....cocok sekali sebagai seorang tokoh utama. Kau punya idealisme sendiri, kau tidak berusaha melibatkan semuanya dalam masalah...dan kurasa caramu juga tepat. Kita tidak bisa benar-benar yakin baik soal permainan ini maupun [pencipta], sekalipun kartu ini nyata. Kupikir ada baiknya semua pemain berkumpul di satu tempat dan bicara baik-baik mengenai semua ini."

"Ahaha, tapi manusia memang berbeda-beda. Kurasa memaksakan pandangan orang yang tidak pedulian sepertiku pasti bukan ide yang bagus."

Ai menggeleng pelan.

"Tidak juga. Aku bersyukur kau orang yang pertama kuhampiri di antara tiga pemain yang kutemui hari ini. Kalau bukan denganmu, aku tidak tahu apa yang sedang terjadi padaku saat ini..."

"He? Kau sudah bertemu tiga orang?"

"Lebih tepatnya 'menguntit' sih... Uh, maafkan aku."

Kaoru tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

"Kupikir yang namanya stalker itu cuma om-om maniak.. Ternyata anak perempuan semanis dirimu juga bisa jadi penguntit ulung, ya. Aku jadi meragukan keamanan generasi muda di masa yang akan datang nih, hahaha."

Sambil menahan malu, Ai bangkit dari tempat duduknya.

"Yang jelas, terima kasih atas waktumu! mungkin aku akan mencoba mencari pemain lain yang juga bisa diajak bicara seperti ini dan mencari solusi untuk permainan ini."

"Oh, sudah mau pergi?" Kaoru pun ikut bangkit dari tempat duduknya. "Ayo deh kalau begitu. Sekalian aku menaruh belanjaan ini di rumah dan menjemput anakku."

"...ngomong-ngomong, aku juga kagum kau pergi ke banyak tempat dengan jalan kaki, meskipun tubuhmu seperti itu..."

"Hei, hei, jangan tidak sopan kepada wanita, apalagi yang lebih tua darimu, ya. Meski pendek dan gemuk begini, buktinya aku bisa sampai menikah dan punya banyak anak, kan?" sahut Kaoru dengan nada gusar.

"Ah, maaf.."

"Sudahlah, jangan terlalu serius, Ai-chan." Kaoru menepuk punggung Ai. "Yuk, keluar dari sini."

Setelah membayar makanan mereka masing-masing, Kiyama Kaoru dan Nakamori Ai keluar dari kafe kecil di pinggiran kota.

Dan saat itulah, takdir mempertemukan mereka.

Saat keluar dari kafe itu, baik Kaoru maupun Ai segera mendapati satu hal yang sama yang menyita perhatian mereka.

Di kejauhan, tampak dua orang yang tengah berseteru.

Ai tidak perlu melihat dua kali untuk tahu kalau dua orang itu adalah pemilik [The Tower] dan [The Death]. Dua dari tiga orang pemain Arcanagram yang ia temukan hari ini.

Dan kini mereka menuju kemari.

Part 4

Tsuchikage Yadomaru tidak pernah bertemu dengan Nakamori Ai ataupun Kiyama Kaoru.

Tapi hanya dalam sekali lihat, firasatnya sudah memberitahunya kalau kedua orang itu juga merupakan pemain Arcanagram.

Namun ada yang berbeda antara dua orang itu dengan dirinya dan pria berkumis yang tengah 'bertarung' dengannya saat ini. Sementara mereka terlihat tidak ada tanda-tanda akan bertarung satu sama lain, ia justru mati-matian bertahan hidup menghadapi amukan pria pemilik [The Tower] ini.

Ia sudah mencoba berbagai macam hal dengan kemampuannya sendiri.

Ia baru tahu kalau kemampuannya benar-benar bisa 'mematikan' apapun yang ia inginkan. Ia bisa membuat pria itu mati penglihatannya, pemikirannya, jantungnya, kakinya, tangannya, apapun yang bisa ia pikirkan. Benar-benar kemampuan yang mengerikan, sekalipun tak bisa dipakai untuk merenggut nyawa.

Sayangnya, batasan waktu selalu ada. Dan yang membuat Yadimaru kewalahan adalah tidak adanya patokan waktu berapa lama efek waktunya bekerja, Yang ia tahu, semuanya bervariasi dari sekitar 3 detik hingga 10 detik, tapi tidak pernah benar-benar lama.

Karena itulah sedari tadi ia hanya bisa bermain defensif, karena nyaris tidak ada celah untuk merebut kartu pria itu kalau ia sendiri tidak tahu kapan pria itu lepas dari efek kemampuannya.

Ketika melihat ada dua pemain lain, Yadomaru mendapat sebuah ide.

Ia bukan pahlawan, tapi ia sebisa mungkin tidak ingin melihatkan orang yang memang tidak terlibat dengan permainan.

Lain halnya dengan mereka yang memang terlibat.

Yadomaru segera berpikir untuk menjadikan mereka pengalih perhatian. ia memastikan kalau perempuan gemuk berambut afro dan perempuan bertopi yang ia lihat itu memang pemain Arcanagram melalui kartunya, dan segera menyusun rencana ketika mengetahui kemampuan mereka berdua.

"Oi, kau yang memegang kartu [The Tower]!" seru Yadomaru. " Aku akan berhenti bermain-main kalau kau bisa mengalahkan mereka berdua!"

"Hah? Kenapa aku harus mendengar kata-kata pengecut sepertimu?" geram pria itu. "Dan aku punya nama! Yuuzawa You!"

"...siapa yang peduli siapa namamu..."

"Aku mendengarmu, sialan! Ternyata kau memang cuma pengecut! Menyerahlah!"

Pria bernama You itu kembali mengejar Yadomaru, dan justru ini sesuai rencananya.

Ia tidak tahu apakah kedua pemain lain itu bekerja sama atau tidak, tapi yang jelas, kalau sekarang ia lari kepada mereka, kemungkinan besar ia bisa mengadu mereka berdua dengan pemilik [The Tower] itu. Entah bagaimana akhirnya, tapi semakin banyak pihak terlibat, semakin mudah baginya untuk kabur.

Ia pun berlari sekuat tenaga ke arah pintu kafe tempat kedua perempuan itu berdiri termangu, sambil berteriak kepada mereka,

"Lari! Orang itu sudah gila!"

"Siapa yang kau sebut gila!?"

Part 5

Siapa yang tidak terkejut kalau dua orang yang kau kira tidak akan kau temui lagi kini malah datang ke arahmu?

Apalagi mereka terlihat benar-benar berbahaya. Baik [The Tower] maupun [The Death] adalah kartu yang sebenarnya cukup mengerikan kalau jatuh di tangan yang salah.

Tapi Nakamori Ai berusaha untuk tidak gentar.

Di sisinya kini ada seseorang yang dapat diandalkan, yang pasti bisa mengatasi kemampuan paling merepotkan sekalipun.

Kiyama Kaoru.

Pemegang kartu [The Fool]. Ai masih ingat kemampuannya yang terasa cukup 'berbeda' bila dibandingkan kemampuan lain yang ia ketahui.

Arcangaram No.0 [The Fool] : Nihil. Menghapus satu kemampuan Arcana lain saat melakukan kontak dengan pemilik the Fool.

"Kaoru-san..."

"Ah, ya, aku paham kok. Tapi aku tetap tidak ingin terlibat. Hm, bagaimana, ya..."

"Eh?"

"Kalian berdua, cepat lari!"

Ai mendengar laki-laki pemilik [The Death] berseru ke arah mereka. Ia ingin saja lari, tapi rasanya tidak sepantansnya kalau ia meninggalkan Kiyama Kaoru begitu saja.

Di sisi lain, Yadomaru berpikir hal yang berbeda.

Melihat kedua perempuan itu malah tidak juga beranjak dari tempat mereka berdiri, ia mengasumsikan dapat menggunakan mereka sebagai tameng. Rasanya ia akan semakin mendapat cap pengecut dari pria bernama You - pemilik [The Tower]- itu kalau berlindung di balik dua orang perempuan, tapi apa boleh buat. Dari awal ia memang tidak begitu ingin mengikuti permainan seperti ini.

Sekaranglah saatnya.

Yadomaru segera mematikan 'tujuan' Yuuzawa You, membuatnya pria itu sesaat mengalami gejala serupa delirium dan kebingungan kenapa dia ada di tempat ini.

Tapi ini tidak akan lama, Saat ia sadar lagi, ia pasti kembali mengejarnya.

Sesedikit apapun waktu yang tercipta, itulah kesempatan Yadomaru.

"Maaf berkata seperti saat aku baru saja bertemu kalian!" Yadomaru membuka pembicaraan saat sampai di depan kedua pemain lain itu. "Tapi...aku perlu ke toilet (bohong) dan pria itu terus mengejarku! Kalian juga pasti tidak ingin mati dalam keadaan semenyedihkan 'tidak sempat pergi ke toilet sebelum mati', kan? Kumohon, hadapi-- maksudku, bicaralah dengannya sebentar!"

Kaoru dan Ai saling bertukar pandang, tak yakin bagaimana harus menanggapi permintaan Yadomaru.

"Aku berhutang nyawa pada kalian!"

Tanpa menunggu jawaban dari mereka, Yadomaru memasuki kafe di belakang mereka dengan tergesa-gesa.

Kaoru menghela nafas, sementara Ai tampak panik.

"Bagaimana ini, Kaoru-san?"

"Ah, biar kucoba biacara pada pria yang itu dulu. Dia kelihatan bingung, mungkin laki-laki yang masuk ke toilet kafe tadi menggunakan kemampuannya untuk mengulur waktu sebentar."

Tanpa merasa bahaya sedikitpun, Kaoru menghampiri pemilik [The Tower] dan mengajaknya berbicara.

"Apakah kau baik-baik saja?"

Dan tepat di saat itulah Yuuzawa You terlepas dari efek [The Death].

Mungkin karena secara tak sadar Kaoru menggunakan [The Fool] miliknya.

Tapi yang terjadi berikutnya adalah sesuatu yang tidak siapapun pikirkan akan terjadi.

Hanya dalam sepersekian detik, pria itu kemudian memukul Kaoru hingga terjatuh ke tanah.

Hanya dengan satu pukulan, Kaoru tak sadarkan diri dan ambruk.

Hanya dengan satu serangan itu, tubuh Kaoru tiba-tiba memuncratkan darah seperti sebuah balon meledak.

Potongan daging dan tulang tersebar ke segala arah, benar-benar dalam keadaan hancur dan tak beraturan.

Sebagian kecil terciprat ke wajah Ai, yang menatap kosong apa yang baru saja terjadi.

Entah apa yang ada di pikiran Yuuzawa You saat itu. Mungkinkah ia marah karena kedua perempuan ini melindungi Yadomaru yang lari darinya? Ataukah mungkin ini caranya agar bisa menyingkirkan pemain lain dengan cepat?

Yang jelas, Ai tidak tahu apa yang terjadi di depan matanya saat ini.

Kiyama Kaoru baru saja meninggal dunia

Bahkan Yuuzawa You sendiri kelihatannya tidak begitu sadar dengan apa yang baru saja ia lakukan.

Ai tersungkur dengan mulut menganga lebar, sebelum akhirnya berteriak.


"Tidak.....ti....tidaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!"



Intermission Report

Inactive Player : No.X [The Fortune], No.III [The Empress], No.0 [The Fool]

Player Remaining : 19

Arclist3.jpg



Additional Rules #02

> Untuk memenangkan permainan ini, seorang pemain cukup menentukan identitas [pencipta] dengan 1) menghancurkan kartu milik [pencipta] atau 2) menyeru arcana milik [pencipta]. Untuk cara kedua, apabila pemain salah menebak, pemain tersebut akan disingkirkan dari permainan.