Arcanagram:Volume00 14th card

From Word Craft
Jump to navigation Jump to search

Part 1

Di satu titik di pinggiran kota, ada sebuah bangunan yang tidak terpakai dan tidak pernah dimasuki oleh siapapun sejak bangunan itu ditutup. Bangunan tersebut berdiri di antara deretan bangunan lain yang terlihat sepi. Konon daerah itu menjadi sepi karena bangunan tersebut merupakan hotel yang menjadi bangkrut semenjak adanya kasus pemboman dan berbagai isu miring terkait penghuni hotel tersebut, seperti digunakan oleh sindikat penjahat dan sebagainya.

Di dalam bangunan yang terabaikan itu, seorang perempuan tengah berlindung dari hujan yang turun di luar sana dan belum berhenti juga sejak pagi tadi.

Perempuan itu adalah Nakamori Ai, pemilik [The Devil] yang baru saja berpisah dengan Kiyotaka Tooru, pemilik [The Judgement] usai mengalahkan pemilik [The Tower] pagi hari ini.

Nakamori Ai merupakan salah satu pemain, bila bukan satu-satunya saat ini, yang tidak tahu lagi langkah apa yang harus ia ambil selanjutnya dalam permainan ini. Ia sendirian dan tidak punya tujuan khusus selepas mengalahkan pemilik [The Tower]. Ia bahkan tidak tahu apakah harus melanjutkan permainan ini dengan mencari [pencipta] lagi, atau berusaha berbicara dengan pemain lain yang dapat ia temui.

Dalam kebingungannya, Nakamori Ai entah bagaimana tiba di tempat ini untuk berteduh.

Sekaligus bersembunyi.

Bersembunyi dari apa?

Pemain lain? Kenapa ia harus bersembunyi dari pemain lain? Bagaimana kalau semua pemain selain dirinya saat ini justru sedang mencari satu sama lain?

Nakamori Ai tidak yakin. Ia bahkan tidak yakin bagaimana ia bisa sampai berakhir di tempat ini, sama seperti ketika ia berada di gedung pencakar langit dan bertemu pemilik [The Judgement] sehari yang lalu. Apakah kartunya secara tidak langsung melambangkan 'ketersesatan' yang ia rasakan saat ini?

Memikirkan hal tersebut, Ai tersenyum kecut. Kelihatannya baru kali ini ia berpikir kalau kartu yang ia miliki cocok dengan pribadinya.

Apa mungkin semua pemain lain juga seperti itu? Ia pun mencoba memikirkan pemain lain yang sudah ia temui sejauh ini.

Pemilik [The Fool] terlihat tidak mengacuhkan permainan yang berlangsung dan menjalani harinya seperti biasa.

Pemilik [The Death] terlihat berlari dari masalahnya dan secara tidak langsung menyeret orang lain pada kematian.

Pemilik [The Tower] terlihat serampangan dalam setiap tindakannya dan seolah dapat hancur kapan saja.

Ia tidak bisa begitu menangkap seperti apa pemilik [The Priestess] dan [The Judgement], namun mungkin mereka juga memiliki sifat atau pribadi yang mencerminkan kartu mereka.

Jadi, apakah setiap dari kemampuan Arcanagram ini adalah cerminan dari setiap pemainnya?

Tentu saja saat ini Ai tidak tahu. Kaitan 'kartu dengan pemilik' yang ia buat-buat di pikirannya juga baru sebuah hipotesis, dan entah apakah bisa dibuktikan atau tidak.

Tapi kalau memang semua kartu berhubungan dengan pemiliknya....lantas, apa hubungan permainan ini dengan para pemain sendiri?

Mengapa format permainannya adalah 'mencari [pencipta]? Apa yang diimplikasikan dari aturan ini?

Ai mencoba untuk berpikir keras, namun yang ia dapati hanyalah bayangan berkabut di dalam pikirannya.

Ia tidak tahu apa-apa soal Arcanagram selain apa yang sudah matanya saksikan.

Tidak, kalau mengingat ruangan putih di awal permainan, ada kemungkinan sebenarnya semua peserta tahu mengenai Arcanagram sebelum permainan dimulai, namun kemudian ingatan mereka terkait hal tersebut dihapus. Kenapa?

Kini di dalam kepala Nakamori Ai tersimpan beberapa pertanyaan. Untuk sekarang, ia belum tahu bagaimana ia akan menemukan jawabnnya, tapi ia merasa mungkin akan mendapatkannya bila ia mampu bertahan sedikit lebih lama lagi.

Saat itulah lamunan pemikiran Ai terpotong oleh firasat kuat yang mengusik dirinya.

Ia tahu perasaan ini. Ia sudah melalui tiga hari dengan perasaan yang sama, sehingga kini ia seperti punya 'mata batin' yang dapat mendeteksi setiap perasaan ini muncul.

Perasaan di mana ada pemain lain selain dirinya dalam jarak yang tidak jauh.

Itu artinya, saat ini ia tidak sendirian di dalam bangunan tak terpakai ini.

Part 2

Trio bersaudari Sanada baru saja menginjakkan kaki di sebuah bangunan yang tampak tua dan tidak terurus. Sekilas siapapun yang memasukinya pasti menyangka kalau tempat ini seperti sebuah gedung berhantu bila melihat tidak adanya penerangan dan kesan menyeramkan yang ditimbulkan oleh kerusakan bangnan di sana-sini. Apalagi ditambah suara hujan di luar sana, yang kelihatannya benar-benar mendukung untuk menciptakan suasana horor.

"Kau yakin ada pemegang kartu ganda di tempat ini, Hoshina?"

"Apakah kemampuanku pernah salah? Lagipula, kemarin aku sudah membuktikan kalau aku memang bisa melihat lokasi mereka saat kita mendatangi tempat pemilik [The Chariot] itu, kan."

"Ahahaha! Sudahlah Tsukiyo, percaya saja pada adik kita yang satu ini!"

Kemampuan [The Star] milik Sanada Hoshina memang cukup unik. Sejauh yang ia tahu, ia dapat menggunakan kemampuan dari kartu ini untuk tiga hal, yaitu melihat masa depan, menentukan letak sesuatu, dan mengetahui waktu tanpa melihat jam. Ketiga hal tersebut sebenarnya merupakan turunan dari representasi kartu [The Star], yaitu permohonan (harapan). Belakangan ini Hoshina juga baru menyadari kalau ia bisa menggunakan ketiga hal tersebut untuk 'melacak' keberadaan pemain lain bila ia serius.

Sebagai bukti, kemarin mereka memang berhasil menyerang kediaman pemilik [The Chariot]. Artinya kemampuan [The Star] milik Hoshina memang dapat diandalkan.

Namun bukan hanya karena alasan ingin merebut kartu pemain lain-lah Hoshina mendatangi tempat ini.

Dalam penglihatannya, ia melihat kedua kakaknya terbunuh hari ini.

Bagi seorang Sanada Hoshina, sekalipun ia bisa 'melihat masa depan', ia tetap berpikiran bahwa takdir adalah sesuatu yang sudah digariskan. Bila kedua kakanya memang harus mati hari ini, maka ia tidak akan melakukan apa-apa untuk mencegah kematian mereka. Dan bila dalam penglihatannya ialah yang mengantar mereka menuju kematiannya, maka ia akan melakukannya.

Hoshina telah membunuh perasaannya sendiri sejak lama.

Kedua kakaknya bahkan tidak menganggap kematian orangtua mereka atau pembunuhan yang mereka lakukan kepada pemilik [The Strength] dan [The Chariot] sebagai sesuatu yang perlu dibesar-besarkan. Itu artinya, mereka seharusnya juga tidak keberatan bila Hoshina membiarkan mereka mati, bukan? Toh kematian adalah hal yang biasa bagi mereka, dan bagi manusia hidup manapun.

Tentu saja, ia tidak mengatakan soal kematian kedua kakaknya ini pada mereka yang bersangkutan.

"...tapi aku benar-benar heran, orang macam apa yang mengurung dirinya di tempat seperti ini? Apa dia tidak punya rumah dan keluarga?"

"Jangan bicara begitu. Bisa-bisa kau membuatku bersimpati padanya nanti."

"Asahina-neesan tahu kata 'simpati'? Kukira pribadimu sudah rusak sejak entah kapan?"

"Hei hei, jangan coba-coba memancingku, Tsukiyo! Ingin lihat bagaimana kalau melihatku kalau aku marah ya?"

"---ssst. Dia datang ke sini."

Pertengkaran kecil antara Sanada Asahina dan Tsukiyo berhenti ketika mendegar peringatan dari adik mereka Hoshina. Seketika itu juga mereka menjadi awas terhadap suara apapun selain suara hujan yang dapat mereka dengar di dalam gedung gelap ini.

"...sekarang bagaimana? Mau menyebar? Di belum tahu jumlah kita, dan kurasa kalau kita semua di satu tempat, dia pasti punya semacam home-advantage."

"Tidak perlu. Kelihatannya orang yang satu ini datang baik-baik. Tetapi apa yang akan kita lakukan setelah ia tiba di depan kita, itu terserah kalian."

"Baik-baik? Ahahaha, masih ada orang seperti itu ya di permainan ini? Oh, aku jadi ingin tertawa!"

"Kau sudah tertawa, Asahina-neesan. Diamlah."

Tak lama kemudian, akhirnya mereka dapat melihat sosok yang muncul dari balik kegelapan di ujung lorong gedung tua ini.

Seorang perempuan yang mengenakan topi dan menatap mereka dengan pandangan heran.

"...tiga orang?" katanya. "Tidak kusangka ada sekumpulan pemain yang sampai berkelompok sampai sejumlah ini... Untuk apa kalian mendatangiku?"

"Apa pilihan jawaban kami?"

"...awalnya kukira kalau kalian datang baik-baik dan ingin berbicara, aku akan meladeni kalian. Tapi," perempuan itu mengarahkan kartunya pada mereka bertiga, kemudian melanjutkan, "..kulihat kalian semua pemegang kartu ganda. Apakah kalian membunuh pemilik kartu sekunder kalian?"

"Ya," jawab Asahina mewakili mereka bertiga tanpa diminta. "Dan kalau iya, apa yang ingin kau lakukan? Lari? Atau justru menghabisi kami? Yang jelas, kami akan meminta kartumu! Tsukiyo!"

"Ou."

Panggilan Asahina seperti aba-aba bagi Tsukiyo, dan ia segera menggunakan kemampuan [The Moon] miliknya untuk mengubah persepsi waktu pemain yang ada di depannya dan meluncur segera untuk merebut kartu miliknya.

Akan tetapi...

DUAGH!!

Perempuan itu menghindar, membuat Tsukiyo menabrak sebuah dinding yang ada di belakang perempuan itu sebelumnya.

"Eh?"

Asahina tak mengerti apa yang terjadi, tetapi kelihatannya [The Moon] milik Tsukiyo kurang efektif mengahadapi perempuan yang satu ini.

"Adik bungsu! Lakukan sesuatu dengan kartumu!"

"...'adik bungsu', eh.."

Hoshina sebenarnya malas menuruti perkataan kakaknya, toh ia mengikuti mereka hanya karena itu lebih aman bagi dirinya sendiri. Tapi dalam keadaan begini, kelihatannya ia tidak punya ruang untuk protes, jadi sebaiknya ia melakukan seadanya saja.

Hoshina menggunakan [The Strength] yang ia pegang untuk meningkatkan kemampuan fisiknya, seraya berlari dan meraih perempuan bertopi itu.

Belum sempat ia mendaratkan serangan apapun, perempuan itu kini memegang Tsukiyo sebagai perisai.

"Apa--?!"

Sebuah pukulan yang sudah disiapkan Hoshina tak terelakkan dan mendarat dengan sempurna di wajah Tsukiyo, membuatnya terhempas dan kesakitan.

"Kau!!"

Dari kejauhan Asahina mencoba menggunakan [The Hierophant] untuk mengambil alih tubuh perempuan bertopi itu.

Namun itupun gagal ia lakukan.

"Apa sih kartu yang dipegang perempuan ini!?"

Asahina mengeluarkan kartunya sendiri dan melihat ke arah perempuan itu.

Arcanagram No.XV [The Devil] : Kesesatan. Mengaburkan / manipulasi informasi atau ingatan dari seseorang yang diinginkan. Kartu sekunder : [The Fool]

Asahina tidak tahu apa kemampuan [The Fool], tapi kelihatannya kartu yang satu itulah yang membuat perempuan ini 'kebal' terhadap kemampuan mereka sejak tadi.

Dan kini perempuan itu memegang kembali Tsukiyo sebagai tawanan.

"Jangan bergerak. Bila kalian bergerak, aku akan menghilangkan seluruh ingatan dari perempuan rekan kalian ini hingga mentalnya seperti anak bayi," ancamnya.

"...coba saja!"

Asahina menerjang ke arah pemilik [The Devil] itu seraya mengisyaratkan hal yang sama dengan Hoshina. Mereka seharusnya menang jumlah, jadi bila mereka bergerak bersama, mungkin mereka bisa menekan perempuan itu dan menyelamatkan Tsukiyo.

"...kalian yang meminta."

"!!"

Alangkah terkejutnya Asahina dan Hoshina saat melihat siapa yang berdiri menghalangi mereka.

Sanada Tsukiyo kini berdiri dan membentangkan tangannya lebar-lebar di depan pemilik [The Devil], seolah berusaha melindunginya dari serbuan Asahina dan Hoshina.

"Jangan ganggu temanku!"

Spontan Asahina dan Hoshina berhenti sesaat.

"Tsukiyo? Apa yang kau katakan?"

"Aku tidak mengenal siapa kalian, tapi kalau kalian ingin melakukan sesuatu yang buruk pada temanku Nakamori Ai, maka langkahi dulu mayatku!"

Asahina dan Hoshina bertukar pandang, tak yakin dengan apa yang mereka saksikan saat ini.

"Kau...kau benar-benar mencuci otaknya?" tanya Hoshina ragu.

"Lagipula kalian tidak menurut," jawab perempuan yang dipanggil Nakamori Ai tersebut. "Aku tidak ingin bertarung atau apapun. Kalau kalian masih bersikeras melawanku, mungkin aku akan menghapus ingatan kalian semua dan merebut semua kartu yang sedang kalian pegang saat ini."

Hoshina sadar betul kalau kelihatannya kemampuan perempuan di hadapan mereka ini bukan main-main. Mungkin mereka memang salah sudah menantangnya seperti ini.

...tunggu. 'Salah'?

Tidak, kedatangan mereka ke sini tidak salah. Hoshina hanya mengikuti apa yang ia lihat dengan kemampuannya.

Bila memang ini yang harus terjadi, maka ia akan menerimanya.

Sampai ia menyaksikan sendiri kematian kedua kakaknya, ia merasa tidak ada yang perlu disalahkan dengan keadaan ini.

Part 3

Sanada Tsukiyo menatap tajam ke arah perempuan bertaring dan perempuan dengan hiasan rambut bunga matahari yang ada di depannya.

Baginya saat ini, kedua orang itu adalah 'musuh'. Misinya saat ini adalah melindungi Nakamori Ai yang berdiri di belakangnya, dan ia akan melakukannya sekalipun harus mengorbankan nyawa.

Ia tidak berpikir apapun selain hal tersebut.

Ia bahkan tidak tahu lagi mengenai hubungannya sebagai tiga bersaudari Sanada ataupun Arcanagram.

Nakamori Ai yang sejak tadi berdiri di belakangnya kini melangkah ke sampingnya kemudian berkata kepadanya,

"Maaf, bolehkah aku meminta kartu yang kau pegang?"

Kartu?

Tsukiyo merogoh bajunya dan menemukan dua buah kartu dengan simbol aneh dan gambar abstrak.

"Inikah yang kau maksud?" tanyanya seraya menyodorkan kedua kartu tersebut pada Nakamori Ai. Perempuan bertopi itu terlihat tersenyum kecil, kemudian menunjukkan kartu-kartu tersebut pada dua perempuan di depan mereka.

"Kalau kalian masih berminat mengejar kami, aku akan menghancurkan kedua kartu ini! Kalau kalian ingin ia selamat, berbaliklah dan tinggalkan tempat ini!"

"..?"

Tsukiyo tidak mengerti apa yang dimaksud Ai dengan perkatannya, tapi kemungkinan besar ia melakukan hal itu untuk mengusir musuh-musuhnya.

Dan ia hanya bisa mempercayainya.

Part 4

Situasi ini tidak bagus.

Sama sekali tidak bagus.

Sanada Asahina selama ini bisa bekerjasama dengan baik bila bersama Tsukiyo sejak hari pertama, namun tidak demikian bila ia hanya berdua dengan Hoshina. Ia bahkan tidak tahu apa yang ada di kepala adik bungsunya itu saat ini. Semantara wajahnya memperlihatkan kecemasan sejak Tsukiyo dicuci otak oleh pemilik [The Devil], Hoshina hanya terkejut sesaat, tetapi tidak lebih. Kini Asahina bahkan ragu Hoshina akan mencoba menolong Tsukiyo ataupun menolongnya bila ia tertimpa hal serupa.

Ia berusaha menganalisa keadaan saat ini, namun tidak bisa tenang.

Sekalipun secara pengamatan sederhana keadaan ini adalah 2 lawan 2, Asahina tidak dapat berpikir demikian.

Apa yang terjadi kalau Hoshina selama ini ternyata memang tidak berniat membantunya? Apa yang terjadi kalau pemilik [The Devil] juga menjadi Hoshina sebagai rekannya, dan ia tinggal sendiri?

Ia tidak ingin hal itu terjadi, namun juga tidak ingin meninggalkan Tsukiyo di sini dan lari begitu saja.

Maka ia mencoba membuat pilihan ketiga.

"Dengar...bisakah kita bekerjasama? Kurasa empat orang dengan kartu ganda adalah tim kuat yang tidak mungkin ditandingi oleh pemain lain manapun saat ini! Bagaimana?!"

"...tim terkuat? Dengan kata lain, pernyataanmu barusan mengindikasikan kalau kau masih ingin berkeliling dan berburu kartu pemain lain, apakah aku salah?"

"---!?"

"Kukatakan saja, aku tidak berminat 'bertarung' dalam permainan ini lagi. Tidak ada gunanya."

"Kalau begitu, kita bisa bicarakan ini baik-baik seperti yang kau mau--"

"Aku terlanjur tidak bisa mempercayai kalian. Hanya dengan melihat mata kalian saja, aku tahu kalau kalian adalah sekumpulan pembunuh. Ah...mungkin aku terpengaruh orang itu, hahaha."

Jadi, negosiasi sekalipun tidak berlaku?

Asahina nyaris pasrah dan mencoba opsi terakhir, yaitu mengajak Hoshina mencari jalan keluar.

Dengan ragu ia menoleh ke arah Hoshina, mencoba menebak apa yang adiknya ini pikirkan.

Namun mata Hoshina tidak melihat ke arah Tsukiyo dan pemilik [The Devil]. Ia juga tidak melihat ke arah Asahina sama sekali.

Pandangan Hoshina saat ini tertuju ke arah luar jendela gedung tempat mereka berdiri saat ini.

Ke arah sesuatu yang ada di balik hujan.

"..? Apa yang kau lihat?"

Asahina melihat ke arah yang sama, dan mendapati sesuatu yang ganjil.

Cukup ganjil hingga bahkan menarik perhatian Tsukiyo dan pemilik [The Devil] itu untuk melihat ke arah yang sama, seolah mereka semua melupakan situasi di antara mereka saat ini.

Apa yang mereka lihat di balik hujan adalah sosok seseorang yang berjalan di udara dengan kecepatan tinggi.

Tidak, berjalan bukan kata yang tepat untuk menggambarkannya. Orang itu meluncur di udara dengan kedua kakinya.

Dan ia menuju kemari.

Part 5

Di tangan seseorang seperti Ohtori Hajime, kemampuan [The Magician] ini telah membuatnya naik tingkat dari 'penguasa' menjadi 'dewa'.

Kini ia dapat melakukan apapun yang ia mau. Ia bahkan bisa melihat di mana pemain lain berada hanya dengan menghendakinya. Benar-benar kemampuan yang sempurna, setelah ia merebutnya dari Sengoku Hime sang pemilik [The Lovers] belum lama ini.

Selepas dari tempat itu, ia segera menuju ke tempat di mana banyak pemain berkumpul di satu tempat sekaligus.

Dan di sinilah ia berada sekarang.

Menembus hujan, menembus udara, menembus dinding, ia sampai di hadapan empat orang perempuan pemain Arcanagram. Keempatnya adalah wajah yang belum pernah ia lihat sebelumnya, dan dengan melihat sekilas, Ohtori Hajime mendapati kalau setiap dari mereka adalah pemilik kartu ganda.

Kelihatannya ia akan bersenang-senang hari ini!

"Siapa kau?" tanya salah satu dari mereka yang memakai topi.

"Kenapa aku harus memperkenalkan diriku pada mahluk rendahan seperti kalian?"

"Ugh, pria ini sombong sekali..."

"Diam, perempuan sialan."

Perempuan bertopi itu kehilangan suaranya, namun sedetik kemudian, ia segera berbicara lagi dengan nada terkejut.

"...hah, kau... Kau bisa memerintah orang sesukamu?"

"Semua orang harus tunduk di hadapan penguasa. Aku kagum kau bisa menolak perintahku. Berani sekali kau. Apa itu kemampuanmu, hm?!"

Mendadak seorang perempuan berambut ikal membatasi antara dirinya dan perempuan bertopi.

"Tidak akan kubiarkan kau berbuat sesuatu yang buruk pada Nakamori Ai!"

"..aku tidak ada kepeluan denganmu. Menyingkir dari hadapanku."

Seketika perempuan itu berlari ke samping dan melompat dari jendela gedung yang terbuka, tempat ia masuk dari udara tadi.

Dan ini adalah lantai empat gedung. Perempuan itu tidak akan selamat.

Tapi Ohtori Hajime tentu saja tidak peduli dengan hal seperti itu. Perempuan tadi hanyalah seperti kerikil di pinggir jalan.

Ia bhakan tidak peduli untuk memeriksa bagaimana perempuan itu mati di bawah sana.

Ia bisa melihat ekspresi terkejut di wajah perempuan bertopi. Awalnya ia mengira perempuan itu terkejut karena apa yang ia perbuat pada perempuan barusan.

Namun ia salah.

Mata perempuan bertopi itu tidak melihat ke arahnya, melainkan ke arah sesosok perempuan lain yang ada di belakang Hajime.

Perempuan dengan taring menyeramkan dan sejumlah jarum suntik di tangannya, yang menerjang ke arah Hajime dengan raungan seperti binatang buas.


"TSUKIYOOOOOOOOO!!!! KAUUUUUUUUU!!!"


Bila Hajime tidak menggunakan [The Magician] untuk berdiri di langit-langit, ia pasti tidak akan sempat menghindari serangan perempuan bertaring itu.

Mata perempuan itu bukan mata manusia. Mata itu adalah mata seorang pembunuh.

"Berani sekali kau menyerang seorang penguasa sepertiku....dasar mahluk rendahan."

"Kau! Kau harus membayar ini dengan nyawamu!!"


Pertempuran antara seorang penguasa yang seperti dewa dan seorang pembunuh yang seperti biantang buas kini tak terelakkan lagi.


Intermission Report

Inactive Player : No.X [The Fortune], No.III [The Empress], No.0 [The Fool], No.VIII [The Strength], No.XIV [The Temperance], No.V [The Hierophant], No.I [The Magician], No.II [The Priestess], No.VII [The Chariot], No.XII [The Hangedman], No.XVI [The Tower] , No.VI [The Lovers], No.XIII [The Death], No. XVIII [The Moon]

Player Remaining : 8

Arclist14.jpg